Mempersiapkan Khaira Ummah (12)

Menghadirkan Islam Kafah (2)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 27 Februari 2017, 08:58 WIB
Menghadirkan Islam Kafah (2)
Nasaruddin Umar/Net
YANG dimaksud Islam Ka­fah dalam tulisan ini ialah Islam yang lebih kompre­hensif dan lebih akomodatif dengan lingkungan sosial­nya. Kata kafah dalam Ba­hasa Arab berarti menyelu­ruh (totally), awannya ialah sebagian (partially). Tidak bisa disebut Islam Kafah jika menerima sebagian dan menolak bagian lainnya. Islam adalah sebuah ajaran yang tidak bisa dipisah, misalnya urusan agama menjadi tanggung jawab ulama dan urusan pemerin­tahan urusan pemerintah tanpa diintegrasikan satu sama lian. Islam Kafah memadukan kes­eluruhan aspek ajaran Islam tanpa melakukan pemilahan. Inilah yang disebut Islam Kafah se­bagaimana disebutkan dalam ayat: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kafah), dan jan­ganlah kamu turut langkah-langkah setan. Ses­ungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S. al-Baqarah/2:208).

Pemisahan antara urusan negara dan iba­dah, antara urusan dunia dan urusan akhirat, antara urusan lahiriah dan batiniah dan lebih jauh lagi antara manusia dengan non manu­sa, sebutlah alam dan makhluk gaib, itu juga bagian dari Islam Parsial yang merupakan an­titesa dari Islam Kafah. Dari segi ini pula men­gapa Islam tidak sejalan dan selanjutnya meno­lak sekularisme dalam arti pemisahan antara agama dan urusan-urusan keduniawian. Pemi­sahan secara diametrical antara suatu urusan dan urusan lain tidak dikenal dalam Islam. Leb­ih jauh Islam juga tidak menolerir memisahkan dalam arti memperhadap-hadapkan antara ma­nusia dengan Tuhan, yang kemudian dibayang­kan manusia serba hina dan rendah sementara Tuhan serba Maha segalanya.

Pandangan kosmologi Islam tidak bisa mem­bedakan antara alam, manusia, dan Tuhan. Ke­tiga-tiganya merupakan suatu kesatuan yang koheren, dalam arti tidak ada artinya kita bi­cara tentang msia dana lam tampa bicata ten­tang Tuhan karena siapa sesungguhnya manu­sia dana lam itu, tidak lain adalah manifestasi (tajalli) dari Tuhan. Banyak ayat yang mendu­kung pernyataan ini antara lain: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa ses­ungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Q.S. Fushilat/41:53). "Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan". (Q.S. al- Hadid/57:4). "Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan". (Q.S. al-Hadid/57:4).

Pebicaraan tentang konsep kafah dalam perspektif tasawuf lebih rumit lagi, Karena di­hubungkan dengan konsep tauhid. Tauhid da­lam perspektif tasawuf agak complicated tetapi clear. Tuhan tidak bisa digambarkan sebagai The One (al-Wahdah), yakni Sang Pemilik Wu­jud Maha Tunggal berdiam di luar pluralitas makhluk, sementara makhluk berada di dalam dunia lain terpisah samasekali dengan Sang Pencipta. Gambaran seperti ini mereduksi ke­beradaan diri-Nya sebagai Tuhan Maha Serba Meliputi (al-Muhith) dan Maha Luas tanpa men­genal batas (al-Wasi’). Tuhan juga tidak bisa digambarkan sebagai The Many (al-Katsrah), dalam arti Dia yang mewujud dalam bentuk pluralitas alam semesta. Anggapan seperti ini menafikan keberadaan makhluk, dan dengan sendirinya mereduksi kapasitas-Nya sebagai Sang Khaliq.

Bagaimana mungkin ada Sang Khaliq tanpa makhluq? Bagaimana mungkin hanya men­gakui-Nya sebagai Sang Khaliq dalam potensi (Creator in potential), tetapi menafikan-Nya se­bagai Sang Pencipta. Konsep kafah dan tauhid saling bersinggungan. Tidak bisa kita mema­hami konsep kafah tanpa memahami konsep tauhid, demikian pula sebaliknya.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA