Ada orang terbiasa menganggap persoalan pentingnya dianggap genting sebagai strategi dirinya untuk menyelesaikan persoalan pentÂingnya. Jika ia tidak menggentingkan persoalan penting maka ia khawatir urusan pentingnya tidak terselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan. Sebaliknya ada juga tipe orang mengentengkan yang genting sebagai strategi untuk mengurai persoalan gentingnya dengan tenang, tidak tergesa-gesa, yang pada akhirnya langkah yang diambil mengecewaÂkan. Akan tetapi yang paling ideal bagaimana menganggap persoalan penting itu penting dan selesaikan secara normatif, bukannya dengan cara darurat. Demikian pula persoalan genting diselesaikan dengan terukur agar persoalan itu dapat diselesaikan dengan baik. Proses penenÂtuan ini diperlukan ketenangan dan kontemplaÂsi, yang dalam bahasa agama disebut tafakkur. Jika masih sulit menentukan pilihan dianjurkan menyelesaikannya melalui shalat istikharah.
Dalam banyak ayat dan hadis menuntun setÂiap orang untuk menyelesaikan setiap urusan dan persoalan secara proporsional, rasional, dan teruÂkur. Allah swt mengingatkan kebiasaan manusia sering tergesa-gesa di dalam mengambil keputuÂsan: Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanÂda-tanda (azab) -Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (Q.S. al-Anbiya’/21:37). Manusia juga dinilai suka panik dan selalu berkelu kesah: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (Q.S. al-Ma'arij/70:19).
Manusia diingatkan untuk berdisiplin terhadap waktu sebagai pangkal penyelesaian persoalan penting dan genting, sebagaimana disebutkan di dalam Q.S. al-'Ashr: Demi masa. SesungÂguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat meÂnasehati supaya mentaati kebenaran dan naseÂhat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. al-'Asr/103:1-3). Manusia juga diingatkan agar betul-betul menghargai waktu, bahkan AlÂlah mengingatkannya dengan cara bersumpah demi waktu, sebagaimana ayat di atas. Ini pentÂing artinya buat kita, karena orang-orang yang terbiasa menunda-nunda pekerjaan, atau tidak menghargai waktu, maka akibatnya antara lain: visi dan misi hidupnya menjadi tidak jelas, tidak punya skala prioritas dalam urusan, tiba masa tiba akal, sering over loaded dalam perjalananÂan hidupnya. Kita diingatkan ayat di atas untuk menyelesaikan urusan secara maksimal denÂgan sikap proaktif dan optimisme yang tinggi. Jika seseorang menyelesaikan urusan dengan reaktif dan tegesa-gesa maka orang itu seÂlalu dibayangi stress, kecemasan, kelelahan, prestasi tidak maksimum, sering terlihat apaÂtis, lemas, dan frustrasi. Hal-hal seperti ini tidak sejalan dengan tujuan dan substansi ajaran agama, khususnya Islam. ***