Anas bin Malik meriwayatkan, sebuah hadis bahwa suatu ketika seorang laki-laki Yahudi seÂdang sakit keras dibesuk oleh Nabi. Bahkan Nabi duduk di samping orang Yahudi tersebut. Selain mendoakan, Nabi juga menasehatinya agar mau menerima Islam sebagai agamanya. Pasien Yahudi ini menatap ayahnya yang keÂbetulan juga duduk di samping anaknya. AyahÂnya menyampaikan kepada anaknya yang terbaring sakit dengan mengatakan: DengarÂkanlah apa yang dikatakan oleh Abul Qasim (Nabi). Lalu laki-laki tersebut masuk Islam. Nabi merespons laki-laki yang baru bersyahadat ini dengan berdiri sambil memuji Allah Swt: "SegaÂla puji bagi Allah, menyelamatkannya dari api neraka".
Dalam kesempatan lain, ada seorang pemuÂda non-muslim tidak jauh dari rumah Nabi setiap hari kerjanya menghina Nabi dengan berbagai hinaan yang keji, termasuk di antaranya setiap hari membuang kotoran di depan pintu rumah Nabi. Nabi pun setiap hari tidak pernah mengeÂluh membersihkan kotoran itu. Suatu hari orang itu absen tidak membuang kotoran di depan ruÂmah Nabi karena ia sakit. Akhirnya Nabi membÂesuk orang itu. Dengan lembut Nabi menanyaÂkan penyakit apa gerangan yang engkau derita sehingga engkau tidak melakukan kebiasaanÂmu di depan pintu rumah kami. Si pemuda itu menangis dengan mengatakan, sekian banyak temanku, ternyata engkau yang paling kubenci paling pertama membesuk aku ketika aku seÂdang sakit. Saksikanlah ya rasulullah, saya meÂnyatakan dua kalimat syahadat sekarang sebaÂgai wujud ketakjubanku terhadapmu.
Tradisi Nabi suka membesuk dan mendoakan orang sakit, baik dari kalangan muslim maupun non-muslim, termasuk yang selama ini memusuhi dan paling membenci dirinya. Nabi tidak pernah dikendalikan oleh nafsu amarah di dalam merÂespons setiap perlakuan terhadap dirinya. Baik terhadap orang-orang yang setengah mati meÂmunjinya maupun orang-orang yang setengah mati membencinya. Ini nasehat penting buat kita bahwa jangan mengambil keputusan saat kita seÂdang diliputi emosi, karena hampir setiap kepuÂtusan yang diambil saat kita sedang emosi; baik emosi kegembiraan maupun emosi kemarahan, pada umumnya berakhir dengan penyesalan.
Kedua pemandangan tersebut di atas menunÂjukkan, pendekatan Nabi selalu mengedepankÂan kelembutan dan kasih sayang di dalam menghampiri setiap sasaran dakwahnya. HasilÂnya ternyata pendekatan kelembutan lebih amÂpuh menundukkan jiwa yang keras ketimbang melalui pendekatan kekerasan dan cara-cara anarkis. Al-Qur'an pun sesungguhnya sudah mengingatkan kita bahwa: "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepaÂda orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memÂberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki- Nya". (Q.S. al-Qashash/28:56). Dalam ayat lain dikatakan: "Dan jikalau Tuhanmu menghendaÂki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?". (Q.S. Yunus/10:99).
Jika dakwah kita ingin berhasil sebaiknya kita meniru cara-cara terhormat Rasulullah Saw. Ia sangat bijaksana mengajak dan menyampaikan dakwah bilhal kepada umatnya, termasuk kepaÂda umat non-muslim. Pendekatan kelembutan dan kasih-sayang, seperti mengunjungi orang sakit dan orang-orang lain yang ditimpa masalah, ternyata lebih mengesankan orang. Mari kita mencontoh kearifan Nabi Muhammad Saw. ***