Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

"Faktor LBP", Penyebab Jokowi Sulit Terpilih Lagi

Bertemu Bos Inilah.com Muchlis Hasyim

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/derek-manangka-5'>DEREK MANANGKA</a>
OLEH: DEREK MANANGKA
  • Jumat, 02 Maret 2018, 08:53 WIB
"Faktor LBP", Penyebab Jokowi Sulit Terpilih Lagi
Derek-MHY/Net
SETELAH hampir empat tahun, tidak pernah ada kabar-kabari, semalam Selasa 27 Februari 2018 saya akhirnya bisa bertemu kembali dengan Muchlis Hasyim, 53, di kediamannya, di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Suasana pertemuan menjadi sangat "menyentuh". Terutama karena saya tidak menduga, pertemuan kami, melalui proses yag cepat dan mulus.

Didahului percakapan di WA yang hanya memakan waktu tak lebih dari sepuluh menit, Muchlis yang akrab disapa MHY-Muchlis Hasyim Yahya, langsung mengundang saya datang ke rumahnya.

"Sekitar pukul 8 di rumahku yah bang", tulisnya melalui japri. Maksudnya pukul 20.00 WIB.

Padahal sebelumnya, selama hampir 4 tahun, MHY seperti menutup pintu buat saya.

Setiap tahun, sejak Maret 2014, berkali-kali saya mengontak MHY tetapi HP-nya, selalu mati.

Sampai dengan Pebruari 2014, saya masih menjadi kolumnis di portal miliknya www.inilah.com.

Saya pernah mengundang Dubes Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin, untuk bertamu ke kantor portalnya. Dan berharap MHY bisa hadir. Tapi, MHY tidak datang dan memberi kabar. Saya rasakan, MHY sudah berubah, berbeda.

Saya merasakan, jurang perbedaan kami tiba-tiba mengangah. Dan itu terjadi - menurut dugaan saya, tak lain karena pilihan. Pilihan hidup kami berbeda.

Pilihan politik MHY adalah mendukung pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Saya ingin netral, berpikir lain, kami menjadi berbeda karena faktor perbedaan keyakinan. Tapi pikiran dan dugaan saya itu, tak terlalu saya anggap benar.

Sebab sejatinya MHY yang mendorong saya untuk menulis pandangan saya tentang apa saja di media miliknya.

"Kalau abang ada pemikiran atau kritik tentang Islam, silahkan saja. Tapi agar abang aman, tulisan itu harus pakai nama kita berdua. Saya jamin, tak ada yang berani mengganggu abang", ujar MHY di tahun 2007-an.

Itu sebabnya, bagi saya pertemuan dengan MHY - semalam, menjadi sangat berarti. Sebuah reuni yang mirip dengan pertemuan setelah 32 tahun antara saya, Surya Paloh (Ketua Umum DPP Nasdem) dan Bambang Soesatyo (Ketua DPR-RI), dua pekan lalu.

MHY sebagaimana halnya Bamsoet (Bambang Soesatyo) adalah alumni Gondangdia Lama, Jakarta atau bekas anak buah Surya Paloh.

Bamsoet dan MHY, tidak pernah bertemu dalam perusahaan media milik Surya Paloh.

Bamsoet menjadi anak buah Surya Paloh di harian "Prioritas" dan majalah "Vista", antara 1986-1989.

MHY hadir, di tahun 1992 dengan bendera "Media Indonesia".

Setelah lebih dari 10 tahun menetap di New York, selaku Koresponden, MHY kembali ke tanah air dan tahun 2004, MHY direkrut Wapres Jusuf Kalla sebagai "Press Officer"-nya.

Nama MHY sebagai Jurnalis, cepat melesat, karena Surya Paloh menempatkannya sebagai Koresponden "Media Indonesia" di Markas Besar, PBB, New York.

Hubungan saya dengan MHY mengental sebab selama hampir 3 tahun (1992-1995) saya mondar-mandir Jakarta-New York-Jakarta untuk pengumpulan materi buku "The Non-Algned Movement Towards The Next Millenium", MHY menjadi asisten terpercaya di kota megapolitan Amerika tersebut.

Buku tentang Gerakan Non-Blok itu, merupakan proyek pencitraan tentang peran Presiden Soeharto dalam dunia diplomasi. Untuk kepentingan tersebut, Surya Paloh mendapat kucuran dana jutaan dolar dari Bambang Tri, Dirut PT Bimantara Citra yang juga salah seorang putera Presiden Soeharto.

Secara de facto, Surya Paloh, MHY dan saya ikut menikmati dana dari buku GNB tersebut.

Nama MHY makin melejit di tahu 2013 setelah ia mensponsori penerbitan tabloid OBOR.

Tabloid ini dianggap media paling kritis bahkan anti-Jokowi.

Yah pertemuan semalam menjadi sangat berarti. Sebab Muchlis yang mantan "Press Officer" Jusuf Kala, saat JK menjabat Wakil Presiden di era SBY, ternyata sikapnya terhadap saya, tidak berubah.

Dari caranya menerima dan berbicara, tidak ada nada-nada yang sumbang.

MHY tetap akrab. Dia tidak seperti cerita-cerita yang mampir ke pendengaran saya. Bahwa MHY sudah menjadi seorang muslim yang beraliran keras. Keras terhadap yang tidak satu iman dengannya.

Cara berpakaiannya saja yang berbeda. Namun kalau bicara soal perbedaaan agama, malam itu MHY tidak memperlihatkan adanya tembok pemisah yang tebal antara kami berdua.

Bicara tentang NKRI khususnya situasi politik, cara MHY masih sama. Kritis dan kritis.

Bekas Koresponden "Media Indonesia"  di New York, selama periode 1990-an ini, cara berpakaiannya, sudah tidak lagi seperti seorang New Yorker. Yang modis.

Tubuhnya, tidak lagi dalam balutan baju bermerek buatan rumah mode Prancis atau Itali. Wewangian yang enak dicium oleh indra pencium, tak lagi beraroma dari tubuhnya.

Bertahun-tahun, terutama ketika MHY menjadi Juru Bicaranya Wapres Jusuf Kalla (2004- 2009), biasanya kami bertemu di "wine corner" di mall-mall papan atas. Seperti Pacific Place atau Plaza Indonesia, Jakarta. Parfum buatan Barat, biasanya langsung menyiram ruangan manakala MHY masuk ke ruang pertemuan dimana kami bias "ngewain" atau minum anggur.

Dalam setiap pertemuan tersebut - yang tak jarang - lebih dari sekali dalam sebulan, seusai pertemuan, MHY selalu mengamplopi saya dengan amplop polos yang berisi kertas "Apple Washington".

Sejak tahun 2006, MHY memang meminta saya untuk menulis kolom di www.inilah.com. Dan setiap kali MHY merasa puas dengan tulisan saya, MHY langsung menelepon untuk bertemu.

Saya dijadikannya sebagai wartawan senior di Inilah.com dengan waktu kerja yang bebas. Tidak wajib datang ke kantor, yang penting komunikasi per telepon lancar.

Penghasilan saya dari MHY melebihi gaji beberapa redaktur yang sengaja dia "hire" untuk bekerja 24 jam.

Saya merasa dimanusiakan atau "diwongke" oleh MHY.

Setiap kali kami bertemu di luar kantor Inilah.com, ujung-ujungnya, MHY hanya ingin memberi mata uang dolar ke saya. MHY selalu memanggil saya "abang".

Pernah saya memenuhi keinginannya bertemu, dengan membawa anak. Anak saya pun, disangoinnya dengan mata uang dolar.

Tidak heran, jika dua dari empat anak saya yang kenal betul dengannya, Tondy N. Manangka (producer SBO TV di Surabaya - Jawa Pos Grup) dan adiknya D'Amour Sakina Manangka, sangat akrab dengan MHY.

Semalam, D'Amour ikut saya ke rumah MHY. Dan dialah - anak yang lahir 29 Pebruari 2008 ini, yang memotret pertemuanm MHY dengan saya. D'Amour pula yang menghubungkan video call MHY dengan Tondy di Surabaya.

MHY semalam sudah mengenakan baju muslim, baju gamis, baju Rasullulah.
Semuanya serba putih. Dari atas (pecih putih) sampai ke bawah. MHY juga sudah memelihara jenggot dan tumbuhnya sudah cukup panjang. MHY sangat Islami.

Sebelum masuk ke ruang tamu, saya sempat berpikir, akan ada kekakuan dalam perjumpaan kami. Sebab semua teman dekatnya atau orang kepercayaannya, bercerita kepada saya, MHY sudah berubah 180 derajat.

Mereka berusaha mengesankan ke saya. Bahwa semenjak MHY memutuskan menjadi seorang muslim sejati, sahabatnya seperti saya yang beragama Nasrani, agak sulit bisa bertatap muka dengannya.

Tapi semalam, semua kekhawatiran saya sirna.

Begitu MHY masuk ke ruang tamu, di mana saya dan D'Amour duduk, MHY tetap menyapa akrab seperti kebiasaannya.

Kami pun berpelukan sambil membiarkan pipi kiri dan pipi kanan bersentuhan.

Dan MHY mengaku, dia semakin mendalami Islam, saat ia memakamkan ibunya yang meninggal di Mekkah tahun 2012.

Percakapan kami, sebetulnya bisa berlangsung hingga tengah malam. Karena banyak hal yang menarik yang berinteraksi dalam pertemuan itu.

MHY mengaku sebagai muslim yang berguru kepada Habib Riziek Shihab dan Aa Gym. Tapi sekarang dia sudah tingggalkan mereka.

"Mengapa?", tanya saya.

MHY tidak menjawab langsung. Dia hanya memberi dua perumpamaan. Dan membiarkan saya menarik konklusi.

Pertama tentang cerita Nabi Musa yang diperintahkan oleh Allah untuk berbicara dengan Firaun. Perintah Allah, Musa harus berbicara dengan tutur kata lembut. Karena menaklukkan orang yang keras, tidak harus dengan prilaku keras.

Kedua tentang seorang Yahudi yang tak bisa melihat atau buta mata. Si Yahudi ini, setiap hari menempati sebuah pojok di tanah suci Mekkah dengan kegiatan yang terus memaki Nabi Muhammad SAW

Sebaliknya, Nabi Muhammad selalu mendatangi si Yahudi buta, dengan menyuapi makanan. Dan dengan tanpa beban Nabi Muhammad terus mendengarkan makian si Yahudi Buta.

"Konteksnya apa….. ", saya menyela.

"Dengan orang yang membenci kita pun, kita tidak boleh marah apalagi membenci", jawab MHY
.
"Saya koq merasa aman dan nyaman berbicara dengan kamu…..", kembali saya menyela.

MHY tidak membantah bahwa apa yang dia lakukkan - termasuk pembicaraan dengan saya, adalah untuk mengajak orang selalu berbicara dengan bahasa menyejukkan. Manusia itu harus ada kasih.

"Saya hanya minta abang sebagai wartawan senior, teruslah dengan sikap yang positif. Abang harus lawan preman-preman yang mau menghancurkan negara ini. Dan terus wartakanlah kebesaran agama…..", ujar MHY.

Siapa saja preman-preman itu?

"Yah pokoknya mereka yang mau menghancurkan negara kita ini", ujarnya.

MHY tidak sungkan mengaku bahwa ayahnya di tahun 1974, menghilangkan nyawa pastor dari Gereja Anglikan di Jl. Prapatan, Menteng Jakarta.

Ayahnya sekarang hidup menetap di Arab Saudi dengan status penerima suaka politik dari negara tersebut.

"Yang saya lakukan sekarang, mengajak orang untuk selalu sholat. Dan melaksanakan apa yang dikatakan dalam Qur'an, Tiada Tuhan Selain Allah”, katanya.

"Kalau saya, tidak sekedar mengucapkannya. Tapi melaksanakannya. Tak ada yang saya khawatirkan lagi dalam hidup ini, karena semua sudah saya serahkan kepada Allah. Empat tahun sudah, saya tidak bekerja. Tapi saya tidak bankrut. Sebab saya percaya Allah akan memberikan semua yang saya butuhkan", ujar MHY.

Menyinggung situasi Indonesia saat ini, MHY memberi ulasan yang cukup panjang lebar. Kemudian membuat sebuah kesimpulan. Bahwa Presiden Joko Widodo, tadinya cukup baik. Disukai masyarakat. Karena Jokowi peduli dengan masyarakat kecil, yang tak berpunya.

Tapi begitu Jokowi terlalu memberi kepercayaan kepada seorang LBP, situasinya berubah. Dan kalau Jokowi terus begitu, MHY bertaruh, untuk tahun 2019, Jokowi tak akan bisa terpilih lagi sebagai Presiden.

"Pertemuan kita malam ini, bukan oleh siapa-siapa. Tapi karena keinginan Allah. Kontak-kotak yah bang", MHY melepas D'Amour dan saya menuju taksi online yang sudah parkir di depan pintu gerbang. [***]

Penulis adalah wartawan senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA