Mempersiapkan Khaira Ummah (31)

Pemerataan Kesempatan Belajar & Mengajar

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Sabtu, 18 Maret 2017, 08:15 WIB
Pemerataan Kesempatan Belajar & Mengajar
Nasaruddin Umar/Net
SALAH satu indikator keber­hasilan khaira ummah ialah terselenggaranya pemer­ataan pendidikan, baik seba­gai pelajar maupun sebagai pengajar. Sukses yang dica­pai Nabi di dalam mengen­dalikan dunia Arab ketika itu karena antara lain meneka­nkan arti pendidikan dan ket­erampilan. Hak memperoleh pendidikan terbuka bagi laki-laki dan perempuan, baik muslim mau­pun non-muslim. Memang ada hadis yang me­wajibah pendidikan itu kepada kaum muslimin laki-laki, yaitu: "Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim", namun ini tidak berarti menuntut ilmu bagi non-muslim tidak wajib apalagi dilarang. Di dalam sejarah peradaban Islam, keterlibatan orang-orang non-muslim dalam dunia pendidi­kan; baik sebagai murid maupun sebagai guru tidak pernah dipersoalknan.

Ketika Perang Badar, diberikan kebebasan bersyarat oleh Nabi berupa kewajiban menga­jarkan keterampilan kepada penduduk Madi­nah, maka yang ikut di dalam kelas-kelas ket­erampilan itu bukan hanya umat Islam tetapi juga orang-orang Madinah secara umum, baik yang beragama Islam maupun yang beragama lain. Pilihan-pilihan keterampilan itu antara lain, keterampilan merias pengantin atau salon dan menyamak kulit untuk perempuan. Sedangkan kaum laki-laki disediakan kelas keterampilan membuat senjata, tukang besi, tukang kayu, tukang batu, dan keterampilan khusus lainnya, baik untuk perempuan maupun untuk laki-laki.

Dalam kasus ini juga diketahui bahwa seluruh tawanan perang yang memilki keterampilan bisa menikmati kebebasan dari ancaman hukum adat perang ketika itu, berupa pembunuhan bagi kaum laki-laki dan perbudakan bagi kaum perempuan dan anak-anak. Para tawanan perang yang dibe­baskan kerena keterampilan yang dimilikinya, selain menikmati kebebasan mereka juga men­erima bonus. Mereka juga tidak dipaksa untuk menganut agama Islam. Di sinilah kehebatan Islam, seharusnya diperlakukan hukum perang berupa pembunuhan bagi tentara laki-laki tetapi malah dibebaskan dengan syarat dan syarat itu tidak terlalu berat baginya kerena itu sudah men­jadi bagian dari kehidupannya.

Dari kisah tersebut juga dipahami bahwa, orang-orang non-muslim sama-sama terlibat secara aktif, baik sebagai murid maupun sebagai guru. Nabi dan para sahabatnya juga tidak mempersoalkan belajar besama antara umat muslim dan non-muslim da­lam satu subjek. Demikian pula Nabi dan para sa­habatnya tidak pernah mempersoalkan apa agama guru-guru yang mengajarkan keterampilan itu. Yang pasti di balik menjalani hubungan damai ini serta-merta umat-umat agama lain memilih agama Islam sebagai agama barunya dengan senang hati tanpa sedikit pun paksaan. Dalam Islam pun sudah dite­gaskan dalam Al-Quran: "Tidak ada paksaan dalam kehidupan beragama."

Perkembangan selanjutnya, yaitu periode Khulafaur Rasyidin, sudah tidak asing lagi guru-guru muslim mengajar ke negeri tetangga yang non-muslim. Sementara pada sisi lain, murid-murid muslim diajari pelajaran-pelajaran khusus oleh guru-guru non-muslim. Keadaan ini berlan­jut sampai sekarang. Banyak sekali murid-murid muslim mengecap pendidikan dasar, menengah, dan Perguruan Tinggi di sekolah-sekolah atau Perguruan Tinggi milik non-muslim. Keterampi­lan mengajar umat-umat non-muslim di Madinah betul-betul mengangkat martabat hidup warga Madinah dan sekitarnya saat itu.

Pemerataan pendidikan tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, suku-bangsa, agama dan ke­percayaan menjadi indikator penting suksesnya sebuah Negara bangsa dan umat. Pendidikan harus dianggap sebagai kebutuhan mendasar yang fardlu 'ain bagi setiap individu. Terlalu ban­yak ayat dan hadis yang menyerukan perlunya pendidikan digerakkan di dalam pembangunan masyarakat. Nabi pernah menegaskan: "Barang­siapa yang menghendaki dunia maka hendaklah menguasai ilmu pengetahuan, barang siapa yang menghendaki akhirat maka hendaklah mengua­sai ilmu pengetahuan, dan barang siapa yang menghendaki dua-duanya maka hendaklah men­guasai ilmu pengetahuan".

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA