WAWANCARA

Poengky Indarti: Kami Menduga Kasus Ini Tidak Hanya Terkait Pelanggaran Etik & Disiplin, Tapi Juga Pidana

Rabu, 26 April 2017, 09:45 WIB
Poengky Indarti: Kami Menduga Kasus Ini Tidak Hanya Terkait Pelanggaran Etik & Disiplin, Tapi Juga Pidana
Poengky Indarti/Net
rmol news logo Anggota Komisi Kepolosian Nasional (Kompolnas) diter­junkan langsung menyelidiki insiden pembrondongan pen­umpang mobil Honda City oleh aparat polisi di Lubuklinggau, Sumatra Selatan, beberapa wak­tu lalu. Hasilnya diduga ada pelanggaran etik, disiplin dan pidana yang dilakukan polisi.

Seperti diketahui, aksi pem­brondongan tembakan ke mobil Honda City berpenumpang delapan orang di Lubuklinggau, Sumatra Selatan bermula ketika polisi melakukan razia. Saat me­lewati razia itu, mobil tersebut tidak berhenti.

Saat dicegat polisi, mobil itu malah kabur. Polisi yang men­curigai mobil itu berisi pelaku kejahatan kemudian melakukan pengejaran, hingga akhirnya terjadi penembakan. Satu orang penumpang meninggal, satu penumpang kritis, dan enam orang penumpang lainnya ter­luka akibat kejadian tersebut.

Seorang anggota Polres Lubuklinggau, Brigadir Kdi­jadikan tersangka atas peris­tiwa tersebut. Berikut penuturan Anggota Kompolnas, Poengky Indarti terkait penyelidikan atas kejadian itu;

Apa tanggapan anda atas peristiwa tersebut?
Saya melihat kejadian ini dari dua sisi. Dari sisi aparat, saya melihat hal ini adalah exces­sive use of force dari oknum polisi, sehingga mengakibat­kan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dari para penumpang kendaraan. Sedangkan dari sisi pengemudi, ini adalah bentuk ketidakpatuhan pengemudi terhadap hukum.

Kenapa pengemudi juga disalahkan?
Kejadian ini kan ada pemicu­nya, dalam hal ini tindakan pengemudi yang kabur dari razia, sehingga aparat yang bertugas melakukan pengejaran karena khawatir itu penjahat yang melarikan diri. Jadi kita harus kritis melihat dua sisi da­lam masalah ini. Masyarakat juga harus taat hukum.

Tindakan aparat tersebut menyalahi prosedur atau tidak?
Menurut saya tindakan itu ke­mungkinan melanggar Peraturan Kapolri tentang Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Tugas Kepolisian. Terutama Perkab 8/2009 tentang Hak Asasi Manusia itu sudah jelas dalam melaksanakan tugas harus pro­fesional dan berpedoman pada hak asasi manusia. Apalagi ini ada korban luka-luka dan jiwa. Ini harus diproses.

Kenapa?
Penggunaan senpi itu ada ketentuannya. Perkap 8 Nomor 2009 tentang HAM mensyarat­kan harus terpenuhinya legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas. Aparat baru boleh melakukan tembakan jika ada perlawanan bersenjata, misalnya sopir me­nembaki mobil polisi. Kalau tidak melakukan perlawanan yang membahayakan petugas, ya tidak boleh ditembak.

Sanksinya apa kalau me­langgar?
Dalam kasus semacam ini sanksinya bisa pidana, jika terbukti.

Saat melakukan razia rutin, sebetulnya aparat diizinkan membawa senjata api atau tidak?

Dalam melakukan razia me­mang diperbolehkan membawa senjata api.

Kan hanya razia rutin?
Senjata itu kan kelengkapan polisi, karena kita tidak bisa memastikan apa yang terjadi di lapangan, sehingga butuh sen­jata guna mengantisipasi kondisi yang mengancam keselamatan anggota. Misalnya tahu -tahu berhadapan dengan begal atau teroris. Jadi saat melakukan ra­zia tidak masalah jika membawa senjata. Yang penting dan harus dipatuhi adalah prosedur peng­gunaannya.

Kompolnas kan sudah me­nyelidiki kasus ini. Bagaimana hasilnya?
Betul, Anggota Kompolnas Bapak Yotje Mende sudah tu­run ke Lubuk Linggau dan melakukan pemantauan terhadap proses pemeriksaan oknum polisi Brigadir K. Pemeriksaan sedang dilakukan oleh Reskrim, Propam, dan Irwasda, sementara Kompolnas akan tetap menga­wasi dan memastikan prosesnya berlangsung cepat. Tapi hasilnya sementara ini kami mendu­ga kasus ini tidak hanya terkait pelanggaran etik dan disiplin, melainkan juga ke pidana.

Sudah ada rekomendasi yang diberikan terkait kasus ini?
Sudah. Kami mendukung langkah -langkah yang telah dilakukan Polri yaitu melakukan proses hukum, etik dan disiplin. Artinya tindakan tegas kepada oknum polisi agar ada efek jera bagi anggota-anggota lainnya.

Apa saran dari Kompolnas untuk mencegah kejadian serupa terulang?
Tindakan tegas kepada yang bersalah, dan menekankan pe­mahaman kepada anggota untuk profesional dalam menjalankan tugas. Anggota harus berpedo­man pada Perkap 8 tahun 2009 tentang HAM. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA