Dalam putusan itu, MA mengÂabulkan permohonan Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar untuk membatalkan pergub tersebut. Majelis hakim yang dipimpin Irfan Fachruddin menyatakan, aturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Lantas bagaimana tanggapan BPTJ terkait putusan MA terseÂbut? Berikut penuturan lengkap dari Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono kepada
Rakyat Merdeka.
Bagaimana tanggapan Badan Pengola Transportasi Jabodetabek terkait putusan Mahkamah Agung? Jadi begini, sebelum saya samÂpaikan tanggapan terkait putusan MA, saya ingin kasih gambaran tentang kebijakan kendaraan roda dua dulu. BPTJ ini mempunyai keperluan mengatur pergerakan orang, penumpang, maupun pergerakan barang atau logistik. Dikarenakan selama ini pergÂerakan orang, penumpang, dan logistik tidak sangat efisien. Dan pergerakan ini sudah dibiarkan terlalu lama. Hingga kini belum ada lagi kebijakan-kebijakan yang mengatur agar pergerakan orang, penumpang, dan logistik lebih efisien, aman, dan nyaman. Padahal Perserikatan Bangsa- Bangsa mencatat, penyebab kematian terbesar di dunia ialah kecelakaan kendaraan di jalanan hingga menduduki peringkat keÂtiga, setelah kanker dan jantung. Kalau hal ini dibiarkan, lama keÂlamaan bisa berada di peringkat pertama. Maka dari itu pemeritah perlu mengatur itu, pemerintah tidak boleh berdiam diri. Data yang ada di Indonesia justru kecelakaan terbesar dihadapi kendaraan roda dua. Bahkan, data kecalakaan liburan mudik lebaran tahun 2017, nyaris 70 persen itu disebabkan akibat kecelakaan roda dua. Masak konÂdisi ini pemerintah masih harus berdiam diri. Dengan demikian BPTJ perlu mengatur perjalanan kendaraan roda dua.
Apakah BPTJ sudah melakukan riset terkait keÂsalamatan kendaraan roda dua di Jalan Medan Merdeka Barat hingga MH Tahmrin? Sudah dong. Kami punya hasil studi kerugian pertahun itu menÂcapai Rp 1,9 triliun akibat mengÂgunakan roda dua, ada kajiannya kok. Maka dari itu kami pernah mengusulkan supaya kendaraan roda dua tidak masuk Jalan Medan Merdeka Barat hingga Thamrin. Akan tetapi walaupu demikian itu semua kewenangan gubernur.
Itu riset kerugian, kalau riset terkait data kecelakaan pengendara sepeda motor sudah? Itu semuanya sudah terkait dengan keselamatan. Jadi BPTJ menghiÂtungnya kerugian ekonomi.
Jadi konkretnya berapa data angka kecelakaan lalu lintas di seputaran Jalan Medan Merdeka Barat hingga MH Thamrin hingga BPTJ dulu mengusulkan agar para biker diharamkan masuk jalan itu? Jadi pokoknya kerugian ruÂpiah, saya bicara terkait kerugian rupiah, akibat tidak efisien, akibat penyakit, akibat bahan bakar, itu semua terhitung Rp1,9 triliun perÂtahun. Itu sudah semua termasuk yang meninggal. Jadi BPTJ itu berbicara kerugian atau ekonomi clossis. Kalau BPTJ bukan bicara kematian, melainkan ekonomi clossis, artinya lebih makro lagi. Kalau bicara kematian dan segala macam datanya ada di Kordinator Lalu Lintas Polri.
Tapi banyak kalangan menilai sejatinya kemacetan di Jakarta bukan semata disebabkan oleh kendaraan roda dua saja toh? Nah, yang saya perjuangkan itu keselamatan bukan kemacetan. Ini bicara masalah keselamatan. Kalau masalah kemacetan banÂyak penyebabnya, termasuk roda empat, bangunan proyek juga menyebabkan kemacetan. saya tidak menyinggung kemacetan tapi keselamatan.
Sejauh ini seperti apa sih pandangan BPTJ terhadap pengendara sepeda motor? Kendaraan roda dua itu buÂkan untuk kendaraan jarak jauh. Selama ini masyarakat Indonesia mengendarai roda dua dari Bekasi, Sudirman, lalu Thamrin, berapa kilometer itu, pasti lebih dari 25 kilometer. Yang benar saja kendaraan roda dua digunakan sepanjang itu. Makanya, kami harus mengatur supaya tidak ada lagi kendaraan roda dua bersinggungan dengan kendaraan roda empat di jalan utama karena bisa menyebabkan kecelakaan fatal. Oleh karena itu, terkait keputusan MAhari ini BPTJ akan melakukan disÂkusi, supaya jelas sebenarnya apa dasar MAmengambil keputusan tersebut. Saya akan pelajari dulu supaya nanti saya tidak salah menjawab. Intinya adalah jika memang keputusan itu seperti yang diputuskan MA, kami seÂbagai warga negara yang baik patuh dengan putusan tersebut. Indonesia kan negara hukum harÂus patuh dengan putusan hukum. Namun, saya mengimbau dan mendorong Pemda DKI untuk melakukan klarifikasi. Pasalnya, ini kan kewenangan Pemda DKI terkait Peraturan Gubernur yang dibatalkan untuk mengklarifikasi lalu diperjuangkan kembali.
Dengan alasan tersebut agaknya BPTJ kekeuh menoÂlak keputusan MA? Bukan menolak, kan itu kepuÂtusan hukum kami patuhi itu. Namun bukan berarti Pemda DKI tidak diberi kesempatan unÂtuk mengklarifikasi. Tolonglah digunakan momen itu untuk mengklarifikasi.
Putusan MA ini kan sifatnya mengikat bagi pemprov, apakÂah BPTJ tetap akan mendorÂong agar pemprov melakukan perlawanan hukum? Tidak, tidak, bukan melawan hukum. Sama dengan polemik taksi online. Ingat dengan poÂlemik taksi online yang lalu. Awalnya dibatalkan lalu peÂmerintah mengajukan kembali perbaikannya. ***