Alasan Bawaslu menerbitkan materi khotbah itu dalam rangka menindaklanjuti kekhawatiÂran tokoh dengan maraknya kampanye SARA dan politik uang menjelang pilkada. Lantas bagaimana tanggapan Ikatan Cendekiawan Muslim terkait usulan Bawaslu itu? Selain dikenal sebagai cendekiawan muslim, Jimly juga pernah menÂempati kursi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), praktis dia mengetahui betul seluk beluk terkait isu-isu yang beredar saat pilkada berlangÂsung. Berikut ini penuturan Jimly Asshiddiqie;
Soal wacana Bawaslu yang akan mengatur materi khotÂbah terkait Pilkada 2018, bagaimana itu?Saya usul sebaiknya materi khotbah terkait Pilkada 2018 bisa diserahkan kepada Dewan Masjid Indonesia. Karena Bawaslu kan tugasnya hanya mengawasi dan memantau peÂnyelenggaraan pemilu saja. Memang keseluruhan niatnya baik, tapi tidak perlu detail menerangkan kampanye yang bersifat agama. Serahkan saja ke dewan masjid, ketuanya kan Pak Wapres Jusuf Kalla, jadi yang bikin imbauan juga mereka ketimbang Bawaslu.
Saat ini kan sudah masuk tahun politik. Apakah momen itu juga tidak dibolehkan bagi Bawaslu berperan untuk menÂgatur materi khotbah?
Kalau Bawaslu berperan untuk mengatur tata cara khotbah, jusÂtru akan memecah belah jamaah di Indonesia. Pada dasarnya kan masing-masing pemuka agama memiliki pedoman dalam berkhotbah, khususnya imbauan menjelang pesta demokrasi.
Coba saja kalau dirinci lingkunÂgan gereja Katolik bisa, masjid Syiah juga bisa, tapi di lingkunÂgan Protestan belum tentu bisa.
Apalagi di Indonesia mazhabnya kan berbeda.
Banyak kalangan yang mengimbau agar masjid tidak dijadikan sebagai wadah untuk berpolitik, bagaimana itu?Masjid itu terstruktur jadi ada pengurusnya, jika ada khotbah yang bertentangan atau sebaÂliknya bisa dikontrol langsung dari pengurus, bukan Bawaslu.
Jadi menurut Anda Bawaslu tidak perlu mengatur materi khotbah?Mestinya tidak perlu, tapi ya saya apresiasi langkah Bawaslu soal ini. Selagi materi disiapkan untuk memberikan wawasan pencegahan, sosialisasi, dan penÂgawasan terhadap praktik politik uang dan politisasi SARAdalam pilkada, tapi sekali lagi saya apreÂsiasi karena niatnya sudah baik.
Akhir-akhir ini marak peÂnyerangan terhadap pemuka agama yang dilakukan oleh orang gila, kalau menurut Anda bagaimana itu?Tidak usah percaya penyerangnya mengaku sakit jiwa atau gila. Yang jelas mereka menyerang ulama, pendeta, dan siapa saja pokoknya disikat saja itu. Pokoknya tangkap dulu, keÂmudian diproses.
Apakah hal ini ancaman seÂrius bagi kehidupan kerurkuÂnan antar-umat beragama di Indonesia?Kalau sudah 21 kasus, serius itu, artinya ada kesengajaan. Kalau maling kan biasanya teriÂak maling, maka yang melakuÂkan kejahatan pun pasti mencari alasan masing-masing, termasuk orang gila itu kan.
Apakah kasus ini mencideÂrai keberagaman yang ada di Indonesia?Bangsa Indonesia itu kan bangsa yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sesuai dengan sila pertama Pancasila. Maka setiap warga negara punya peran yang sama untuk merawat agama-agama yang ada, agar berfungsi baik dalam membenÂtuk perilaku publik. Kalau warga negaranya beragama dengan taat, sudah bisa dipastikan maka perilaku warga negara baik. Oleh karena itu negara memiÂliki kepentingan dalam agama. Berbeda dengan negara-negara sekuler yang memisahkan uruÂsan agama. Indonesia itu negara berketuhanan, hubungan itu sinergis, saling menopang satu sama lain.
Anda melihat situasi naÂsional jelang Pilkada 2018 seperti apa sih?Pilkada ini kan permainan kehidupan, jadi ya jangan terÂlalu serius juga menyikapinya. Jangan terlalu tegang, biasa saja. Nanti juga kalau pasangan calon yang kalian dukung itu terpilih, tim sukses calon tersebut bakal lupa dengan kalian. Jadi jangan terlalu serius. Kalaupun gagal kecewanya jangan berkepanÂjangan, tidak usah lama-lama, dua hari cukuplah. Karena kita semua harus memahami pilkada itu hanya permainan bernegara kok. ***
BERITA TERKAIT: