Walaupun sama-sama mengklaim diri seÂbagai negara Islam tetapi konsep makro dan mikro negara-negara tersebut tidak identik satu sama lain. Ada yang menganut pola pemerinÂtahan kerajaan dan ada pola pemerintahan reÂpublik yang demokratis. Bagi mereka, disebut apa saja sistem pemerintahan itu, yang pentÂing Al-Qur’an dan Hadis tetap menjadi konstiÂtusi tertinggi di dalam negara maka tetap daÂpat dikatakan sebagai negara Islam, atau istilah lebih lembutnya "negara muslim".
Memang ada sejumlah negara yang tidak secara eksplisit mengklaim diri sebagai negÂara agama tertentu, tetapi mengklaim Agama tertentu sebagai agama resmi negara. BedanÂya dengan negara Islam, negara ini tetap tidak ingin diklaim sebagai negara agama. Fungsi agama yang disebut sebagai agama resmi negÂara ini lebih kepada kepentingan seremonial, karena hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negera ini tidak sepenuhnya seperti tercantum di dalam kitab suci agama tersebut. Proses pembentukan hukum dan perundang-undangan lebih banyak ditentukan melalui proses demokratis yang mengakomodir berÂbagai varian yang ada di dalam masyarakat. Namun demikian segala produk hukum diuÂpayakan tidak bertentangan prinsip dasar dari ajaran agama resmi tersebut. Contoh negara seperti ini ialah Malaysia, sebagaimana dituÂangkan dalam Konstitusi Malaysia pada pasal 3 ayat 1: "Agama Islam adalah agama resmi bagi perseketuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai dimana-mana bahagian persekutuan". Kehadiran Islam sebagai agama resmi Malaysia tidak menafikan agama-agama lain sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat 1: "Setiap orang mempuÂnyai hak untuk menyatakan dan mengamalkan agamanya, tertakluk pada klausul (4) untuk meÂnyebarkannya".
Agak sulit mendefinisikan sebuah negara sekuler kalau yang dimaksud negara sekuler itu negara yang memberikan pemisahan pengaturan agama dan negara. Sulit menemukan sebuah negara di kolom langit ini yang terbebas sama sekali dengan praktek keagamaan di dalam peÂnyelenggaraan kenegaraan. Sesekuler apapun sebuah negara, tetap saja praktek keagamaan seÂlalu muncul dalam penyelenggaraan kenegaraan. Minimal pengambilan sumpah pejabat dilakukan menurut ajaran agama yang dianut pejabat yang bersangkutan. Hampir semua lagu kebangsaan di negara-negara Eropa dan Amerika menyebut nama Tuhan. Amerika Serikat sendiri masih terÂus mewajibkan lagu-lagu pujian terhadap Tuhan pada murid-murid sekolah.
Namun jika yang dimaksud negara sekuler ialah negara yang menghindari kerancuan antara negara dan agama, lalu urusan peÂmerintahan diberikan kepada para pemerintah khususnya kepada pihak eksekutif, sementaÂra agama diserahkan pengaturannya kepada pemimpin agama, maka negara-negara sepÂerti ini dapat ditemukan di mana-mana, bukan saja di dalam negara-nagara mayoritas penÂduduknya non-muslim, seperti di Eropa dan Amerika, tatapi juga di negara-negara musÂlim, seperti Turki yang semenjak dipimpin oleh presiden pertamanya, Mustafa Kemal Attaturk (1881-1930) sampai sekarang tetap mengklaim negaranya sebagai negara sekuler. Ia pernah mendemonstrasikan masjid-masjidnya azan dengan menggunakan bahasa Turki, termasuk kantor-kantor Pengadilan Agama. ***