WAWANCARA

Din Syamsuddin: Polri Lampaui Batas, Saya Berharap Soal Infaq GNPF MUI Tidak Dilanjutkan

Kamis, 23 Februari 2017, 08:50 WIB
Din Syamsuddin: Polri Lampaui Batas, Saya Berharap Soal Infaq GNPF MUI Tidak Dilanjutkan
Din Syamsuddin/Net
rmol news logo Langkah kepolisian menjerat beberapa pentolan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) dengan jalan mencari-cari perkara dan memaksakan dalam prosesnya justru bisa merugikan kepolisian.

Cendekiawan muslim bernama lengkap Muhammad Sirajuddin Syamsuddin ini menunjuk perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengelolaan dana infaq dan sodakoh GNPF MUI sengaja dimunculkan untuk menjerat Ustaz Bachtiar Nashir. Menurut dia, polisi sudah kebablasan, memasuki ranah ajaran agama Islam. Berikut pernyataan Din Syamsuddin;

Bagaimana anda melihat perkara dugaan TPPU terkait pengelolaan dana infaq dan sodakoh GNPF MUI yang saat ini ditangani kepolisian?
Saya sangat menyayangkan langkah-langkah dari Polri yang mempersoalkan uang infaq dari umat Islam kepada GNPF MUI. Saya betul-betul terusik hati ke­tika ada aktivis muslim, lembaga Islam kemudian dipersoalkan.

Memangnya kenapa kalau Polri menangani perkara itu?

Itu berlebihan, out of con­text dan hanya menunjukan ketidakadilan. Betapa banyak kasus-kasus seperti itu namun tidak dipersoalkan.

Lho memangnya masalah uang infaq bukan termasuk kewenangan kepolisian?
Itu tentu bukan kewenan­gannya. Itu sudah memasuki wilayah keberagamaan. zakat, infaq, sedekah adalah ajaran agama.

Berarti Polri sudah kebabla­san dong...
Saya rasa Polri melampaui ba­tas dalam hal ini. Saya berharap itu tidak dilanjutkan oleh Polri. Kalau mau bongkar, sebongkar-bongkarnya semuanya. Jangan pilih-pilih kasih. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata, kalau sumbangan dari umat Islam kepada kegiatan-kegiatan Islam itu dipersoalkan. Mana ada aturan zakat itu harus diper­iksa. Saya berharap kepada Polri tidak menambah sesak hati dada umat Islam. Ini adalah contoh ketidakadilan.

Lalu apa dong yang seharusnya dilakukan oleh Polri da­lam perkara ini?

Jadi ada dua opsi yang bisa dilakukan Polri. Pertama, kalau hal seperti itu mau dibongkar, bongkar semuanya, jangan satu-satu. Kita bisa masukan daftar (perkaranya nanti). Misalnya dulu ada uang dari Teman Ahok yang masuk ke sana kenapa itu tidak diperiksa? Terus dulu juga ada rekening-rekening gendut, kenapa itu tidak dilanjutkan. Saya khawatir perkara itu semua tidak diperiksa karena itu bukan porsinya atau tidak ada alasan­nya, sehingga tidak diteruskan.

Memangnya kalau perkara dugaan TPPU ini tetap dilan­jutkan apa yang akan terjadi?

(Langkah Polri melanjutkan perkara dugaan TPPU infaq GNPF MUI) ini jangan dianggap remeh lho. Nanti (pemerintah) bisa disangka, wah sok-sok berkuasa kemudian anda mem­persoalkan ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya berharap Polri membuka sesungguh­nya siapa (yang menginginkan perkara ini terus dilanjutkan). Ini sangat-sangat melampaui batas lho. Janganlah aparat penegak hukum berlebihan di dalam menegakkan hukum apalagi yang tidak berkeadilan, sebab (dampaknya) itu akan kembali ke dirinya sendiri (Polri, red). Saya berharap Polri jernih meli­hat persoalan kehidupan bangsa ini dalam penegakan hukum.

Melihat kondisi itu apa pe­san anda untuk masyarakat?
Saya tetap meminta kepada masyarakat untuk dapat mena­han diri, ini memang sangat me­nyesakan hati dan tidak ada kea­dilan. Sudah ada ketidakadilan ekonomi, sudah ada ketidakadi­lan hukum, ketidakadilan poli­tik. Ini ada kesan yang dirasakan umat Islam, seolah-olah elite-elite tertentu ingin membela keadaan ini.

Siapa elite-elite itu?
Kalau saya mohon maaf, kar­ena ulah satu dua orang ini, meru­sak harmoni bangsa. Kenapa kita sibuk dengan akibat, sementara sebabnya dibiarkan. Ini kalau ada gelagat ingin dibela-bela, mohon maaf rakyat tidak bisa dihalangi. Kekuatan rakyat akan bangkit. Umat Islam sebenarnya selama ini sudah bersabar dengan ibarat, membangunkan macan tidur.

Soal lain. Terkait ancaman penyebaran komunisme di Indonesia anda melihatnya seperti apa?
Besar harapan kami, ancaman-ancaman ini tidak dipandang remeh. Karena ancaman komu­nisme dan ketidakadilan hukum bukan ilusi tapi fakta, bukan wacana tapi realita. Kami mem­inta tidak perlu ada pihak yang menuduh MUI, ormas-ormas Islam yang menjadikan masalah ini untuk mencari-cari masalah. Jutsru ini kami kemukakan kar­ena MUI dan ormas-ormas Islam memiliki komitmen untuk ek­sitensi bangsa dan negara ini.

Memangnya saat ini ajaran komunisme sudah merembes ke mana saja?
Ancaman ini sudah mulai kita rasakan dengan adanya upaya-upaya mengadu domba. Upaya mengadu domba antar kelompok-kelompok masyarakat, saat ini kelihatan sekali. Kita semua ten­tunya sudah paham betul praktik-praktik seperti itu merupakan upaya dari komunis. Oleh karena itu, kami mengingatkan, jangan menganggap ini sebagai wacana, ilusi atau mitos. (Memang) sudah tidak ada lagi Uni Soviet, tidak ada lagi RRC, tapi bukan berarti kita bisa pandang remeh.

Komunisme sangat bertentan­gan dengan ideologi Pancasila. Kalau ideologi komunisme ini berkembang, tentunya mengancam ideologi negara itu sendiri. Secara nasional kita sudah mengalami dua tiga kali ancaman komunisme. Dan kini muncul lagi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA