Merawat Toleransi (28)

Mengkonsumsi Produk Non-Muslim

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Kamis, 22 Desember 2016, 10:05 WIB
Merawat Toleransi (28)
Nasaruddin Umar/Net
BOLEHKAH mengkonsum­si produk orang-orang non-muslim? Pertanyaan seperti ini sering muncul di tengah masyarakat. Dalam Islam mengkonsumsi produk ma­kanan dan minuman non-muslim selama diyakini tidak terkontaminasi oleh barang-barang haram tidak ada masalah untuk dikonsumsi.

Salah seorang sahabat Nabi, Salman Al-Farisi (w.36H) sebelum masuk Islam pernah membawakan makanan kepada Nabi dan mengatakan ini adalah sadaqah dari kami. Nabi menerima dan meminta para sahabat memakan masakan itu, namun ia sendiri tidak makan masakan itu.

Lalu dalam kesempatan lain, aku membawa­kan sekali lagi makanan kepada Nabi dengan mengatakan makanan ini hadiah khusus untuk­mu dariku. Semoga engkau berkenan memakannya karena kemarin engkau tidak makan makanan yang aku berikan karena niat shadaqah, kali ini sebagai hadiah. Nabi lalu memanggil para sa­habatnya memakan masakan itu bersama-sama. (Lihat Al-Zailay dalam "Nasb al-Rayah" Jilid IV, h. 281). Beberapa saat kemudian Salman Al-Farisi memeluk Islam dan menjadi salah seorang saha­bat penting Nabi yang berfungsi sebagai penasi­hat militer yang sangat disegani. Salman al-Farisi inilah yang merekomendasikan Nabi membuat sistem pertahanan berupa benteng parit (al-khandaq), yang ongkosnya murah tetapi efektif untuk mencegah musuh memasuki Kota Madi­nah. Inilah benteng paling efektif dan paling mu­rah dalam sejarah.

Nabi Muhammad Saw juga pernah menerima berbagai macam hadiah dari beberapa raja yang pernah dikirimi surat, seperti Raja Mukaukis dari Mesir. Dalam acara-acara tertentu di mana para peserta dihadiri juga oleh orang-orang non-muslim Madinah, Nabi kelihatan tidak risih ma­kan bersama dengan orang-orang non-muslim. Ini semua membuktikan, Nabi Muhammad Saw memberikan apresiasi hadiah pemberian dari orang lain, non-muslim. Berbagai hadiah yang diperoleh Nabi dari berbagai kepala Negara, seperti Farwah al-Judzami adalah salah seorang Gubernur Romawi, Raja Nejasy pemimpin Ethi­opia, Heraclius, Kaisar Romawi, Raja Muqau­gis pemimpin Qibti Mesir yang menghadiahkan banyak barang kepada Nabi, termasuk dua bu­dak cantik yang satu di antaranya dikawini Nabi, yaitu Maria al-Qibti, yang melahirkan putra Nabi bernama Ibrahim.

Dalam riwayat lain, disebutkan beberapa produk luar negeri dari non-muslim di antaran­ya diberikan kepada sahabat-sahabat atau orang-orang yang lebih memerlukannya. Se­bagian lainnya diambil atau dikonsumsi bersa­ma dengan sahabat-sahabat lain. Ini menunjuk­kan kearifan dan kemurahan Nabi, tidak suka mengoleksi atau mengkonsumsi sendiri hadiah-hadiah yang diterima dari orang lain, melainkan diserahkan untuk kemaslahatan bersama.

Khusus untuk soal makanan, Nabi sangat banyak riwayat ditemukan menyatakan sangat pe­murah. Tidak pernah memikirkan hari esok untuk soal makanan selama masih ada umatnya yang masih kelaparan. Kurma yang ada dimulut juga bisa dibagi kepada orang lain. Bahkan terkadang Nabi tidak makan siang atau tidak makan malam karena cadangan makanan sudah habis. Tidak bisa dibayangkan orang seperti Nabi, selain se­bagai Rasulallah juga kepala negara bisa keha­bisan makanan dan minuman.

Kebiasaan lain Nabi Muhammad Saw ialah suka menerima tamu dan selalu menjamu ta­munya dengan makanan atau minuman. Bukan hanya tamu-tamu beragama Islam, tetapi non-muslim atau tidak jelas agamanya juga dijamu oleh beliau. Dalam pergaulan Nabi seperti itu ia bisa menjelaskan mana makanan yang halal dan mana yang haram. Mana yang makruh dan mana lebih afdal. Produk-produk yang dinilai tidak halal, jelas Nabi tidak menerimanya tetapi menolaknya dengan santun, sehingga sahabat-sahabat non-muslimnya menjadi tahu apa-apa yang layak dan tidak layak diberikan kepada sahabatnya, Allahu a’lam. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA