Merawat Toleransi (31)

Keseimbangan Eksoterisme Dan Esoterisme

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 27 Desember 2016, 09:59 WIB
Keseimbangan Eksoterisme Dan Esoterisme
Nasaruddin Umar/Net
TOLERANSI sesungguhnya kesediaan para pihak untuk saling mengerti dan mem­berikan pengakuan. Salahsatu faktor yang paling ser­ing menjadi kendala di dalam pengamalan toleransi ialah ketika umat didomina­si pemahaman keagamaan yang eksoterik, yakni pema­hanan keaganaan secara legal-fomalistik, atau biasa diistilahkan fiqh oriented.

Wajah keagamaan di dalam masyarakat bisa dipolakan ke dalam dua bentuk, yaitu wa­jah eksoteris dan wajah esoteris. Wajah eksot­eris lebih menekankan analisis teks secara le­gal formalistik (fiqh oriented). Pemahaman teks biasanya langsung diarahkan pada aspek pri­laku manusia yang berhubungan dengan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pendekatan ini banyak dilakukan oleh jumhur ulama, sebagaimana dapat dilihat pada sejum­lah kitab tafsir populer (mu’tabarah), seperti Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al- Maragi, Tafsir Jalalain, dll.

Kedua, wajah esoteris yang lebih menekankan analisis hakekat dan makna batin di balik teks. Analisis teks dilakukan hanya sekadar untuk memahami konten sebuah teks. Kelompok ini seringkali melakukan pemaknaan secara metaforik sejumlah teks. Contoh karya esoteris ialah kitab-kitab tafsir tasawus (isyari) dan um­umnya kitab-kitab tafsir syi’ah, seperti Tafsir Al- Shafi, Tafsir Al-Qummy, Taqrib Al-Qur’an Ila Al- Azhan, dll.

Pendekatan eksoteris lebih menekankan penafsiran teks secara denotatif, sedangkan pendekatan esoteris lebih menekankan pemaknaan konotatif terhadap teks. Pendekatan eksoteris lebih sering dilakukan oleh ulama sunni, sedan­gkan pendekatan esoteris lebih sering dilaku­kan oleh ulama syi’ah. Meskipun sama-sama berpegang teguh pada sebuah kitab suci yang sama, tetapi kedua kelompok ini seringkali ber­beda pendapat, bahkan berkonflik karena per­bedaan metodologis.

Kita perlu lebih hati-hati jika menyikapi perbedaan pendapat kedua kelompok ini, sebab dalam segi-segi tertentu sulit dipersatukan. Jika kita mau bersabar mendalami kedua met­odologi ini sama-sama memberikan kepuasan tersendiri. Tafsir-tafsir sunni sangat logis dan sulit untuk dibantah, namun jika kita mendala­mi penjelasan sejumlah pendapat kaum syi’ah dengan metode esoteriknya, rasanya juga bisa difahami dan dihayati. Seandainya saja kedua metodologi ini dapat digabungkan, maka ten­tu saja bisa memberikan perspektif yang lebih positif, karena itu artinya memberikan kepua­san logika dan penghayatan lebih mendalam.

Agaknya kurang bijaksana jika kita menilai suatu karya esoterik melalui kacamata eksoter­ik, demikian pula sebaliknya, kurang bijaksana menilai karya eksoterik dengan kacamata eso­terik. Bisa dipastikan penilaian tersebut penuh dengan bias yang tidak produktif. Dengan de­mikian, kita juga sebaiknya hati-hati mengha­kimi sebuah pemikiran hanya lantaran perbe­daan cara pandang dan metodologis.

Dalam konteks masyarakat yang plural sep­erti Indonesia, yang ideal ialah kombinasi antara kedua pendekatan tersebut. Pola eksoteris se­lama ini lebih banyak diintrodusir oleh kelom­pok Salafi dan atau Wahabi, sedangkan pola esoterik lebih banyak diintrodusir oleh kelom­pok syiah dan kelompok sufi-tarekat. Indonesia sesungguhnya sejak awal sudah menyintesa­kan antara keduanya. Bahkan yang ikut masuk di dalam sintasa itu ialah nilai-nilai kosmologi lokal, sepeti filosofi Jawa, Melayu, Bugis, dll. Bagaimana cara mneggabungkan kedua met­odologi ini perlu dicarikan berbagai upaya, yang jelas upaya itu pasti lama, karena memerlukan pendekatan multi disipliner. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA