Merawat Toleransi (72)

Mewaspadai Isu Takfiri

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 10 Februari 2017, 09:58 WIB
Merawat Toleransi (72)
Nasaruddin Umar/Net
SUATU ketika perang usai, tiba-tiba menyelinap se­orang musuh mau memasu­ki wilayah kekuasaan prajurit muslim. Usama ibn Zaid ibn Haritsah yang dikenal Panglima Angkatan Perang Nabi yang muda usia memergoki dan mengejarnya. Musuh itu terjebak di sebuah tebing, sehingga tidak ada lagi jalan keluar. Mundur ada tebing dan di sampingnya ada jurang. Tiba-tiba saja musuh itu memekikkan dua kalimat syaha­dat di depan Usamah. Kita tidak tahu apa mak­sud musuh bebuyutan ini bersyahadat. Usama ibn Zaid menafsirkan syahadat musuh ini hanya untuk mengeco pasukan muslim agar tidak mem­bunuhnya. Usama kemudian menghunus pedan­gnya dan membunuh orang tersebut.

Salah seorang sahabat yang menyaksikan peristiwa ini melaporkan kepada Nabi bahwa Usama, sang Panglima Angkatan Perang, mem­bunuh orang yang sudah bersyahadat. Menang­gapi laporan itu Nabi marah sekali hingga terlihat urat di dahinya melintang. Usamah dipanggil Nabi lalu ditanya kenapa membunuh orang yang sudah bersyahadat? Usamah menjawab hanya sebagai taktik, ia membawa senjata dan sewaktu-waktu bisa mencelakakan pasukan. Ia dibunuh karena diduga syahadatnya palsu. Mendengarkan se­cara saksama alasan Usamah membunuh musuh yang sudah bersyahadat, maka Nabi mengeluar­kan pendapat: Nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair (Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah Swt yang menghu­kum apa yang tersimpan di hati orang).

Jawaban Nabi ini menunjukkan betapa tidak bolehnya memvonnis keyakinan dan kepercayaan orang lain. Jika orang secara formal mempersak­sikan syahadatnya secara terbuka, maka kita tidak boleh lagi mengusiknya. Soal ada pelanggaran lain, nanti saja proses hukum formal yang akan menye­lesaikannya. Usamah pun saat itu memohon ampun kepada Rasullullah akan peristiwa itu dan Usama berjanji akan hati-hati jika menemui peristiwa yang sama terjadi di kemudian hari. Jika orang lain diek­sekusi maka sesungguhnya yang turut korban ialah family terdekat orang itu. Bahkan keluarga yang ber­sangkutan bisa mengurung diri berbulan-bulan lan­taran tidak tahan menanggung rasa malu.

Semua orang harus hati-hati agar jangan be­gitu gampang memvonis seseorang sebagai kafir, musyrik, ahlul bid'ah, karena boleh saja vonis itu memantul kepada diri si penuduh. Rasulullah Saw pernah bersabda; barangsiapa yang menuduh orang lain kafir padahal tidak sesuai dengan ke­nyataan di mata Allah Swt, maka yang bersang­kutan akan menerima akibatnya yang setimpal. Jarang ditemukan dalam hadis apalagi dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bolehnya melaku­kan penyerangan kepada suatu kelompok dengan menebarkan isu pengkafiran (takfiri). Justru di sit­ulah tantangan da'wah bagaimana membetulkan akidah orang-orang yang dinilai bermasalah. Bu­kannya mereka diusir atau dijauhi dengan men­gangkat isu takfiri. Yang banyak ditemukan ialah ajakan untuk mengintensifkan dakwah terhadap orang-orang yang dianggap mempunyai masalah dari segi akidah.

Masyarakat Indonesia termasuk masyarakat yang heterogen, baik dari segi akidah maupun et­nik. Jangan sampai hanya karena perbedaan ma­zhab yang dianut lantas kita melayangkan vonis kafir kepada orang lain. Akibatnya pasti tidak seder­hana. Bukan hanya menyangkut orang perorangan tetapi boleh jadi melibatkan institusi dan organisasi. Keberhasilan Walisongo dalam mengislamkan bumi Nusantara karena ketekunan dan kesabarannya mendekati kelompok-kelompok bermasalah dari segi akidah. Walisongo menolerir praktek-praktek kejawen untuk sementara waktu, akan tetapi pada waktu bersamaan mereka mengintensifkan dak­wah Islam kepada mereka. Walisongo menempuh strategi bahwa islamisasi itu harus dianggap seba­gai on-going process, sesuatu yang harus dilakukan secara berkelanjutan. Konsep takfiri bukan hanya tidak sejalan dengan metode dakwah yang pernah dilakukan penganjur Islam terdahulu tetapi berpo­tensi memecah belah bangsa. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA