Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Periksa Pejabat Setingkat Direktur Di Deputi Penindakan

Dugaan Kebocoran Penyidikan Kasus E-KTP

Rabu, 16 Agustus 2017, 09:24 WIB
KPK Periksa Pejabat Setingkat Direktur Di Deputi Penindakan
Foto/Net
rmol news logo Penyidikan kasus korupsi e-KTP diduga telah bocor. Kalangan DPR bisa mengetahui siapa saja saksi yang bakal dipanggil. Menyikapi hal itu, KPK melakukan pemeriksaan internal terhadap pejabat setingkat direktur di Deputi Bidang Penindakan.
Selamat Berpuasa

 "Arahan pimpinan sudah disampaikan bahwa terkait dengan informasi yang muncul, tentu pemeriksaan internal akan kami lakukan," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.

Febri menandaskan, pemeriksaan internal dilakukan untuk menjaga agar penanganan perkarayang dilakukan KPK tetap independen dan profesional.

"Meskipun itu bisa jadi tidak benar, atau bisa jadi juga benar, maka proses pemeriksaan inter­nal akan kami lakukan, untuk memastikan dan klarifikasi se­jauh mana validitas informasi tersebut," kata Febri.

Dugaan kebocoran informasiitu mencuat setelah jaksa KPK memutar rekaman video pemeriksaan Miryam sebagai saksi kasus e-KTP dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 14 Agustus 2017.

Rekaman video itu menggambarkan pemeriksaan Miryam yang dilakukan pada 1 Desember 2016. Saat itu, Miryam sempat mempertanyakan independensi KPK dalam menangani perkara.

"Pak boleh nggak saya ngomong? KPK itu independen atau gimana sih? Kok kenyataannya nggak? Yang dilihat kami di anggota DPR, setiap anggota DPR punya masalah, dalam tanda kutip itu pasti langsung dipanggil oleh Komisi III", tanya Miryam kepada Novel Baswedan, penyidik kasus e-KTP yang memeriksanya.

Dalam rekaman video itu, Novel lalu menanyakan siapa pejabat KPK yang dipanggil Komisi III DPR. Miryam mengakutak kenal orangnya.

Miryam lalu menunjukkan sebuah catatan kepada Novel. Setelah membaca catatan yang disodorkan Miryam, Novel baru mengetahui pejabat KPK di­maksud adalah pejabat setingkat direktur di Deputi Penindakan.

Dalam susunan organisasi KPK, Deputi Bidang Penindakan membawahkanDirektur Penyelidikan, Direktur Penyidikan, Direktur Penuntutan, Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi, serta Kepala Sekretariat Deputi Bidang Penindakan. Kemudian, Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan dan Direktur Penuntutan membawahkan satgas-satgas.

Miryam juga membeberkan ada tujuh orang dalam KPK yang memberitahu jadwal pemerik­saan saksi-saksi kasus e-KTP kepada anggota Komisi III DPR. Tiga pengacara juga mengetahui jadwal pemeriksaan saksi-saksi.

Miryam mengaku diberi tahu salah seorang anggota Komisi III bakal dipanggil menjadi saksi kasus e-KTP. Anggota DPR itu lalu memberi gambaran proses pemeriksaan yang bakal dialami Miryam di KPK.

"Ternyata sebulan lalu Bu Miryam diberitahu beberapa anggota DPR Komisi III akan dipanggil KPK," kata Novel menanggapi informasi dari Miryam.

Yang lebih mengejutkan, Miryam memberi tahu dirinya diminta menyerahkan uang Rp 2 miliar agar dapat diamankan dari kasus e-KTP.

"Intinya Ibu diminta jangan mengadu apapun sama kita di sini. Cuma ya diomong-omong di sana ada tujuh orang penting dan tiga lawyer," saran Novel kepada Miryam setelah menda­pat info soal itu.

Dalam persidangan Senin lalu, jaksa mengonfirmasi rekaman videoitu kepada penyidik KPK yang pernah memeriksa Miryam.

Miryam pernah diperiksa tiga penyidik KPK Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Susanto. Hingga kini Novel masih perawatan mata di Singapura. Jaksa menghadir­kan Damanik dan Irwan untuk menjelaskan rekaman video pemeriksaan Miryam.

Damanik membenarkan infor­masi yang disampaikan Miryam kepada Novel. Saat pemeriksaan Miryam, Damanik berada di satu ruangan. "Waktu itu Beliau (Miryam) tanya, KPK indepen­den apa tidak, karena Beliau merasa setiap ada persoalan yang dialami anggota DPR, maka akan dipanggil Komisi III, ditanya dan sedikit diintimidasi," kata penyidik senior itu.

Damanik juga membenarkan dalam pemeriksaan itu Miryam menunjukkan catatan berisi na­ma-nama pejabat KPK. "Beliau jelaskan tentang adanya tujuh pegawai KPK yang disebut oleh anggota Komisi III, yang katanya Beliau (Miryam) harus diamankan,"tutur Damanik.

Kilas Balik
Sekretaris Ketua KPK Dipecat Tak Hormat

Bocorkan Sprindik

Diera Abraham Samad menjabat Ketua KPK, terjadi kebocoraninformasi mengenai surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum dalam kasus ko­rupsi proyek Hambalang.

Para pejabat komisi antirasuah pun menjalani pemeriksaan oleh Komite Etik. Hasilnya, Komite Etik Komisi menyatakan Sekretaris Ketua KPK telah mem­bocorkan sprindik Anas.

Keputusan dibacakan dalam sidang terbuka, 3 April 2013. Hadir dalam sidang tersebut adalah empat pemimpin KPK yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, Zulkarnaen dan Busyro Muqoddas, dengan Abraham dan Adnan sebagai terperiksa dalam kasus ini.

Dalam sidang tersebut, Ketua Komite Etik Anies Baswedan mengakui telah terjadi kebocoran dokumen KPK berupa konsep perintah penyidikan atas nama Anas Urbaningrum. Pelakunya adalah Wiwin Suwandi, Sekretaris Ketua KPK, Abraham Samad.

Menurut Komite Etik, Wiwin telah membocorkan surat terse­but kepada dua wartawan. Selain membocorkan Sprindik atas na­ma Anas Urbaningrum, Wiwin juga pernah membocorkan do­kumen KPK lainnya terkait penyidikan kasus suap Bupati Buol, kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi Polri dan suap impor daging sapi.

Atas tindakannya itu, kata Anies, Wiwin akan diberikan sanksi oleh Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai KPK dan bukan oleh Komite Etik.

"Seseorang (Wiwin) yang tidak memiliki pengalaman berada di tempat yang sangat strategis, sangat penting, me­lihat dokumen seperti ini jus­tru dikabarkan kepada semua. Menurut Wiwin, motivasinya memberi tahu saja. Ada perasaan benci karena menurut pengakuan dia, (tersangka) melakukan tin­dak korupsi tetapi penampilan­nya kayak orang tidak punya dosa," kata Anies.

Sementara Ketua KPK Abraham tidak terbukti membo­corkan dokumen atas nama Anas Urbaningrum. Tapi, lanjut Anis, perbuatan dan sikap Abraham yang tidak sesuai dengan kode etik pimpinan KPK menciptakan situasi terjadinya kebocoran. Sedangkan pemimpin KPK lainnya, Adnan Pandu Praja juga dinyatakan melanggar kode etik pimpinan KPK.

"Menyatakan terperiksa satu Abraham Samad melakukan pelanggaran sedang terhadap Pasal 4, Pasal 6 ayat 1 Kode Etik Pimpinan KPK. Oleh karena itu, kami menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis yaitu terperiksa I Abraham Samad harus memperbaiki sikap, tin­dakan dan perilaku," kata Anies membacakan putusan.

"Menyatakan terperiksa II, Adnan Pandu Praja melakukan pelanggaran ringan terhadap Pasal 6 Kode Etik Pimpinan KPK, dan oleh karena itu men­jatuhkan sanksi berupa peringa­tan lisan," lanjut Anies memba­cakan putusan.

Komite Etik tidak menemukan indikasi bahwa Abraham telah memerintahkan Wiwin untuk membocorkan surat tersebut ke wartawan.

Dalam sidang tersebut, Komite Etik juga mengeluarkan sejum­lah rekomendasi. Di antaranya pentingnya manajemen pelak­sanaan informasi, pengawasan internal terkait prosedur, kode etik dan peraturan pegawai.

Wiwin Suwandi, Sekretaris Ketua KPK Abraham Samad yang terbukti membocorkan surat penyidikan atas nama Anas Urbaningrum sebagai tersangka korupsi Hambalang secara resmi su­dah dipecat secara tidak hormat.

Sepekan kemudian, Dewan Pengawas Pegawai (DPP) KPK merekomendasikan agar Wiwin dipecat secara tidak hormat. "Pimpinan sudah menyetujui," kata Johan Budi, juru bicara KPK saat itu. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA