Pancasila & Nasionalisme Indonesia (29)

Peran Ulama & Umara

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 28 Agustus 2017, 08:15 WIB
Peran Ulama & Umara
Nasaruddin Umar/Net
ADA dua istilah yang sering di­gunakan dalam arti pemimpin. Pemimpin pemerintahan biasa disebut umara (dari kata amir: Pemerintah) dan pemimpin agama disebut ulama (dari kata ‘alim: Ahli imu agama). Umara dan ulama sama-sama memi­liki fungsi di dalam masyarakat NKRI. Umara membutuhkan ulama untuk meligitimasi program pembangunan dan sekaligus memotifasi umat untuk mendukung program tersebut. Ulama juga membutuhkan um­ara untuk memberi dukungan legal-formal berlaku­nya hukum-hukum agama di dalam masyarakat. Se­orang perempuan gadis tanpa wali nasab maka wali perkawinannya ialah ulil amr dalam hal ini umara.

Posisi dan peran ulama di dalam NKRI san­gat penting. Bukan hanya sama-sama para umara mendeklarasikan kemerdekaan bangsa tetapi juga hingga saat ini tetap memegang peran kunci di dalam masyarakat. Ada sejumlah peratutan perundang-un­dangan secara eksplisit menyebutkan nomen klatur Mulis Ulama Indonesia (MUI) seperti dalam UUPer­seroan Terbatas, UUPerbankan Syari'ah, UUJami­nan Produk Halal, dll. Sebailknya pentingnya umara di dalam agama juga ditegaskan dalam Al-Qur’an: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Ke­mudian jika kamu berlainan pendapat tentang ses­uatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beri­man kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (Q.S. al-Nisa'/4: 59).

Undang-undang dan ayat Al-Qur’an tersebut di atas menjelaskan kepada kita bahwa tidaklah te­pat mendikotomikan peran ulama dan umara. Um­ara adalah pemimpin eksekutif yang bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan, yang da­lam menjalankan kepemerintahan itu tidak boleh bertentangan dengan prisip yang dituntunkan oleh agama dan bimbingan para ulama. Sedangkan ulama adalah representasi fungsi kenabian yang bertanggung jawab untuk menuntun masyarakat, termasuk umara, agar tetap di atas jalan yang be­nar, sebagimana dijelaskan Rasulullah: Al-'ulama' waratsah al-anbiya' (ulama adalah ahli waris Nabi). Ulama adalah representasi dan sekaligus pengaw­al ajaran Al-Quran dan hadis, sedangkan umara lebih kepada implementator dari kebijakan univer­sal yang digariskan oleh ulama dan tokoh-tokoh agama di dalam masyarakat. Kedua-duanya ber­fungsi untuk mewujudkan masyarakat yang ideal, sebuah masyarakat yang mandiri dan berjalan di atas landasan dan prinsip yang benar. Tidak boleh satu sama lain mengklaim diri lebih benar atau leb­ih berperan. Keduanya ibarat satu mata uang yang memiliki dua sisih yang berbeda.

Kehadiran, fungsi, dan peran ulama di dalam konteks nation state, fungsinya berbeda-beda di setiap negara. Ada negara yang memberikan fung­si pengawasan dan sekaligus penentu kebijakan secara mutlak, dalam arti rumusan kebijakan pe­merintah (umara) harus mendapatkan persetujuan dan legitimasi terakhir dari otoritas ulama. Negara seperti ini antara lain Negara Republik Islam Iran, Afganistan dulu di bawah Taliban, dan beberapa Negara Islam lainnya. Ada juga yang negara yang menempatkan ulama sebagai simbol tata kelola negara tetapi pemerintah (umara) lebih dominan di dalam penentuan kebijakan. Di dalam konstitusi jelas masih dicantumkan peran ulama di dalamnya. Negara seperti ini ialah Brunei Darussalam dan sejumlah negara mayoritas berpenduduk muslilm lainnya. Di Indonesia, peran ulama jelas dan sudah menjadi kovensi. Meskipun ulama tidak dicantum­kan di dalam UUD 1945 tetapi semangat Pembu­kaan UUD 1945 tetapi turunan konstitusi ini dalam bentuk UUsudah memberikan pengakuan secara eksplisit ulama, sebagaimana disebutkan di atas. Kita mengenal ada majlis-masjlis agama, seperti Majlis Ulama Indonesia untuk agama Islam(MUI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) untuk agama Protestan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk agama Katolik, dan majlis-majlis agama lain­nya. Dalam urusan hukum positif merupakan do­main pemerintah (umara) sedangkan domain hu­kum agama secara detail merupakan domain MUI atau majlis-majlis agama lainnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA