Pemisahan antara urusan negara dan ibaÂdah, antara urusan dunia dan urusan akhirat, antara urusan lahiriah dan batiniah dan lebih jauh lagi antara manusia dengan non manuÂsa, sebutlah alam dan makhluk gaib, itu juga bagian dari Islam Parsial yang merupakan anÂtitesa dari Islam Kafah. Dari segi ini pula menÂgapa Islam tidak sejalan dan selanjutnya menoÂlak sekularisme dalam arti pemisahan antara agama dan urusan-urusan keduniawian. PemiÂsahan secara diametrical antara suatu urusan dan urusan lain tidak dikenal dalam Islam. LebÂih jauh Islam juga tidak menolerir memisahkan dalam arti memperhadap-hadapkan antara maÂnusia dengan Tuhan, yang kemudian dibayangÂkan manusia serba hina dan rendah sementara Tuhan serba Maha segalanya.
Pandangan kosmologi Islam tidak bisa memÂbedakan antara alam, manusia, dan Tuhan. KeÂtiga-tiganya merupakan suatu kesatuan yang koheren, dalam arti tidak ada artinya kita biÂcara tentang msia dana lam tampa bicata tenÂtang Tuhan karena siapa sesungguhnya manuÂsia dana lam itu, tidak lain adalah manifestasi (tajalli) dari Tuhan. Banyak ayat yang menduÂkung pernyataan ini antara lain: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesÂungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Q.S. Fushilat/41:53). "Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan". (Q.S. al- Hadid/57:4). "Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan". (
Q.S. al-Hadid/57:4).
Pebicaraan tentang konsep kafah dalam perspektif tasawuf lebih rumit lagi, Karena diÂhubungkan dengan konsep tauhid. Tauhid daÂlam perspektif tasawuf agak complicated tetapi clear. Tuhan tidak bisa digambarkan sebagai The One (al-Wahdah), yakni Sang Pemilik WuÂjud Maha Tunggal berdiam di luar pluralitas makhluk, sementara makhluk berada di dalam dunia lain terpisah samasekali dengan Sang Pencipta. Gambaran seperti ini mereduksi keÂberadaan diri-Nya sebagai Tuhan Maha Serba Meliputi (al-Muhith) dan Maha Luas tanpa menÂgenal batas (al-Wasi’). Tuhan juga tidak bisa digambarkan sebagai
The Many (al-Katsrah), dalam arti Dia yang mewujud dalam bentuk pluralitas alam semesta. Anggapan seperti ini menafikan keberadaan makhluk, dan dengan sendirinya mereduksi kapasitas-Nya sebagai Sang Khaliq.
Bagaimana mungkin ada Sang Khaliq tanpa makhluq? Bagaimana mungkin hanya menÂgakui-Nya sebagai Sang Khaliq dalam potensi (
Creator in potential), tetapi menafikan-Nya seÂbagai Sang Pencipta. Konsep kafah dan tauhid saling bersinggungan. Tidak bisa kita memaÂhami konsep kafah tanpa memahami konsep tauhid, demikian pula sebaliknya.