Kemarin, Yasonna akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi kasus koÂrupsi e-KTP. Ini merupakan panggilan ketiga untuk dirinya. Sebelumnya, Yasonna sudah dua kali tak memenuhi pangÂgilan KPK.
Yasonna tiba di gedung KPK menjelang tengah hari. Ia menÂjalani pemeriksaan sekitar 4 jam sebagai saksi perkara terÂsangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Sebagai Kapoksi PDIP di Komisi II DPR periode 2009-2014, Yasonna dianggap mengeÂtahui proses pembahasan proyek e-KTP bersama Kementerian Dalam Negeri saat itu.
"Untuk saksi Yasonna datang pemeriksaan kami lakukan penÂdalaman, materi terkait dengan proses awal anggaran kasus e-KTP," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Febri membenarkan Yasonna juga ditanya seputar aliran dana yang diduga diterima anggota Komisi II. "Beberapa informasi indikasi adanya aliran ke semua pihak juga menjadi kita konfirÂmasi lebih jauh," katanya.
Febri menyebutkan informasi terkait aliran dana itu sebenarnya sudah dimunculkan pula dalam persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto, dua bekas pejabat Kemendagri.
Selain itu, informasi itu juga disampaikan dalam surat tunÂtutan untuk kedua terdakwa itu. "Sudah disampaikan rinci. Dan beberapa bukti yang muncul dalam tuntutan tersebut baik unÂtuk dua orang terdakwa maupun pihak lain yang diduga terkait pengadaan kasus e-KTP," kata Febri.
Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, sejumlah anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebutkan menerima uang terkait proyek e-KTP. Salah satunya Yasonna. Ia disebut menerima duit 84 ribu dolar Amerika. "Kami harus kumpulÂkan fakta dan bukti yang relevan dan mengkonfirmasi dalam kasus ini," kata Febri.
Lantaran itu, penyidik KPK perlu meminta klarifikasi dari Yasonna mengenai dengan duÂgaan aliran dana itu. "Kita beÂlum bisa berandai-andai secara persis siapa saja terbukti menÂerima aliran dana karena semua indikasi sudah dibuka dalam proses persidangan. Sebagian sudah kembalikan uang kepada penyidik KPK saat diperiksa penyidik, itu bukti dalam perÂsidangan nanti," ujar Febri.
Usai menjalani pemeriksaan, Yasonna enggan membeberÂkan isi pemeriksaan dirinya. "Pokoknya saya sudah berikan (keterangan) kepada penyidik. Titik," kata pria berkaca mata bulat itu.
Ia enggan menjelaskan menÂgenai surat dakwaan jaksa KPK menyebutkan dirinya kecipratan duit proyek e-KTP.
Namun sebelumnya Yasonna pernah memberikan keterangan kepada wartawan bahwa ia tak terlibat proyek e-KTP. "Saya kaget mendengar nama saya dicatut dan dituduh menerima dana bancakan e-KTP. Saya tidak pernah menerima dana tersebut dan tidak pernah berÂhubungan dengan para terdakwa dalam proyek e-KTP," katanya lewat keterangan tertulis.
Ia keberatan pencantuman namanya sebagai salah satu penÂerima duit haram terkait proyek e-KTP dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto. Padahal, ia belum pernah dikonfirmasi mengenai hal itu oleh KPK.
Kilas Balik
Ganjar Menolak, Duit Diserahkan Ke Kapoksi PDIP
Dokumenyang diduga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas nama Miryam S Haryani bocor ke publik.
Di BAP dalam bentuk
cam scanner ini diketahui Miryam pernah diperiksa empat kali seÂbagai saksi untuk tersangka Sugiharto pada 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, dan 14 Desember 2016 serta, 24 Januari 2017 lalu.
Miryam diduga perantara pemberian duit terkait proyek e-KTP kepada sejumlah anggota Komisi II DPR periode 2009-2014. Ia mengakui pernah berÂtemu dan berkomunikasi dengan Irman, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri terkait proyek e-KTP.
"Saya juga pernah datang ke Kantor Dukcapil dan di ruangan kerja yang bersangkutan daÂlam rangka pengecekan proyek e-KTP di Kalibata," ungkap Miryam yang dikutip pada halaÂman 2 BAP tersebut.
Miryam mengaku diperintah pimpinan Komisi II untuk memÂbantu mengkoordinir pemberian dari Dirjen Dukcapil yang diÂduga terkait proyek e-KTP.
"Jika ada (pemberian) dari Dukcapil saya diminta menerima dan membagikan sesuai kesepakÂatan dan saya hanya diminta untuk memasukkan dalam masing-masing amplop dan membagikan kepada seluruh anggota komisi II DPR RI," aku Miryam.
Miryam menerima uang dua kaÂli pada medio 2011 dari Sugiharto, Dirjen Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri, bawahan Irman.
Sugiharto mengantar gepokan uang pecahan 100 dolar Amerika yang diikat karet ke rumah Miryam di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Miryam mengakui dua kali menerima uang dari Sugiharto. "Pertama jumlahnya 100 ribu dolar Amerika. Kedua 200 ribu dolar Amerika. Di amÂplop itu ada tulisan 'Komisi II'," aku Miryam dalam BAP.
Atas perintah Chairuman Harapan, Ketua Komisi II saat itu, Miryam membagi-bagi uang itu dalam amplop terpiÂsah. Pada kiriman pertama dari Sugiharto sebanyak 100 ribu dolar, Miryam membaginya untuk seluruh anggota komisi. Masing-masing anggota 1.500 dolar , ketua kelompok fraksi (kapoks) 1.500 dolar, dan untuk empat pimpinan komisi masing-masing 3.000 dolar.
Seluruh amplop berisi uang dollar kemudian diberikan keÂpada nama-nama yang terdaÂta dalam daftarnya. Menurut Miryam, seluruh nama yang terdaftar telah menerima duit yang dibaginya. Kecuali, Wakil Ketua Komisi II dari PDIP, Ganjar Pranowo.
Saya berikan Rp 100 juta kepada Saudara Ganjar Pranowo dari Fraksi PDIP namun dikemÂbalikan lagi kepada saya. "Saya serahkan kembali kepada Saudara Yasonna Laoly selaku Kapoksi," tutur.
Kemudian, Miryam juÂga membagikan uang dari Sugiharto sebesar 200 ribu dolar. Rinciannya, setiap angÂgota komisi dapat 2.500 dolar, kapoksi 2.500, dan pimpinan komisi 3 ribu dolar.
Lagi-lagi, Miryam menuturÂkan Ganjar menolak pemberian ini. Miryam pun menitipkanÂnya kepada Yasonna yang kini Menteri Hukum dan HAM.
Miryam sempat mengoreksi keterangannya pada pemeriksaan 7 Desember 2016. Ia mengubah keterangan mengenai pembagian uang, yakni anggota komisi dapat 3 ribu dolar dan 5 ribu dolar. Sedangkan pimpinan komisi 10 ribu dolar dan 15 ribu dolar.
Baik pada pemeriksaan perÂtama dan kedua, Miryam meÂnyatakan Ganjar satu-satunya yang menolak pemberian uang. Sedangkan pemeriksaan keÂtiga dan keempat penyidik tidak membahas soal nominal dan bagi-bagi uang. ***
BERITA TERKAIT: