Seperti diketahui, baru-baru ini KPK berhasil menangkap tangan pejabat daerah Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur karena diduga mengkorupsi dana desa. Mirisnya mereka yang terlibat dalam kasus itu dari mulai pejabat yang paling atas hingga kepala desa. Mereka adalah; Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Inspektur Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi, Kepala Bagian Administrasi pada Inspektorat Noer Solehhoddin, serta Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya. Seluruhnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Sebelumnya KPK juga berhaÂsil menangkap tangan Inspektorat Jenderal Kemendes Sugito dalam kasus suap pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) BPK terhadap laporan keuangan Kemendes. Empat orang terjaring dalam operasi itu dan kasus ini sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor. Mereka adalah; Rochmadi Saptogiri (auditor utama BPK) Ali Sadli (auditor BPK), Jarot Budi Prabowo (pejabat Eselon III Kemendes PDTT), dan Sugito (Irjen Kemendes PDTT).
Lantas apa saja langkah evaluÂasi yang dilakukan Kemendes agar dana desa tak menjadi lahan korupsi? Berikut penuÂturan Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes, Taufik Madjid.
Apa saja bentuk evaluasinya?Banyak hal. Di samping kelembagaan, di samping aparaÂtur pemerintah kami dorong, kami lakukan penguatan pada pengawasan. Nah, pengawasanÂnya ada dua macam.
Apa saja itu? Pertama adalah pengawasan yang paling efektif, yaitu penÂgawasan masyarakat. Untuk itu kami ada Satgas Dana Desa, lalu kami punya call center1500040, di KPK ada lapor, ada jaga desa semuanya kami efektifkan seÂmua pengawasan masyarakat.
Cara kedua?Kedua adalah pengawasan aparatur tingkat bawah. Kuncinya monitoring evaluasi oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Kemi perkuat SKPD-nya. Kemudian APIP(Aparat Pengawas Internal Pemerintah) juga kami perkuat. Nah ini satu kerangka sistemik dan massif untuk menjaga dana desa supaya bisa dikelola dengan baik.
Apakah penguatan penÂgawasan saja cukup untuk mencegah kejadian serupa terulang?Kami berusaha supaya kasus Pamekasan ini menjadi kasus yang terakhirlah. Kami beruÂsaha seperti itu kan. Ini masalah korupsi adalah masalah oknum yah, programnya tidak salah. Dana desa program yang baik. Tapi kan yang namanya korupsi bukan hanya di desa, di provinsi, kabupaten, dan tingkat nasional juga ada korupsi.
Makanya yang mau kami buat adalah mengubah mindset masyarakat kita. Dan itu dimulai pada perubahan masyarakat tingÂkat kabupaten. Aparat di tingkat kabupaten, camat misalnya harus mengubah itu semua. Tidak bisa dikutip, tidak bisa bikin aturan yang panjang, yang tidak efisien. Kami berharap dengan sistem yang baik ini, apa yang ditanÂyakan tadi bisa dikelola dengan lebih baik. Kuncinya transparan dan akuntabel.
Yang bertanggung jawab mengelola pembangunan desa kan bukan cuma Kemendes saja, akibatnya kerap terjadi tumpang tindih kebijakan seÂhingga membuka celah untuk korupsi. Apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini?Kami melakukan konsoliÂdasi. Bila ada Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) yang bertabrakan, kami akan duduk bareng untuk memÂbahasnya. Saat ini sebetulnya sudah terlaksana konsolodasi ini, yang kami sebut task force. Tiap dua bulan Kemendagri, Kemendes, Kemenkeu, BPKP, KPK, Kemenko PMK kumpul sama-sama untuk membicarakan mana kebijakan yang tumpang tindih. Kita bahas, kita klirkan supaya tidak ada yang tumpang tindih, untuk kemudian dijadiÂkan produk bersama.
Hanya itu?Lalu nanti kami juga akan terÂbitkan SKB (Surat Keputusan Bersama) empat menteri, yaitu Mendagri, Mendes, Menkeu, dan Kepala Bappenas. SKB 4 menteri ini baru rencana, belum tanda tangan. Nanti ada tim evaluasi monitoring dana desa yang diinisiasi oleh Kemenko PMK. ***
BERITA TERKAIT: