Merawat Toleransi (61)

Lain Radikalisme Lain Pembengkakan Kualitas

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 27 Januari 2017, 10:39 WIB
Lain Radikalisme Lain Pembengkakan Kualitas
Nasaruddin Umar/Net
AKUMULASI kecemasan yang me­warnai kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara sering mer­ancukan antara radikalisme dengan pembengkakan kualitas umat. Sikap ambivalensi masyarakat dalam mere­spons perubahan sosial semakin tam­pak perjalanan reformasi selama lebih dari satu dekade belum menunjukkan arah yang lebih jelas. Pro-kontra dari berbagai pengamat masih saja terus dilancarkan, teru­tama pertanyaan sekitar persiapan pemerintah di dalam menghantarkan Indonesia ke dalam babak baru perada­ban dunia. Ada kalangan yang pesimistik, seolah-olah In­donesia menjadi negara gagal di dalam menyiapkan diri memasuki babak baru tersebut. Kelompok ini cenderung pesimistik menatap masa depan. Mereka menilai perkem­bangan masyarakat mengalami stagnan bahkan dekaden, yang ditandai lahirnya masyarakat yang cenderung men­inggalkan tata karma dan keadaban publik. Sebagian lain­nya mengkhawatirkan semakin membesarnya populasi kelompok garis keras dengan bertambah sensitifnya ka­langan umat (Islam).

Di pihak lain ada kalangan yang over-confidence, bahwa Indonesia sudah on the right track ke arah itu. Buktinya se­cara kuantitatis pertumbuhan ekonomi makro dan daya saing bangsa Indonesia tidak terlalu jauh dengan negara-negara maju. Bahkan Indonesia satu-satunya di kawasan Asia Teng­gara yang masuk di dalam kelompok negara G-20, dan han­ya tiga negara berpenduduk mayoritas Islam di dalamnya, yaitu Indonesia, Turki, dan Saudi Arabia. Pandangan kedua ini cenderung memandang kecil masalah sosial-keagamaan yang muncul dan dengan penuh kepercayaan diri mengang­gap rial-riak gelombang kemsysrakatan akhir-akhir ini seba­gai bagian dari kembang-kembang demokrasi dan wujud dari pembengkakan kualitas umat.

Ada lagi kelompok lain mengamati bahwa yang menon­jol di dalam masyarakat kita akhir-akhir ini tampilnya prestasi kecerdasan umat Islam. Sebelumnya mereka pasrah den­gan kenyataan, karena memang belum bisa berdaya dari segi pendidikan, ekonomi, kekuatan militer. Kelompok ini lain lebih moderat dan proporsional, yaitu kelompok yang secara obyektif mengakui kemajuan dan keunggulan bangsanya da­lam beberapa hal naum mengakui juga ada hal-hal yang san­gat lemah, bahkan sangat memprihatinkan, seperti persoalan korupsi dan lemahnya SDM secara umum. Kelompok ini cuk­up punya kepercayaan diri dalam menatap masa depan den­gan catatan harus dengan kerja keras.

Di manapun kita berada di antara ketiga pendapat itu, yang penting perlu dibedakan antara radikalisme, kebabla­san, dan pembengkakan kualitas anak bangsa. Kita tidak boleh larut untuk mengatakan bahwa semua yang berbeda dengan perinsip hidup kita adalah bukti kelemahan atau kebablasan. Kita juga tidak boleh apriori bahwa umat kita sedang jatuh untuk kesekian kalinya dalam pertarungan sejarahnya. Yang harus dilakukan sekarang sebagai umat dan warga bangsa ialah keharusan berpikir jernih dalam melihat dan mendefinisikan persoalan secara mikro. Jan­gan sampai apa yang selama ini dianggap fenomena ke­bablasan, atau merebaknya kelompok radikal tetapi yang terjadi ialah bagian wajar dari pembengkakan kualitas anak bangsa yang sedang dalam proses mencari bentuk. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA