Selain itu, para aktivis juga menilai pembentukan DKN bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS), dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menanggapi penolakan tersebut, berikut ini penjelasan Jenderal Wiranto;
Bagaimana anda menangÂgapi penolakan para aktivis HAM terkait pembentukan DKN?Perlu saya jelaskan, DKN itu bukan diarahkan untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran berat HAM masa lalu. DKN dibentuk dan dibangun unÂtuk memberikan solusi, terÂhadap konflik horizontal di masyarakat, ataupun vertikal dengan pemerintah.
Jadi penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak masuk dalam kewenanÂgan DKN...
Tidak. DKN tidak ada kaitanÂnya dengan persoalan HAMmasa lalu.
Bukankah DKN dibentuk untuk menggantikan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang bertugas menyeÂlesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu?Bukan. DKN sangat berÂbeda dengan KKR. Kewenangan DKN hanya difokuskan pada penyelesaian konflik horizontal di masyarakat, maupun konflik vertikal antara masyarakat denÂgan aparat pemerintah. Ada cara lain yang sedang diupayakan pemerintah untuk menyelesaiÂkan masalah-masalah HAM di masa lalu. Tapi itu bukan melalui DKN.
Bukankah penyelesaian konflik horizontal dan vertikal bisa menggunakan mekanisme peradilan yang ada, kenapa sih mesti membentuk DKN?Setiap konflik kan tidak serta merta harus diselesaikan dengan cara yuridis. Mengapa? Karena di masa lalu kita punya cara-cara adat.
Kalau ada masalah di masyarakat, itu diselesaikan dulu secara musyawarah, dengan cara non yudisial. Nah, dalam hal ini DKN yang memfasilitasinya.
Contoh konflik vertikal dan horizontal seperti apa yang bisa diselesaikan lewat DKN? Contoh masalah konflik tanah. Di berbagai daerah sebetulnya ada cara-cara sendiri menyeleÂsaikan sengketa tanah, terutama yang menyangkut tanah adat. Masalah-masalah seperti itu tidak bisa diselesaikan ke jalur hukum. Guna mencegah hal yang tidak diinginkan, maka dibentuklah lembaga untuk memfasilitasinya.
Kalau persoalan itu tidak bisa juga diselesaikan di DKN, lantas jalan apa yang mesti ditempuh? Kalau tidak bisa diselesaiÂkan nonyudisial, baru kami mengundang aparat keamanan. Kita gunakan cara yudisial. Pihak yang berkonflik silakan menyelesaikan masalahnya di pengadilan.
Tapi kalau para pihak yang berkonflik ingin langsung menyelesaikan masalah lewat jalur hukum bagaimana?Tentu bisa. DKN itu akan menjadi salah satu alternatif solusi bagi konflik di masyarakat. Dengan cara ini kami ingin mengurangi beban yudisial yang terlalu berat.
Tapi pemerintah tidak berÂniat untuk menyelesaikan seÂmua konflik melalui jalur nonÂyudisial. Ada hal-hal tertentu yang harus diselesaikan denÂgan melalui pengadilan, tapi banyak hal juga yang harus dikurangi, diselesaikan dengan musyawarah. Budaya kita kan memang seperti itu.
Lantas sejauh ini progres rencana pembentukan DKN sudah sampai mana?Pembentukan DKNmasih dalam proses. Tapi kami sudah menyiapkan 11 nama, dari kaÂlangan tokoh masyarakat dan agama, untuk menjadi anggota DKN.
Kesebelas nama tersebut apa sudah diajukan ke Presiden Jokowi?Sudah. Presiden Joko Widodo, tinggal pilih untuk kemudian disetujui melalui penerbitan Keputusan Presiden (Keppres).
Siapa saja kesebelas tokoh tersebut?Belum bisa saya ungkap, ditunggu saja. Pokoknya dari berbagai kalangan, semua segÂmen masyarakat kami pertimÂbangkan. ***
BERITA TERKAIT: