Ma’rifah termasuk salah satu maqam tertÂinggi bagi para pencari Tuhan (salikin). Konsep ma’rifah sebagai maqam tertinggi dipopulerkan oleh Abu Faidh Zun-Nun Al-Mishri (796-859M). Ia berasal dari Naubah, sebuah daerah yang terletak di antara Sudan dan Mesir. Beliau salah seorang sufi terkemuka pada abad ke-3 H. BeÂliau wafat di Giza dalam usia 63 tahun. Ketika jenazahnya diusung ke pemakaman terpakÂsa masyarakat menggunakan sampan karena dikhawatirkan jembatan akan runtuh karena beÂgitu ramainya para pengantar yang mengiringi jenazah beliau. Konon burung-burung pun ikut memenuhi udara mengantar jenazah wali Allah ini. Jenazahnya telah dikebumikan di Basantin.
Ajaran tasawuf beliau konsisten di atas lanÂdasan Qur'an dan hadis. Ia pernah menyatakan bahwa tanda cinta kepada Tuhan ialah menuÂruti jejak Nabi Muhammad Saw, mengikuti perÂintahnya dan menjauhi larangannya. Karyanya banyak dijadikan rujukan terutama oleh para sufi mu’tabarah, termasuk tarekat-tarekat yang berkembang di Indonesia. Ajaran-ajarannya tidak ada yang aneh-aneh karena semuanya berdasar dari tradisi sunni. Semasa hidupnya ia banyak bergaul dengan para sufi dan perÂnah belajar ke sejumlah ulama terkenal pada masanya. Ia juga memiliki sejumlah murid dan pengikut yang mengembangkan ajarannya, yang juga menjadi popular di zamannya sepÂerti Junaid al-Bagdadi (w.910M), dan Bayazid Bastami (w.874), dan Sahl al-Tustari.
Zun Nun Al-Mishri banyak merintis jalan suÂfistik menuju Allah SWT. Konsep yang paling popular dari beliau ialah ma'rifah. Ia memperkeÂnalkan konsep ma'rifah sebagai maqam puncak dalam pencarian Tuhan. Ma'rifah, menurutnya ialah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Jika hati sanubari terbuka, mata kepala akan tertutup dan ketika itu yang dilihat hanya Tuhan. Ma'rifat ibarat sebuah cermin, seorang arif, baik waktu tidur maupun waktu bangun, yang dilihat dalam cermin itu hanya Tuhan. Zun Nun al-Mishri adaÂlah tokoh yang mempopulerkan konsep ini. Ia pernah mengatakan: "Aku mengetahui Tuhan melalui Tuhan dan sekiranya bukan karena TuÂhan maka aku tak akan mengenal Tuhan."
Dari pernyataan Zun Nun difahami bahwa beliau tidak mengenal atau memperkenalkan konsep penyerupaan (tasyabuh) dengan Tuhan sebagaimana kalangan sufi lainnya. Namun ia tidak menutup kemungkinan seorang manusia yang mencapai derajat spiritual tertentu bisa mengakses maqam ketinggian, seperti kemamÂpuan untuk melihat dan berkomunikasi dengan Tuhan. Hanya saja tidak diperoleh kejelasan bagaimana konsep "melihat" Tuhan dan "berkoÂmunikasi langsung" dengan Tuhan. Apakah di dalam kalbu atau melalui kekuatan-kekuatan lain yang dimiliki manusia. Sejumlah sufi dan sufi scholars mengklaim konsep ma’arifah Zun Nun al-Mishri adalah salah satu maqam puncak bagi para pencari Tuhan. Mereka menyejajarÂkan konsep ma'rifah Zun Nun dengan konsep mahabbah Rabi'ah al-Adawiyah, dan konsep ItÂtihad Ibn 'Arabi.