Hubungan antara Tuhan dan makhluk menuÂrut kalangan sufi, lebih ditekankan kepada aspek keserupaan (
tasybih), keterbandingan (
compaÂrability), dan keesaan mutlak (
al-Wahdah/The One). Sedangkan kalangan mutakallimin/teÂolog dan kalangan fuqaha, lebih menekankan aspek perbedaan (
tanzih), ketakterbandingan (
uncomparability), dan dualitas (
The Oneness). Hubungan Khusus antara Tuhan dan manuÂsia bagi kalangan sufi lebih ditekankan aspek kedekatan dan kebersamaan (
immanency). Manusia merupakan lokus pengejawentahan (
majla) dan lokus penampakan (
madhhar) naÂma-nama dan sifat-Nya, yang sengaja diciptaÂkan dari diri-Nya sendiri.
Berbeda dengan pandangan kalangan sufi yang menganggap makhluk Tuhan sebagai jauÂhar atau ‘aradh yang memanifestasikan subÂstansi Tuhan. Dengan demikian, wilayah perÂbatasan antara Khaliq dan makhluk menjadi tidak jelas. Satu sisi tidak bisa dipisahkan karÂena satu substansi yang lainnya manifestasi, tetapi pada sisi lain diakui antara Sang Khaliq tidak identik dengan khaliqnya, meskipun tidak dapat dipisahkan. Karena itu, Ibnu 'Arabi tidak menggunakan istilah al-Khaliq dan al-makhluk tetapi al-Haq dan al-Khalq.
Para mutakallimin dan fuqaha lebih menekaÂnkan aspek kejauhan dan keterpisahan (
tranÂcendency). Manusia seolah-olah berada jauh dengan Tuhan, apalagi dihubungkan dengan dosa awal manusia di surga yang membuat diÂrinya terlempar jauh dari Tuhan. Manusia beruÂsaha untuk selalu mendekatkan diri (
taqarrub) dengan berbagai persembahan kepada-Nya. Semakin taat dan patuh seorang hamba terhÂadap Tuhan-Nya semakin dekat pula hamba itu, demikian pula sebaliknya.
Bagi kalangan sufi, Tuhan adalah Sang Hakekat Wujud (al-Haqiqah al-Wujud) yang biÂasa disebut al-Nufus al-Rahman yang "mengaÂlir" menjadi atau kepada setiap makhluk (khalq). Wujud makhluk berupa alam raya dengan segala macam isinya tidak lain adalah refleksi atau madÂhhar dari Sang Hakekat Wujud. Antara madhar dan Sang Hakekat Wujud merupakan satu kesÂatuan (tauhid) yang tak terpisahkan. Meskipun demikian, tidak bisa dikatakan antara keduanya identik. Mungkin hubungan ini kurang tepat disÂebut dualitas teapi polaritas, atau dua dimensi komplementer dari realitas tunggal.
Ketika para mutakallimin ditanya apakah wuÂjud itu banyak atau satu maka mereka pasti menjawab wujud ini banyak. Sebaliknya jika diÂtanya kalangan sufi mereka menjawab wujud ini hanya satu. Yang kelihatan banyak hanya bayangan (tajalli)-Nya. Para sufi memahami
The many is the one dan the one is the mani, meskipun penjelasannya ada yang mengataÂkan:
The many in the one. Yang lainnya menÂgatakan:
The one in the many, dan yang ketiga mengatakan:
The many in the one and the one in the many. Allahu a'lam.