Pertama, materi dakwah. Materi dakwah yang sebaiknya disampaikan kepada masyarakat ialah artikulasi ayat-ayat dan hadis terhadap keÂhidupan riil masyarakat. Yang dimaksud artikuÂlasi di sini ialah memfungsikan ayat dan hadis ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebaiknya kita tidak langsung mengkonfronÂtir atau melegitimasi perbuatan dan tindakan masyarakat dengan ayat-ayat dan hadis seÂcara harfiah. Kita perlu menjiwai konteks ayat dan hadis sebelum menyampaikannya kepada sasaran dakwah.
Nabi Muhammad Saw juga diajarkan untuk mengdekati masyarakat dengan cara-cara perÂsuasif. Tidak bijaksana memperkenalkan hoÂkum-hukum fikih secara detail kepada suatu komunitas yang sama sekali belum pernah mendapatkan pemahaman komperhensif tenÂtang aqidah Islam. Bila mengedepankan onÂtology fikih dan akhlak ke dalam suatu komuÂnitas tanpa pemahaman dasar-dasar aqidah, dikhawatirkan mereka akan mengesankan ajaÂran Islam sebagai beban, bukannya tuntunan yang akan memandu mereka untuk merasakan ketenagan batin. Tuntunan ajaran Islam bukan hanya mengajak umat untuk menjadi "ahli taat" tetapi untuk menjadi "ahli ibadah". Yang perÂtama pesan agama akan dirasakan sebagai beban, sedangkan yang kedua pesan agama akan dirasakan sebagai sesuatu yang menyÂenangkan.
Kedua, metode dakwah. Metode dakwah sebaiknya diperhatikan ialah metode yang bisa lebih efektif mentransformasikan sasaran dakÂwah (masyarakat) dari kebiasaan yang destrikÂtuif kepada kebiasaan konstruktif. Metode dakÂwah konvensional sudah saatnya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kini teknologi semakin berkembang, sudah saatnya dakwah dilakukan secara efisien dan efektif dengan menggunakan sarana komunikasi yang lebih efektif. Metode one way, monolog, dan indokÂtrinasi, dalam berdakwah sudah saatnya diÂvariasikan dengan metode dialog, triple helix, dan lebih banyak mengakomodir sarana-saraÂna dakwah modern. Sayang sekali jika materi dakwah sangat bagus apalagi didukung denÂgan penceramah yang amat baik tetapi masih menggunakan metode-metode konvensional. Kalau perlu, khutbah Jum'at juga bisa disetting sedemikian rupa. Khutbahnya 15 menit tetapi pendalaman dan tanya jawabnya lebih panjang dapat dilaksanakan seusai shalat Jum'at.
Ketiga, muballig/muballigah. Muballig yang ideal bukan lagi yang berhasil membuat para audiens dan jamaahnya ketawa terpingkal-pingÂkal atau menangis tersedu-sedu, tetapi seberaÂpa banyak para audiens atau jamaah memperÂoleh bekal dan tuntunan di dalam menjalani kehidupan yang serba kompetitif ini. Keyakinan dan penguasaan materi seorang muballig sanÂgat diperlukan, mengingat audiens dan jamaah sekarang semakin pintar.
Keempat, objek dakwah. Objek atau sasaÂran dakwah sekarang semakin kompleks. Para muballig tidak mungkin bisa berhasil tanpa penÂgenalan lebih mendalam terhadap objek dan sasaran dakwahnya. Selain semakin mobile, sasaran dakwah sekarang juga semakin kriÂtis. Mereka bisa dengan mudah meninggalkan atau mengkonfrontir sang penceramah dengan penceramah lain. Pemahaman keutuhan dakÂwah sudah saatnya juga mengalami reformasi seiring dengan peruhan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.