Bilamana di tengah masyarakat terjadi anarkisme terhadap kelompok agama atau kepercayaan minoritas oleh kelompok mainÂstream atau kelompok mayoritas, lalu toÂkoh masyarakat tersebut bersikap diam, tidak menegur dan tidak mencegah angÂgota masyarakat itu melakukan anarkisme dan penzaliman, maka jelas ini dapat disebut sebagai RHS. Meskipun ia tidak melakukan ujaran kebencian (hate-speech) tetapi sikap melakukan pembiaran terhadap orang yang melakukan RHS dapat ditafsirkan merestui atau mendukung secara diam RHS. Ia sesungguhnya bisa mencegah terjadinya anarkisme itu seandainya ia menyerukan larangan terhadap warganya, namun ia diam dan karena diamnya ditafsirkan sebagai benÂtuk persetujuan makan terjadilah anarkisme itu.
Seseorang dapat dilakukan turut serÂta melakukan perbuatan pidana manakala seseorang memiliki kapasitas untuk menceÂgah perbuatan tersebut. Dalam skala tertentu melakukan pembiaran orang untuk melakuÂkan RHS, padahal ia memiliki kapasitas mencegahnya, maka sikap diamnya itu daÂpat disamakan turut serta melakukan RHS. Sikap diam tersebut bisa dianggap "dukungan diam" terhadap RHS. Bahkan sikap diam tersebut bisa dibaca sebagai intellectual actor terhadap RHS. Memang tidak mudah menjaÂdi tokoh masyarakat, karena ucapan dan diÂamnya dapat dianggap perbuatan hukum.
Berbeda dengan orang awam atau angÂgota masyarakat biasa, ucapannya saja tidak didengar apalagi diamnya. Dalam Islam, kezaliman, kejahatan, dan kebatilan dalam bentuk apapun, menjadi kewajiban setiap orang untuk mencegahnya. Nabi Muhammad Saw pernah mengingatkan dalam sebuah hadisnya: Jika kalian menyaksikan kezaliÂman atau kemungkaran maka cegahlah denÂgan kekuatan tangannya (
the power). Jika tidak punya kekuatan maka cegahlah dengan seruan atau mulutnya. Jika juga masih belum berdaya cegahlah di dalam bentuk protes baÂtin atau doa, dan inilah manifestasi iman lebih rendah. Dalam Al-Qur'an juga berkali-kali AlÂlah Swt mengingatkan kepada umat manuÂsia untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar. Jika ada orang melakukan pembiÂaran terhadap sebuah kejahatan padahal ia memiliki kemampuan mencegahnya maka itu termasuk perbuatan dosa dan tindakan melaÂwan hukum.
Ujaran kebencian dapat diukur bukan hanÂya dalam bentuk ucapan; baik ucapan melalui bahasa mulut, tulisan, atau mimik, tetapi juga sikap diam atau acuh terhadap RHS itu. DaÂlam skala lebih luas sesungguhnya pemimpin ormas keagamaan tidak boleh diam di dalam menyaksikan warganya melakukan RHS. Pemimpin ormas, khususnya pemerintah, harus berani berbicara (
speak-out) untuk mencegah terjadinya RHS, dan tindakan lain yang dapat dikategorikan pembiaran kezaliÂman. ***