Merawat Toleransi (26)

Menjenguk Non-Muslim

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 21 Desember 2016, 08:05 WIB
Menjenguk Non-Muslim
Nasaruddin Umar/Net
SALAH satu pertanyaan yang sering ditanyakan banyak orang, bolehkah membesuk atau menjenguk orang-orang non-muslim yang sedang sakit atau meninggal? Dalam Islam sebetulnya tidak perlu pertanyaan ini muncul kare­na sejak semula Islam turun sampai sekarang tidak per­nah ada larangan dari manapun bagi umat Islam untuk saling mengunjungi satu sama lain, sung­guhpun berbeda agama dan kepercayaan.

Anas bin Malik meriwayatkan, sebuah hadis bahwa suatu ketika seorang laki-laki Yahudi se­dang sakit keras dibesuk oleh Nabi. Bahkan Nabi duduk di samping orang Yahudi tersebut. Selain mendoakan, Nabi juga menasehatinya agar mau menerima Islam sebagai agamanya. Pasien Yahudi ini menatap ayahnya yang ke­betulan juga duduk di samping anaknya. Ayah­nya menyampaikan kepada anaknya yang terbaring sakit dengan mengatakan: Dengar­kanlah apa yang dikatakan oleh Abul Qasim (Nabi). Lalu laki-laki tersebut masuk Islam. Nabi merespons laki-laki yang baru bersyahadat ini dengan berdiri sambil memuji Allah Swt: "Sega­la puji bagi Allah, menyelamatkannya dari api neraka".

Dalam kesempatan lain, ada seorang pemu­da non-muslim tidak jauh dari rumah Nabi setiap hari kerjanya menghina Nabi dengan berbagai hinaan yang keji, termasuk di antaranya setiap hari membuang kotoran di depan pintu rumah Nabi. Nabi pun setiap hari tidak pernah menge­luh membersihkan kotoran itu. Suatu hari orang itu absen tidak membuang kotoran di depan ru­mah Nabi karena ia sakit. Akhirnya Nabi memb­esuk orang itu. Dengan lembut Nabi menanya­kan penyakit apa gerangan yang engkau derita sehingga engkau tidak melakukan kebiasaan­mu di depan pintu rumah kami. Si pemuda itu menangis dengan mengatakan, sekian banyak temanku, ternyata engkau yang paling kubenci paling pertama membesuk aku ketika aku se­dang sakit. Saksikanlah ya rasulullah, saya me­nyatakan dua kalimat syahadat sekarang seba­gai wujud ketakjubanku terhadapmu.

Tradisi Nabi suka membesuk dan mendoakan orang sakit, baik dari kalangan muslim maupun non-muslim, termasuk yang selama ini memusuhi dan paling membenci dirinya. Nabi tidak pernah dikendalikan oleh nafsu amarah di dalam mer­espons setiap perlakuan terhadap dirinya. Baik terhadap orang-orang yang setengah mati me­munjinya maupun orang-orang yang setengah mati membencinya. Ini nasehat penting buat kita bahwa jangan mengambil keputusan saat kita se­dang diliputi emosi, karena hampir setiap kepu­tusan yang diambil saat kita sedang emosi; baik emosi kegembiraan maupun emosi kemarahan, pada umumnya berakhir dengan penyesalan.

Kedua pemandangan tersebut di atas menun­jukkan, pendekatan Nabi selalu mengedepank­an kelembutan dan kasih sayang di dalam menghampiri setiap sasaran dakwahnya. Hasil­nya ternyata pendekatan kelembutan lebih am­puh menundukkan jiwa yang keras ketimbang melalui pendekatan kekerasan dan cara-cara anarkis. Al-Qur'an pun sesungguhnya sudah mengingatkan kita bahwa: "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepa­da orang yang kamu kasihi, tetapi Allah mem­beri petunjuk kepada orang yang dikehendaki- Nya". (Q.S. al-Qashash/28:56). Dalam ayat lain dikatakan: "Dan jikalau Tuhanmu menghenda­ki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?". (Q.S. Yunus/10:99).

Jika dakwah kita ingin berhasil sebaiknya kita meniru cara-cara terhormat Rasulullah Saw. Ia sangat bijaksana mengajak dan menyampaikan dakwah bilhal kepada umatnya, termasuk kepa­da umat non-muslim. Pendekatan kelembutan dan kasih-sayang, seperti mengunjungi orang sakit dan orang-orang lain yang ditimpa masalah, ternyata lebih mengesankan orang. Mari kita mencontoh kearifan Nabi Muhammad Saw. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA