OPINI JAYA SUPRANA

Kontrak Politik "Jakarta Baru"

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Rabu, 19 April 2017, 09:09 WIB
<i>Kontrak Politik "Jakarta Baru"</i>
Monas Jakarta/Net
PADA 19 April 2017 masyarakat Ibukota Republik Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi dalam bentuk Pilkada putaran dua. Rakyat Jakarta memilih kepala daerah untuk memimpin pembangunan di DKI Jakarta pada masa bakti 2017-2022.

Tentu saja rakyat Jakarta akan memilih kepala daerah yang mau dan mampu menatalaksa program pembangunan demi lebih menyejahterakan rakyat sesuai mahakarya Kontrak Politik "Jakarta Baru" yang diwariskan oleh Ir. Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta sebelum menjadi Presiden Republik Indonesia.

Terpusat pada upaya mengakhiri kemiskinan demi mencapai kesetaraan sosial melalui pembangunan infrastruktur kota Jakarta, Ir. H. Joko Widodo selalu calon Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 pada hari Sabtu 15 September 2012, di Muara Baru Penjaringan Jakarta Utara bersama rakyat yang tergabung di Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, Serikat Becak Jakarta (Sebaja), Komunitas Juang Perempuan (KJP), dan Urban Poor Consortium (UPC) menjalin kesepakatan yang tertuang ke dalam sebuah Kontrak Politik.

Di dalam mahakarya Kontrak Politik yang pada tanggal 15 September 2016 ditandatangani Ir.H. Joko Widodo berjudul "Jakarta Baru" dengan sub judul Pro-Rakyat Miskin, Berbasis Pelayanan dan Partisipasi Warga tersurat secara hitam di atas putih:

1. Warga dilibatkan dalam Penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), Penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), Perencanaan dan pengawasan program pembangunan kota.
2. Pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota, meliputi: a) kampung "ilegal" yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa maka akan diakui haknya dalam bentuk sertifikat hak milik. b) Pemukiman Kumuh tidak digusur tapi ditata. Pemukiman kumuh yang berada di atas tanah milik swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan dilakukan negosiasi dengan pemilik lahan. Gubernur akan menjadi mediator supaya warga tidak kehilangan haknya, pembangunan Jakarta akan dimulai dari kampung-kampung miskin, c) Perlindungan dan penataan ekonomi informal: PKL, becak, nelayan tradisional, pekerja rumah tangga, asongan, pedagang kecil, dan pasar tradisional.
3. Keterbukaan dan penyebarluasan informasi kepada warga kota.

Secarik kertas disebut sebagai Kontrak Politik "Jakarta Baru" yang ditandatangani oleh Ir. H. Joko Widodo sebagai calon gubernur DKI Jaya itu pada hakikatnya merupakan pengejawantahan Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang telah dideklarasikan oleh Persatuan Bangsa Bangsa sebagai pedoman pembangunan lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan lain sebagainya yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kepentingan generasi masa depan".

Pembangunan berkelanjutan memang merupakan faktor utama yang wajib dihadapi demi mencapai sasaran utama pembangunan di planet bumi abad XXI yaitu bagaimana menatalaksanakan pembangunan tanpa mengorbankan lingkungan alam, sosial dan manusia.

Insya Allah, gubernur DKI Jakarta masa bakti 2017-2022 berkenan menghargai, menghormati, mematuhi maka mengejawantahkan Kontrak Politik "Jakarta Baru" yang diwariskan oleh Presiden Jokowi kepada para penerusnya sebagai kepala daerah Jakarta sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan UUD 1945. MERDEKA! [***]

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan dan Pusat Studi Kelirumologi

< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA