"Kami mengecam tindakan Pemprov DKI Jakarta atas pemberian SP2 kepada warga Bukit Duri," tegas Tigor Gemdita Hutapea, Kepala Bidang Advokasi Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta.
Pernyataan ini bukanlah tanpa alasan, pasalnya saat ini warga Bukit Duri sedang mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) terkait dengan rencana penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta atas proyek normalisasi kali Ciliwung.
"Tindakan PemprovDKI Jakarta ini merupakan bentuk penghinaan terhadap pengadilan dan proses hukum," lanjut Tigor.
Bahwa untuk diketahui sebelumnya, Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara gugatan class action warga Bukit Duri telah menegaskan agar Pemprov DKI Jakarta untuk menahan diri dengan tidak melakukan penggusuran terhadap warga Bukit Duri selaku penggugat hingga proses pemeriksaan perkara ini selesai.
Namun kenyataannya Pemprov DKI Jakarta tidak mengindahkan perintah dari Ketua Majelis Hakim pemeriksa perkara dan tetap melanjutkan penggusuran dengan diterbitkannya SP2 kepada warga Bukit Duri.
Berdasarkan catatan LBH Jakarta, hal ini bukan pertama kalinya Pemprov DKI Jakarta menghina proses pengadilan. Pada tanggal 12 Januari 2016 yang lalu, Pemprov DKI Jakarta melakukan penggusuran terhadap warga Bukit Duri RW 10, RT 02, RT 11, dan RT 15, padahal ketika itu warga sedang mengajukan gugatan tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap surat perintah bongkar yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta terhadap warga Bukit Duri.
Selain itu, Tigor juga menyayangkan atas sikap Pemprov DKI Jakarta yang tidak konsisten dengan komitmennya untuk taat pada konstitusi dan bukan pada konstituen serta menggunakan pendekatan kekuasaan dan bukan pada pendekatan hukum.
"Dengan dilakukannya penggusuran ini, Pemprov DKI Jakarta justru malah bertentangan dengan konstitusi yang mana seharusnya Pemprov DKI harusnya menjalani proses hukum dulu sebelum melakukan penggusuran," imbuhnya.
"Penerbitan SP 2 di Bukit Duri ini juga menunjukkan adanya kemunduran demokrasi di Jakarta yg mana Pemprov DKI Jakarta menggunakan pendekatan hukum," lanjut Tigor.
Atas dasar tersebut, maka LBH Jakarta mendesak kepada Pemprov DKI Jakarta untuk: (1) menghormati proses pengadilan terkait dengan gugatan class action yang diajukan oleh warga Bukit Duri; dan (2) tidak melakukan penggusuran terhadap warga Bukit Duri selama proses persidangan berjalan di Pengadilan Negeri Pusat hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pendapat bahwa penggusuran Bukit Duri pada masa masih dalam proses hukum merupakan pelanggaran hukum dibenarkan oleh Majelis Hakim, PN Jakarta Pusat, Anggota DPR RI, Faksi PDIP, Prof. Hendrawan Supratikno, Menteri Hukum dan HAM, Dr. Yasonna Laoly.
Saya adalah saksi hidup bahwa Menhukham dan Prof. Hendrawan Supratikno memberitahu Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengenai rencana pelanggaran hukum yang terkandung di dalam rencana penggusuran Bukit Duri.
Saya pribadi juga mengirimkan surat permohonan dan menulis beberapa naskah permohonan yang dimuat
Kantor Berita Politik RMOL serta harian
Rakyat Merdeka, demi memohon Gubernur Jakarta berkenan berbelas-kasih menunda penggusuran Bukit Duri semasa masih dalam proses hukum. Namun sejarah membuktikan bahwa segenap upaya memohon belas kasih itu ternyata sia-sia belaka seolah berbisik pada rumput tidak bergoyang akibat sang rumput sudah patirasa kemanusiaan.
28 September 2016 Pemprov DKI Jakarta sukses menugaskan laskar penggusuran membumiratakan kawasan RT 06 RW 12 Bukit Duri. [***]
Penulis pemrihatin nasib rakyat tergusur