Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Dinas LHK Kukar, Aji Sayid Muhammad Ali menÂgungkapkan rutin menyetor uang untuk bupati sejak 2014.
Aji membeberkan kurun 2014- 2017, Bupati Rita menandatanÂgani ratusan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL), Izin Lingkungan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) perusahaan.
Setiap pemohon izin dimintai uang berkisar Rp5 juta sampai Rp20 juta. Namun Ali tak ingat nama-nama perusahaan yang menyerahkan uang itu.
"Setiap perusahaan minimal pemberiannya Rp5 juta, tapi besarannya memang enggak ditentukan. Kadang berkasnya duluan, uang nyusul. Kadang bersamaan tapi lebih banyak berkasnya yang masuk duluan," ujar Aji ketika bersaksi di sidang gratifikasi dan suap Bupati Rita di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
Uang yang dikumpulkan dari pemohon izin lalu diserahkan kepada Suroto. "Saya serahkan ke Pak Suroto di Pendopo (rumahdinas bupati), Jalan Panji Nomor Satu, Kelurahan Panji, Kota Tenggarong," tutur dia.
Siapa Suroto? Aji menyebut profesinya dosen Universitas Kutai Kartanegara. Ia yang mengoreksi surat izin sebelum ditandatangani Rita.
Ali merinci uang diserahkan kepada Suroto. Tahaun 2014 Rp145 juta. Tahun 2015 Rp1,2 miliar. Tahun 2016 Rp670 juta. Terakhir, tahun 2017 Rp295 juta. "Jumlah total dana yang diterima Rita sebesar Rp2,31 miliar," ungkap Aji.
Ketua majelis hakim Sugiyanto bertanya kepada Aji mengenai maksud pemberian uang itu. Ali menyebut sebagai uang terima kasih kepada bupati atas penanÂdatanganan izin.
Menurut dia, pemberian uang itu sudah tradisi. "(Tahunya) dari pejabat sebelum saya, (dan) dari konsultan-konsultan yang sering mengurus izin," sebut Aji.
"Saudara serahkan (uang) ini tujuannya ke Bupati?" tanya Hakim Sugiyanto. "Iya," tandas Aji.
Ketika dimintai tanggapan, Rita menyatakan kesaksian Aji tidak benar. "Saya hanya terima berkas di rumah (Jalan) Mulawarman dalam jumlah banyak dan tidak pernah ada apapundi dalam map," akunya.
Namun dalih Rita terbantahÂkan setelah Ibrahim, ajudan buÂpati didengarkan kesaksiannya. Ibrahim mengaku pernah menerima uang dalam amplop yang diserahkan Suroto di Pendopo.
"Pernah. Dia (Suroto) bilang ini tolong sampaikan uang ini ke Bunda," kata Ibrahim menirukan ucapan Suroto.
Ibrahim tak tahu jumlah uang yang diserahkan Suroto. Namun dia tahu uang itu berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Seingat saya (Suroto) nggak bilang (uang dari mana). Cuma ada lampiran berkasnya," kaÂtanya. Berkas itu menggunakan map Dinas LHK.
Selain dari Suroto, Ibrahmi mengaku pernah menerima uang dari Andi Sabrin dan Junaidi, anggota Tim 11 pemenangan Rita menjadi bupati.
"Pernah terima (uang) dari Sabrin. Jumlahnya enggak tahu. Itu saya serahkan ke Rita," akunya.
"Dari Junaidi pernah. Dia telepon ke HP lalu dia datang ke Pendopo bilang, 'Nih tolong kasih ke Ibu'," tutur Ibrahim.
Ibrahim juga mengungkapkan Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Kalimantan Timur, Husni Fahrudin pernah menyerahkan uang untuk Rita.
"Persisnya saya lupa, tapi pernah. Seingat saya tiga kali. Jumlahnya tidak tahu. Setelah saya terima langsung saya kasih ke Bupati," kata Ibrahim.
Bagaimana tanggapan Rita atas kesaksian ajudannya? "Kalau urusan Junaidi dan almarÂhum Sabrin untuk kegiatan partai," sebutnya.
Rita menilai Ibrahim ditekan agar memberikan kesaksian ini. "Pernah enggak kamu ditekan waktu Bunda ditahan, harus mengaku menerima-nerima?" tanyanya. Ibrahim mengelak, "Enggak ada."
Kilas Balik
Rita Didakwa Terima Setoran Duit Penerbitan Izin & Proyek Dua periode menjabat Bupati Kutai Kartanegera (Kukar), Rita Widyasari mengumpulÂkan uang hingga Rp 469,4 miliar. Uang itu berasal dari penerbitan izin-izin dan konÂtraktor proyek.
Rita mengutip duit sejak Juni 2010 hingga Agustus 2017 melaÂlui Khairuddin dan anggota Tim 11 pemenangan pilkada Kukar.
Hal itu dibeberkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Fitroh Rohcahyanto saat memÂbacakan dakwaan perkara Rita dan Khairuddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 21 Februari 2018.
Setelah terpilih menjadi bupati,Rita mengangkat Khairuddin seÂbagai staf khususnya. Khairuddin pun mundur dari jabatan anggota DPRD Kukar.
"Terdakwa I (Rita) memintaTerdakwa II (Khairuddin) mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara," kata Fitroh.
Menindaklanjuti permintaan Rita, Khairuddin menyampaikan kepada para kepala dinas agar meminta uang kepada pemoÂhon izin dan rekanan pelaksana proyek. Uangnya akan diambil anggota Tim 11.
Dari 2014 hingga 2017, Rita menerima uang dari penerbitan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dan Izin Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemkab Kukar mencapai Rp2,53 miliar. Pada periode sama, menerima uang dari penerbitan AMDAL Rp220 juta.
Rita menerima Rp 49,5 miliar dari Ichsan Suaidi, Direktur Utama PT Citra Gading Asritama terkait pengerjaan proyek tahun 2010 hingga 2012.
Pada 2011, menerima Rp 286,2 miliar secara bertahap dari rekaÂnan proyek Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Kukar.
Dari pelaksanaan proyek-proyek di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Pemkab Kukar periode 2010 hingga 2016, Rita meraup Rp 7,06 miliar.
Kurun 2012-2016, Rita menerima Rp 25,5 miliar dari rekanan proyek-proyek Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.
Rekanan proyek-proyek RSUD Dayaku Raja Kota Bangun tahun 2016 turut dimintai uang. Uang terkumpul Rp 3,2 miliar. Lalu diserahkan kepada anggota Tim 11.
Dari proyek-proyek Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2012-2013, Rita meraup Rp 967 juta. Dari proyek Dinas Komunikasi dan Informatika 2014- 2016 Rp 343 juta.
Dari proyek Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2017 Rp 303 juta. Dinas Kesehatan periode 2013-2016 Rp 7,16 miliar. Terakhir dari proyek Dinas Pendidikan 2012- 2016 Rp 67,39 miliar.
Rita juga mengumpulkan uang dari penjualan PT Gerak Kesatuan Bersama Rp 18,9 miliar melalui Khairuddin. Perusahaan itu mendapat izin tambang 2 ribu hektar di Kukar.
Menurut jaksa, Rita tak perÂnah melaporkan penerimaan uang Rp 469,4 miliar itu ke KPK. Padahal, UU Pemberantasan Korupsi memerintahkan penyeÂlenggara negara melaporkan gratifikasi paling lambat 30 hari sejak menerimanya.
"Perbuatan Terdakwa I (Rita) bersama-sama Terdakwa II (Khairuddin) menerima gratifikasi dalam bentuk uang yang seluruhnya sebesar Rp 469.465.440.000 atau sekitar jumlah itu dari para pemohon perizinan dan para reÂkanan pelaksana proyek pada Dinas-dinas Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara serta Lauw Juanda Lesmana, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatanÂnya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Terdakwa I selaku penyelenggara negara," kata jaksa.
Rita dan Khairuddin didakwa melanggar Pasal 12 huruf B Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Khusus Rita, jaksa juga mendakwa dengan Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dakwaan itu terkait penerimaan suap Rp6 miliar dari Hery Susanto Gun alias Abun, Direktur Utama PT Sawit Golden Perima (SGP).
Uang itu diberikan sebagai imbalan pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit PT SGP di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. ***