Pada masa Nabi ada seorang laki-laki Yahudi sakit keras lalu Nabi diberitahukan, lalu Nabi membÂesuk dan duduk di sanping pemuda itu. Nabi meÂnawarkan seandainya pemuda itu berkenan untuk mengenal dan masuk agama Islam. Pemuda itu menatap ayahnya yang kebetulan ada di sampingÂnya. Ayahnya menyarankan agar anaknya menÂdengarkan seruan itu dengan mengatakan: DenÂgarkanlah apa yang disampaikan oleh Abul qasim (Nabi), lalu pemuda itu mengucapkan dua kalimat syahadat. (HR. Bukhari). Betapa mulianya perbuaÂtan Nabi menengok orang sakit umat beragama lain dan berusaha membantu meringankan bebannya. Tradisi seperti ini diwariskan kepada para sahabatÂnya. Musailamah al-Kazzab juga diberi kesempaÂtan memamerkan hasil karya sastranya digantung di sisih pintu masuk ka’bah untuk dinilai dan disakÂsikan orang lain. Ketika paman Nabi, Abdul MuthÂalib, meninggal dalam keadaan belum pernah menÂgucap dua kalimat syahadat, Nabi memerintahkan salahseorang putranya, yaitu Ali ibn Abi Thalib, unÂtuk mengurus jenazah ayahnya sampai pada penÂguburannya dengan baik. Perinstiwa ini menjadi pelajaran buat kita bahwa mengurus mayat hukuÂmnya wajib apapun agama mayat itu. Dalam kitab-kitab Fikih juga banyak disebutkan riwayat bahwa manakala ada mayat hanyut di sungai tidak ada yang mendamparkannya maka berdosa massal seÂluruh penghuni desa yang dilaluinya, karena menÂgurus jenazah apapun agama dan kepercayaanya wajib hukumnya, karena mayat itu hak Allah swt.
Pemberian hak-hak sosial kepada segenap warÂga tanpa terkecuali sejalan dengan apa yang difirÂmankan allah dalam al-Qur'an: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negÂerimu. (Q.S. al-Mumtahinah/60: 8-9). Ancaman AlÂlah Swt bagi orang yang melecehkan hak-hak sosial orang-orang non-muslim ialah dianggap orang-orang yang lalim (al-dhalimun). Banyak lagi penÂgalaman Nabi dan para sahabat yang memberikan hak-hak sosial-budaya terhadap orang-orang non-muslim. Berbuat baik kepada sesama warga tanpa membedakan etnik, budaya, dan agama, merupaÂkan sunnah Rasul yang harus dipertahankan.
Islam tidak pernah melarang umatnya berbuat baik kepada orang-orang non-muslim. Sebaliknya Islam mengharuskan umatnya memuliakan siapapun yang merasa anak-cucu Adam, apapun jenis kelamin, etÂnik, agama, dan kepercayaannya, sebagaimana diteÂgaskan di dalam Al-Qur'an: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (Q.S. Al-Isra'/17:70). Dalam ayat lain ditegaskan: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. SesungguhÂnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menÂjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memÂerangimu karena agama, mengusirmu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. al- Mumtahanah/60:8-9).
Islam menyerukan umatnya untuk memberikan perlindungan terhadap oaring-orang yang lemah tanÂpa membedakan agamanya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an: Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar (dan merenungkan) firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. DemikiÂan itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetaÂhui. (Q.S. al-Taubah/9:6). Ayat lain juga menegaskan: Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Syu'ara/26:114).