Konflik keagamaan yang terjadi dalam dasawarsa terakhir ini, baik antar umat beragama atau internal umat beragama lebih banyak berawal dari kasus fitnah secara pribadi lalu melÂuas menjadi konflik keagamaan terbuka. Kasus yang terjadi di Ambon dan Poso, demikian pula kasus yang terjadi di SamÂpang, Madura, keseluruhannya dipicu atau berawal dari persoÂalan pribadi lalu dikemas di dalam bentuk fitnah dan pada akhÂirnya terjadilah konflik terbuka. Dampak fitnah amat dahsyat. Kalau orang dibunuh sekali saja menderita dan hanya yang bersangkutan menderita. Akan tetapi jika orang difitnah sama dengan membunuh orang secara pelan-pelan dengan menyaÂkitkan. Fitnah bisa membawa orang lain hancur sehancur-hanÂcurnya. Bahkan fitnah yang keji bisa membunuh hidup-hidup satu keluarga. Yang sakit bukan hanya yang bersangkutan tetapi anak istri atau suami, orang tua, kerabat, dan teman seÂjawat orang itu ikut tersiksa. Pantas jika Allah swt mengancam hukuman yang amat pedih bagi pelaku fitnah. Ahli fitnah bukan hanya disiksa tetapi pahalanya di dunia diambil alih oleh yang difitnah, sehingga tidak tersisa sedikit pun.
Umat dan segenap masyarakat perlu diberikan wawasan untuk hati-hati di dalam menyikapi fitnah, terutama fitnah yang berbau SARA, karena tidak sedikit persoalan yang timbul di dalam masyarakat bisa diboncengi fitnah. Apalagi sekarang dengan kecanggihan alat komunikasi, fitnah bisa merebak begitu cepat dan massif, misalnya melalui SMS, BBM, WA, dan internet. Jika kita tidak selektif membaca isu dan fitnah maka potensi konflik bisa terjadi. Para pemimpin ummat atau tokoh-tokoh agama perlu menyadarkan seluruh umat dan warganya untuk tidak begitu gampang terpancing dengan fitnah. Pengelola media, baik media cetak maupun media elektronik seperti radio, TV, Web, dll juga harus lebih dewasa dan lebih profesional mengelola medianya, karena media bisa menjadi faktor yang sangat signifikan menebarÂkan fitnah.
Umat kita juga perlu diajari mengelola fitnah. Jika sesÂeorang cerdas mengelola fitnah, ia bisa menjadikannya seÂbagai momentum untuk meraih kehidupan baru. Fitnah yang diadreskan kepadanya bisa dijadikan momentum untuk meÂmulai dunia baru, yang boleh jadi lebih baik dari ada sebelumÂnya. Fitnah yang dapat dikelola dengant cerdas bisa memÂberikan pelajaran penting kepada orang lain, bahwa fitnah tidak perlu diratapi atau membuat hidup kita kiamat.
Indonesia sebagai Negara yang heterogen perlu lebih hati-hati. Wacana regulasi hate speech atau ungkapan kebencian yang cenderung provokatif kepada orang atau kelompok lain, yang akhir-akhir ini marak di media, bisa dipertimbangkan dengan catatan hareus betul-betul dibuat secara profesional. ***