Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Papan Penunjuk Kurs Rusak, Penukar Uang Kudu Nanya

Masyarakat Masih Pantau Turunnya Rupiah

Senin, 05 Maret 2018, 11:08 WIB
Papan Penunjuk Kurs Rusak, Penukar Uang Kudu Nanya
Foto/Net
rmol news logo Tingginya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, tak membuat tempat penukaran valuta asing (valas) alias money changer ramai. Padahal. mata uang dolar AS ke rupiah dihargai Rp 13.785 hingga Rp 13.925 per dolar.  

 Sepinya pengunjung terlihat di salah satu money changer, PT Naila Valasindo yang berada di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), Jumat (2/3). Pengunjung yang mendatangikantor tiga lantai itu sepi. Karena sepi, beberapa karyawan memilih duduk santai sembari menunggu orang yang datang.

"Sejak Rabu (28/2), sudah sepi. Soalnya, masyarakat masih menunggu pergerakan dolar," ujar Budi, salah satu karyawan, PT Naila Valasindo di kawasan Ciputat, Jumat (2/3).

Hari itu, di PT Naila Valasindo, dolar Amerika dijual Rp 13.785, kurs beli Rp 13.750, sementara kurs mata uang asing lainnya tetap stabil, tidak ada kenaikan yang signifikan. Namun, nilai kurs rupiah yang ditawarkan perusahaan penukaran uang itu, tidak ditampilkan di papan informasi yang tersedia.

Pasalnya, papan petunjuk kurs yang ada rusak dan tidak diper­barui setiap harinya. Walhasil, setiap orang harus bertanya terlebih dahulu ke karyawan bila ingin menukarkan uang asing­nya. "Sekarang, paling banyak 15 orang. Padahal sebelum dolar naik, bisa sampai 30 orang yang menukarkan uang asingnya di sini," ucap Budi.

Berdasarkan pantauan hari itu, di sejumlah bank nasional, bahkan sudah dibanderol di atas Rp 13.900 per dolar AS.

Berdasarkan, kurs jual Bank Central Asia, Jumat, 2 Maret 2018, dolar AS dijual seharga Rp 13.807. Sementara itu, kurs beli dipatok Rp 13.791 per dolar AS.

Masih pada Jumat itu, rata-rata kurs di bank-bank pelat merah pun sudah mencapai ang­ka tersebut. Di Bank Mandiri, dolar dibanderol Rp 13.815, dengan kurs beli Rp 13.775 per dolar AS. Kemudian, di Bank Negara Indonesia (BNI), dolar AS dijual senilai Rp 13.920 dan dibeli seharga Rp 13.675 per dolar AS.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), dolar AS rata-rata diperdangan antar bank diban­derol Rp 13.793. Menguat 86 poin dibanding perdagangan Kamis (1/3) yang dibanderol Rp 13.707.

Sedangkan di perdagangan internasional, berdasarkan ka­lkulator kurs Reuters, dolar AS dijual senilai Rp 13.795 pada Jumat pagi itu. Sedangkan, kurs tengah Bank Indonesia (BI) memperlihatkan penguatan ru­piah sebesar 0,34 persen, men­jadi Rp 13.746 per dollar AS pada Jumat. Namun, sepekan, valuasi rupiah masih tertekan 0,56 persen.

Menurut Budi, kebanyakan orang yang datang ke tempat ini menukarkan uang dolar Amerika ke dalam rupiah. "Mereka (pem­beli) pada kaget karena menda­pat nilai tukar yang lebih banyak dari biasanya," kata dia.

Namun demikian, lanjut Budi, pihaknya membatasi transaksi dolar Amerika sebanyak 5 ribu dolar AS setiap harinya. Sebab, dia khawatir nilai rupiah bisa menguat di kemudian hari. "Kalau tak dibatasi, kami bisa rugi besar kalau tiba-tiba rupiah menguat," ucapnya.

Budi menjelaskan, dalam menjalankan bisnis penukaran uang, modal yang dibutuhkan cukup besar, namun untungnya sangat kecil. "Setiap 1 dolar Amerika, kami paling untung 100 rupiah,"  ujarnya.

Dia berharap, tren pelemahan rupiah tidak berlangsung lama karena bisa berdampak bagi tempat money changer. "Kalau kami beli dolar saat harga tinggi, terus dua hari kemudian turun, kan rugi," tandasnya.

Sementara, tempat penukaran uang asing di Bank Negara Indonesia (BNI) di kawasan Senayan, Jakarta tetap normal seperti biasa, kendati dolar Amerika diperdagangkan sebesar Rp 13.925 dan kurs beli Rp 13.675. Beberapa orang terlihat menukarkan uangasingnya di dua teller yang tersedia. Mereka lebih banyak menukarkan uang dolar dengan rupiah dibanding membeli dolar AS. "Transaksi jual beli mata uang asing normal tidak ada pengaruh. Hanya sekarang lebih banyak menjual dolarnya," ujar Finta, salah satu teller BNI di kawasan Senayan, Jakarta.

Di BNI, informasi kurs mata uang asing terpampang jelas di layar besar yang berada di samping meja teller. Masyarakat yang ingin menukarkan mata uang asingnya, bisa melihat in­formasi nilai tukar terbaru tanpa harus bertanya kepada petugas. Seperti, Dolar Australia, Dolar Singapura, Euro hingga pound­sterling masih normal. Beberapa mata uang asing juga mengalami kenaikan, tapi naik signifikan tidak lebih dari100 poin.

Sementara, dolar Amerika mengalami kenaikan lebih dari 500 poin. "Yang banyak ditran­saksikan masih dolar Amerika. Kalau mata uang asing lainnya tidak terlalu banyak," ujar Finta kembali.

Wanita berusia 28 tahun ini mengatakan, dalam sehari rata-rata ada 30 orang yang melaku­kan transaksi jual beli dolar Amerika. "Kalau yang beli dolar paling cuma satu atau orang saja," sebut dia.

Namun demikian, menurut Finta, transaksi jual beli dolar dibatasi maksimal sebesar 25 ribu dolar AS dalam sehari. "Pergerakan dolar masih fluk­tuatif, jadi harus hati-hati dalam menyikapi," ucapnya.

Sedangkan di money changer PT Ayu Masagung di Kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, pelema­han nilai tukar rupiah terhadap dolar membuat transaksi harian meningkat. "Mulai akhir Februari sudah mulai ramai banyak yang jual valas," kata Bayu, salah satu teller Ayu Masagung.

Meskipun penjualan valas mengalami kenaikan, tapi Bayu tak dapat merinci berapa total kenaikan transaksi yang dicatat­kan oleh perusahaan. Sebab, kata dia, pihaknya hanya bertugas da­lam melayani nasabah. "Setiap hari ada ratusan nasabah dan beda-beda," ujarnya.

Namun dia mengatakan, yang paling banyak ditransaksikan yaitu dolar AS, dolar Singapura, dan Euro. Untuk satu dolar AS pihaknya membanderol Rp 13.780. Sementara, untuk kurs dolar Singapura Rp 10.300. "Yang pasti, lebih banyak yang jual dolar AS dibanding yang lain," ucapnya.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan, para pengusaha masih menganggap wajar kon­disi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika. "Ekspor saat ini justru mulai naik karena harga komoditas naik," ujar Hariyadi.

Hariyadi mengaku optimis sepanjang tahun ini, rupiah akan berada di level Rp 13.400, kendati saat ini masih di kisa­ran Rp 13.700. Pasalnya, kata dia, pengusaha masih merasa nyaman dengan kurs rupiah terhadap dolar maksimal hingga Rp 13.500. "Dua bulan lagi, kemungkinan rupiah kembali ke level ini," prediksinya.

Kendati pelemahan rupiah terhadap dolar berpengaruh terhadap harga barang-barang yang diimpor, menurut Hariyadi, pengusaha cukup fleksibel me­nyiasati hal tersebut dengan mengurangi volume impor. "Impor tidak masalah, karena kebanyakan untuk barang modal seperti untuk pembangunan infrastruktur dan pabrik. Jadi im­pornya produktif," tandasnya.

Lantaran itu, menurutnya, para pengusaha masih tenang tanpa merasa terganggu dengan kondisi rupiah terkini. "Jadi, kami belum berfikir untuk melakukan penyesuaian harga berbagai produk di pasar, seh­ingga masyarakat tidak perlu resah,"  pungkasnya.

Latar Belakang
Bukan Hanya Nilai Tukar Rupiah Yang Melemah Terhadap Dolar AS

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah terus menguat pekan lalu. Tercatat, dolar sempat menyentuh angka di level Rp 13.800. Tertinggi sejak dua tahun terakhir.

Penyebabnya, setelah Ketua Federal Reserve (Fed) AS Jerome Powell mengatakan kepada Kongres, bahwa bank sentral masih di jalur kenaikan suku bunga bertahap untuk menjaga ekonomi di tengah menguatnya pertumbuhan dan inflasi, Selasa (27/2).

Tak lama setelah pengumumanitu, kurs rupiah ke level Rp 13.700 setelah berbulan-bulan di level Rp 13.300-13.400 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah sempat menembus 13.817 per dolar AS di pasar spot.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah berada di level 13.793 per dolar AS. Level tersebut merupakan yang terle­mah sejak Januari 2016.

Pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS juga dialami ban­yak mata uang dunia lainnya. Di Asia, mata uang yang melemah selain rupiah, yaitu ringgit Malaysia, won Korea Selatan, yuan Tiongkok, yen Jepang, bhat Thailand, dolar Taiwan, dolar Singapura, dan dolar Hong Kong.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi mengatakan, dengan ada intervensi dari Bank Indonesia, pelemahan rupiah bisa lebih terkontrol. Sesuai Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah menjadi 13.793 per dolar AS dari sebelumnya 13.707 per dolar AS.

"Ini sebenarnya pengaruh global, terutama spekulasi pasar mengenai rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed bulan depan. Jadi bukan karena faktor domestik," nilai Doddy.

Menurut Dody, kondisi funda­mental Indonesia justru menun­jukkan tren perbaikan. Terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus membaik dan in­flasi lebih terkendali. "Rupiah di level 13.800 per dolar AS itu terlalu berlebihan dan tidak sesuai fundamentalnya. Karena sebenarnya rupiah punya potensi penguatan," ucapnya.

Hanya saja, Doddy tidak bisa memastikan berapa cadangan devisa yang telah diguyurkan ke pasar, mengingat itu adalahbagian dari strategi Bank Indonesia yang bersifat rahasia.

Sentimen saat ini, diperkira­kan Doddy, masih terus berlanjuthingga rapat Federal Open Market Committee (FOMC) usai dilaksanakan. Setelah rapat FOMC, volatilitas rupiah lebih stabil. Meski begitu, cadangan devisa (cadev) Indonesia dipastikan masih aman dan mencukupi untuk menjaga volatilitas rupiah.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai, melemahnya nilai tukar (kurs) rupiah saat ini, tidak be­rada di level mengkhawatirkan seiring dengan menguatnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Kurs itu mengkhawat­irkan kalau rupiah melemah dan IHSG melemah. Tapi ini tidak," ucap Darmin.

Darmin menilai, pidato Gubernur The Fed yang mengindikasi kenaikan suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) lebih dari tiga kali, tidak akan menimbul­kan gejolak dalam perekono­mian Indonesia.

Sebab lanjut dia, fundamental perekonomian Indonesia be­rada di kondisi yang stabil saat ini. "Mungkin akan ada riak-riak kecil, tapi bukan gejolak," tandasnya.

Darmin menambahkan, pe­merintah masih memiliki Bank Indonesia untuk meredam pele­mahan nilai tukar rupiah terh­adap dolar AS. "Penjualan asing terhadap surat berharga kita belum banyak, buktinya IHSG-nya kuat," tandasnya.

Terpisah, Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti mengatakan, pelemahan rupiah akan berdampak pada harga makanan yang menggu­nakan bahan baku impor karena kursnya akan lebih tinggi.

"Itu yang harus diwaspadai ke inflasi," ingat Yunita.

Menurut Yunita, bahan maka­nan yang diimpor antara lain ke­delai, jagung, gandum yang akan diproduksi menjadi produk jadi. "Jagung digunakan untuk pakan ternak. Kalau pakan ternak naik, khawatirnya ayamnya juga naik, telur ayam ikut naik, kalau harga gandum naik, dampaknya ke mie, roti," jelasnya.

Kendati demikian, Yunita mengaku belum mengetahui pelemahan nilai tukar ini akan memberikan andil seberapa besar terhadap inflasi pada Maret 2018.

Tadi dia berharap, beberapa bahan baku makanan yang diim­por tersebut kebutuhannya bisa disuplai oleh produk dalam neg­eri, sehingga, tidak berdampak tinggi terhadap inflasi.

"Seperti tahu tempe, bisa pakai kedelai lokal, maka akan bantu inflasi tidak tinggi," tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA