Berpihak Kepada Kaum Tertindas

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Rabu, 28 Desember 2016, 10:12 WIB
Berpihak Kepada Kaum Tertindas
Jaya Suprana/Net
DUA hari menjelang Hari Natal, presiden AS, Barack Obama memberi hadiah Natal kepada masyarakat dunia yang adil dan beradab, berupa keputusan untuk tidak menggunakan hak veto terhadap resolusi PBB terhadap pemerintah Israel agar menghentikan pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina.

Sebenarnya saya tidak pernah setuju keputusan panitia anugerah Nobel untuk menganugerahkan penghargaan Nobel kepada Barack Obama. Namun kini akibat keputusan Obama mendukung resolusi PBB membela Palestina, saya berubah pikiran menjadi setuju sebab Obama layak memperoleh anugerah Nobel.

Akhirnya Barack Obama berani membuktikan dirinya sebagai negarawan yang berani menjunjung tinggi asas Kemanusiaan Adil dan Beradab. Sudah barang tentu keputusan Obama membela Palestina memperoleh perlawanan bahkan hujatan dari pihak mereka yang berpihak ke Israel, termasuk Partai Republik di parlemen AS.

Donald Trump juga jelas berpihak ke Israel, karena bagi sang presiden pengganti Obama ini tidak ada negara dan bangsa yang namanya Palestina itu. Yang paling keras menentang tentu saja pemerintah Israel di bawah pimpinan PM Benyamin Natanyahu yang jengkel terhadap sikap presiden Obama terkesan selalu mengambang akibat tidak pernah tegas berpihak ke Israel. Akibat kaum Yahudi memang gemar berlindung di balik isu SARA agar dunia tidak tega untuk tidak mendukung Israel, maka tak heran jika deputi menteri yang mantan Dubes Israel untuk AS, Michael Owen, bersabda bahwa PBB munafik dalam menghujat Israel sebagai penindas sementara penindasan yang dilakukan negara lain tidak dihujat.

Owen menegaskan bahwa resolusi terhadap pembangunan permukiman Israel di Palestina adalah SARA sebab berarti bukan cuma anti Israel namun juga anti Semitisme sebagai kosmetik eufemisme: anti Yahudi.

Mengenai siapa menindas siapa pada kasus Israel-Palestina sebenarnya dapat disimpulkan secara nalar dari kenyataan siapa yang lebih memiliki kekuatan militer serta politik plus ekonomi ketimbang siapa.

Terlepas dari polemik siapa benar siapa salah, tidak dapat disangkal bahwa fakta kronologis historis membuktikan bahwa negara Israel didirikan di wilayah yang telah dan sedang dihuni kaum Palestina. Bahwa kemudian PBB berkenan mengakui Israel sebagai bangsa dan negara berdaulat sementara tak kunjung sudi (atau berani) mengakui Palestina sebagai bangsa dan negara berdaulat maka tidak sudi menerima Palestina sebagai anggota PBB , justru merupakan suatu kebijakan tidak terlalu harum aromanya.

Suasana ketidak-adilan makin menjadi-jadi akibat fakta membuktikan sejak Desember 2011, UNESCO sebagai lembaga kebudayaan PBB secara resmi berkenan menerima Palestina sebagai anggota UNESCO yang tentu ditentang keras oleh Israel dan Amerika Serikat! Kepincangan keadilan juga tercermin pada aturan main PBB yang memberikan hak veto kepada negara-negara tertentu saja, termasuk atau terutama Amerika Serikat.

Bahwa Barack Obama di masa akhir kepresidenannya ternyata berani tidak memveto keputusan resolusi PBB terhadap Israel agar menghentikan pembangunan pemukiman warga Israel di Palestina membuktikan bahwa Obama memang seorang negarawan yang perwira menjunjung tinggi asas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Sebagai cantrik Gus Dur, saya selalu berikhtiar mewujudkan warisan pesan mahaguru saya tersebut agar selalu berpihak ke kaum tertindas, saya pribadi menghormati dan menghargai keberpihakan Barack Obama kepada kaum tertindas. [***]

Penulis adalah pembelajar kemanusiaan yang adil dan beradab

< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA