"Mungkin nanti kita makan tumpeng aja di rumah sama keÂluarga," kata Ida kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Setelah suaminya bebas, Ida ingin menikmati hari tuanya berÂsama. Ida tak akan mengizinkan suaminya menjadi pejabat laÂgi. Soal kasus yang menimpa suaminya, Ida sudah melupakan dan memaafkan siapapun orang di balik kasus yang diduga direÂkayasa oleh pihak tertentu itu. Berikut penuturan Ida;
Suami Anda tanggal 10 November nanti bakal dibeÂbaskan, bagaimana perasaan keluarga?Tentunya semua bersyukur. Bapak bisa melalui semuanya ini dengan sesuai aturan. Menuruti semua aturan di Lapas. Kita bersyukur juga Bapak tidak sakit, tidak kekurangan satu apapun, walaupun itu terpisahÂkan oleh tembok lapas dengan dunia luar.
Ada acara khusus dari keÂluarga untuk menyambut hari kebebasan itu?Mungkin nanti hanya makan tumpeng aja di rumah sama keluarga.
Siapa saja yang diundang nih?Mungkin enggak ada yang diundang, hanya acara sepontan saja, kalau yang khususnya nanti sekalian ada acara ulang tahun paman saya, buat syukuran aja.
Apa ada perubahan di rumah, selama ditinggal suami?Nggak ada, biasa aja karÂena sudah sering ketemu. Tapi juga apa ya, karena ya Bapak pengin pulang terus, biasanyakan Bapak di sana (di penjara). Paling, selama ditinggal Bapak, banyak keluarganya yang sudah nggak ada, saudaranya.
Kalau yang bertambah?
Ada tambahan satu.
Cucunya?Iya, dari anak yang nomor dua, namanya Aziz.
Sudah sering ketemu denÂgan kakeknya?Sudah.
Kegiatan apa yang akan dikerjakan suami anda setelah bebas nanti?Saya belum tahu, apa ya nanti. Mungkin yang pasti akan banyak tamu dan keluarga ya, mungkin dari daerah dari saudara Bapak dan saya yang ingin bertemu. Dulu kan susah bertemu di daÂlam Lapas, birokrasinya susah. Hanya itulah mungkin. Untuk sementara ini biar istirahat dulu lah, he-he-he.
Ada rencana liburan?Belum. Karena anak-anak saya kan kerja semua. Kalau Bapak itu, kalau mau pergi itu maunya sama anak-anaknya, sama cucu-cucunya.
Kalau nanti diminta kembali memimpin KPK, kira-kira ibu bersedia nggak?Saya nggak.
Kenapa?Nggak usahlah, untuk seÂmentara ini nggak usah dulu deh. Udah capek juga saya, protokoler bener. Saya dari kecil, orang tua saya juga protokoler. Jadi saya pengin menikmati, udah usia juga mas. Untuk apa bapak (kembali ke KPK), yang muda-muda masih banyak.
Kalau diminta ngajar, jadi dosen. Setuju nggak?Kalau itu sih nggak apa-apa ya. Karena ilmunya biar ditularÂkan. Banyak yang masih minta pendapat beliau, terutama fakulÂtas hukum, untuk skripsinya dan lainnya.
Banyak yang menilai kasus suami anda ini direkayasa, dikriminalisasi. Setelah bebas nanti, perlu nggak diungkap kembali siapa dalangnya?Kalau dari saya, kayaknya udah lah. Yang berlalu biarlah berlalu. Tapi kalau dari keluarganya Bapak Nasaruddin, mungkin kakaknya meninggal hanya untuk dikorbankan untuk mengkrimiÂnalisasi Bapak. Tapi kenapa harus Bapak (yang dihukum), mungkin mereka yang akan menuntut. Mungkin ya. Dia kan pernah bilang di media ingin membuka siapa sebetulnya dalangnya itu.
Jadi ibu, lebih memilih ingin memaafkan saja?Kalau memaafkan sudah dari dulu, kalau kita nggak memaafÂkan, kita berat bebannya. Jadi diikhlaskan saja. Kalau nggak diikhlaskan mungkin Bapak sudah sakit dari dulu. Jadi kita harus ikhlas, kalau ikhlas kan enak. Saya saja sudah lupa mas... he-he-he. Sudah terbiasa, sudah nggak apa-apa. ***
BERITA TERKAIT: