Pancasila & Nasionalisme Indonesia (75)

Mendalami 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab': Memelihara Keturunan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 18 Oktober 2017, 08:35 WIB
Mendalami 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab':  Memelihara Keturunan
Nasaruddin Umar/Net
MEMELIHARA nama baik keturunan salah satu prinsip kemanusiaan yang amat di­junjung tinggi dalam Islam. Sesungguhnya bukan han­ya agama Islam tetapi selu­ruh agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia tidak ada yang memberikan tem­pat yang wajar bagi perzi­nahan. Bahkan zina bukan hanya merupakan dosa besar tetapi juga aib besar dalam kultur masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, prinsip kemanusiaan yang dianut di dalam Pancasila, sebagaimana tercantum dalam sila kedua ialah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Berketu­runan dianjurkan tetapi keturunan yang prose­dural dan wajar menurut ajaran agama dan kae­dah moral. Budaya kumpul kebo bukan budaya Indonesia. Kemanusiaan yang melanggar kae­dah agama dan moral tidak bisa disebut prike­manusiaan.

Dalam Islam, hubungan sosial sangat disiplin diatur di dalam Al-Qur’an dan hadis. Ditegaskan dalam ayat: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu per­buatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk". (Q.S. al-Isrâ'/17:32). Dalam ayat ini ditegaskan mendekati zina saja tidak dibenarkan apalagi melakukannya. Jika seseorang melakukannya diancam dengan hukuman yang amat keras. Dicambuk dengan hukuman cambuk maksi­mum kala pelakunya bujang, belum beristri atau bersuami. Akan tetapi jika sudah berkeluarga pelakunya diancam dengan hukum rajam, yaitu ditanam di tanah di tempat umum sampai leher lalu kepalanya dilempar sampai yang bersang­kutan meninggal.

Anak lahir di luar nikah yang legal akan mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan Akta Kelahiran (AK). Tanpa AKanak itu sulit di­masukkan dalam Kartu Rumah Tangga (KRT), tanpa KRTsulit mendapatkan Kartu Tanda Pen­duduk (KTP), dan tanpa KTP sulit mendapatkan pelayanan publik, termasuk pengurusan paspor, Surat Izin Mengendara (SIM). Belum lagi anak itu sulit mendapatkan hak perwalian dari ayah biologisnya, tidak bisa mendapatkan tunjangan gaji dan asuransi. Banyak lagi kesulitan yang akan dialami oleh anak yang lahir di luar nikah. Perkawinan dalam Islam dan oleh negara ses­uatu yang amat penting. Bukan hanya menyang­kut legalitas hukum agama tetapi juga hukum nasional dan budaya masyarakat.

Anjuran untuk kawin di dalam Islam berka­li-kali ditemukan dalam redaksi yang berbe­da, baik dalam ayat maupun hadis Nabi. Di antaranya ialah hadis Nabi: "Wahai para pe­muda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka hendaklah dia me­nikah. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia melakukan puasa (su­nah). Karena sesungguhnya puasa itu men­jadi obat bagi dia".

Setelah perkawinan idealnya tidak diir­ingi perceraian (thalaq). Perceraian melahir­kan dampak kemanusiaan yang luar biasa. Jika terjadi perceraian maka biasanya diir­ingi menculnya orang-orang miskin baru, terutama istri dan anak-anak. Posisi kultur­al status janda tidak seberuntung dengan duda. Seorang janda masih mendapatkan stigma negatif di masyarakat. Anak-anak yang tadinya sekolah di sekolah unggulan tiba-tiba pindah ke sekolah murahan karena tidak dapat lagi support biaya dari ayahnya. Apalagi perceraian dekade terakhir ini makin memprihatinkan. Setiap tahun terjadi per­ceraian 12 persen dari sekitar 2 juta pasang. Sekitar 80 persen perceraian terjadi dalam usia perkawinan di bawah lima tahun. Bisa dibayangkan pasti anak-anak mereka masih keci, dan jandanya masih mudah. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA