Ketentuan dalam i'tikaf tidak dibenarkan melakukan berbagai perbuatan duniawi seperti berhubungan suami-istri, keluar masuk masjid tanpa keperluan, dan dianjurkan menutup auÂrat serta memperbanyak amalan ibadah seperti dzikir, wirid, tafakkur, tadzakkur, di samping shaÂlat dan membaca ayat suci Al-Qur’an. RangkaÂian i’tikaf harus diawali dengan niat. I’tikaf bisa beberapa hari, khususnya pada 10 hari teraÂkhir ('asyr awakhir) bulan Ramadlan. dan bisa juga beberapa saat. Inti i’tikaf sesungguhnya ialah ibadah rohani, yaitu dengan melakukan muhasabah atau mujahadah. Sebagian ulama berpendapat kalau saja orang bisa melakukan muhasabah dengan dengan baik maka sesungÂguhnya lebih baik baginya dari pada shalat suÂnat. Muhasabah bisa diisi dengan dzikir, wirid, tafakkur dan tadzakkur atau amaliah lainnya.
Sesungguhnya zikir dan wirid sama, hanya bedanya dzikir menyebut dan mengingat naÂma-nama Allah secara umum tanpa ketentuan; sedangkan wirid ialah dzikir yang sudah diatur jumlah dan ketentuannya secara rutin. Tafakkur sudah tidak ada lagi bacaan dan hitungan. Yang ada ialah mengingat dan merenung masa lamÂpau kita yang kelam lalu memohonkan ampun kepada Allah Swt. Sedangkan tadzakkur, sudah tidak ada lagi ingatan yang aktif. Yang ada hanÂyalah ketenangan, kebisuan, dan kepasrahan. Tadzakkur ketika orang sedang berada pada puncak kekhusyukan, sehingga ia seolah-olah tidak menyadari diri kalau ia sesungguhnya beÂrada pada tingkat kesadaran paling tinggi, tingÂkatan kesadaran para auliya' dan para Nabi.
I’tikaf sesungguhnya ialah bagaimana mencaÂpai dan mempertahankan kondisi kebahagiaan batin tenang, memperkuat optimisme dan seÂmangat juang (al-raja' wa al-mujahadah) di daÂlam diri. Seseorang perlu sesekali mengecoh kehidupan dunianya dengan melakukan halwat atau takhannus seperti yang pernah dilakukan Nabi di Goa Hira, ketika ia sedang hidup berkeÂcukupan di samping istrinya Khadijah yang kaya dan bangsawan. Untuk kehidupan kita sekarang ini, mungkin tidak perlu mencari goa yang terpencil atau jauh-jauh meninggalkan keÂdiaman dan keluarga. Yang paling penting ada suasana 'uzlah (pemisahan diri) sementara dari hiruk pikuknya pikiran ke sebuah tempat yang sejuk dan nyaman.
Ketika kita beri'tikaf dalam masjid kita berniÂat untuk beri'tikaf karena Allah. Di sanalah kita mengecoh pikiran dan tradisi keseharian kita dengan membaca Al-Qur'an lebih banyak, shaÂlat, tafakkur dan berzikir. Niatkan bahwa masjid ini adalah goa Hira atau goa Kahfi, yang perÂnah mengorbitkan kekasih-kekasih Tuhan, Nabi Muhammad dan Ashhabul Kahfi, melejit ke atas dan mendapatkan pencerahan. Kualitas i’tikaf dapat diukur seberapa tenang dan pasÂrah pikiran dan hati di dalam menjalankannya. Terkadang tidak terasa kita berada pada ujung malam tanpa sedikitpun merasakan rasa nganÂtuk dan kelelahan. I'tikaf dirasakan sebagai sesuatu yang sangat menyenangkan dan saÂmasekali tidak dirasakan sebagai beban. Mari menikmati Ã'tikaf mumpung masih diberi kesemÂpatan oleh Allah Swt!