Ketua Setara Institute ini pun mengingatkan, TPF sudah menyerahkan dokumennya pada 24 Juni 2005. "Dokumennya itu ada tujuh bundel, masa hilang semua?" imbuhnya.
Saat itu, dijelaskan Hendardi, dokumen tersebut diserahkan TPF kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu ditemani Yusril Ihza Marhendra, Sudi Silalahi, dan Andi Malarangeng.
Seperti diberitakan, Munir wafat pada 7 September 2004 di Pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Tujuan Munir ke Belanda adalah untuk melanjutkan studinya di Universitas Utrecht. Berdasarkan hasil autopsi Munir positif tewas karena racun arsenik.
Berikut ini keterangan Hendardi yang kala itu ikut menginÂvestigasi kasus kematian Munir;Dokumen hasil investigaÂsi TPF kasus Munir hilang. Tanggapan Anda?Jika itu benar, artinya sistem pengelolaan arsip yang dilakuÂkan oleh Setneg sangat buruk. Sebab faktanya dokumen sudah diterima oleh Presiden SBY saat itu, yang artinya Setneg sebagai pembantu bagian administrasi secara otomatis bertanggungÂjawab terhadap dokumen itu.
Tapi menurut Yusril yang saat itu menjabat sebagai Mensesneg, tidak semua dokuÂmen yang diserahkan kepada Presiden harus diregistrasi Setneg. Tanggapan anda?Itu kan alasan saja. Menurut saya hanya ada dua kemungÂkinan yang menjadi penyebab Setneg tidak memiliki dokumen tersebut.
Apa saja kemungkinan itu?Jika bukan karena adminisÂtrasi yang buruk, maka patut diduga adanya kesengajaan menghilangkan dokumen terseÂbut. Patut diduga ada pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus Munir. Sebab saat itu TPF merekomendasikan sejumlah nama yang diduga kuat telah melakukan permufakatan jahat membunuh Munir. Dan kalau dokumennya memang hilang, ini tentu menjadi preseden buÂruk bagi penegakan HAM di Indonesia.
Mengapa begitu?Karena saat Presiden SBY membentuk TPF dan mengÂhasilkan rekomendasi pun, hasil kerja itu juga belum mampu mengungkap kebenaran dan meÂlimpahkan keadilan. Contohnya ketika TPF merekomendasikan agar SBY membentuk Tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat.
Kenapa saat itu TPF harus merekomendasikan pembenÂtukan tim baru?Karena TPF menghadapi banÂyak kendala politik. Banyak pihak menolak diperiksa, termasuk anggota BIN. Contohnya pemerÂiksaan saksi dari Badan Intelijen Negara (BIN), dan beberapa mantan pejabat yang mangkir memenuhi panggilan TPF. TPF tidak mempunyai kekuatan yang cukup. Lalu akses dokumen juga tidak bisa didapat dari berbagai instansi. Oleh karena itu perlu dibentuk tim baru yang lebih kuat mandat dan kewenangannya.
Bukahkah ketika itu angÂgota BIN sudah diperiksa juga oleh TPF?Memang. Tapi pemeriksaan terhadap aparat BIN kala itu baru bisa dilakukan saat masa perpanjangan waktu yang diberiÂkan kepada TPF. Namun, pemerÂiksaan hanya bisa dilakukan di kantor BIN. Itu pun tidak semua aparat yang bisa diperiksa. Tapi kan rekomendasi ini juga tidak ditindaklanjuti. Tidak ada tim baru yang dibentuk.
Lalu menurut Anda, apa yang harus dilakukan oleh peÂmerintah untuk menuntaskan kasus ini?Buka dokumen ke publik sesÂuai perintah Keppres dan temuÂkan serta tindak lanjuti proses hukum tidak saja terhadap aktor lapangan tetapi aktor yang memÂfasilitasi, aktor perencana dan akÂtor pemberi keputusan pembunuÂhan Munir. Jokowi sebenarnya amat mampu meminta jajarannya untuk menjelaskan keberadaan laporan akhir TPF tersebut.
Tapi kan diduga dokumenÂnya ada di SBY?Bagi saya, jika SBY berbeÂsar hati, maka sudah semestiÂnya membantu Jokowi dengan menjelaskan di mana dokuÂmen tersebut berada termasuk menjelaskan motivasi apa yang mendorong penghilangan doÂkumen tersebut. Menurut saya, untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan unsur negara seperti kasus Munir memerlukan kemauan politik serius, dan keÂberpihakan pada korban dengan cara memastikan rekomendasi hasil TPF ditindaklanjuti.
TPF kan masih memiliki dokumen tersebut. Apakah pihak istana sudah meminta dokumen itu?Sampai saat ini tidak ada perÂmintaan dari pemerintah kepada ke mantan-mantan anggota TPF untuk menyerahkan kembali dokumen hasil investigasi kasus Munir.
Mengapa bukan Anggota TPF saja yang mengungkapÂkan isi dokumennya?Jadi yang berhak mempubÂlikasikan isi dokumen itu hanya Presiden. TPF tidak punya keÂwenangan, karena sudah diserÂahkan ke Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Kalau begitu kenapa angÂgota TPF tidak berinisiatif menyerahkan saja dokumenÂnya kepada pemerintah?Kami tak bisa begitu saja menyÂerahkan salinan dokumen jika tak ada permintaan. Presiden Jokowi yang harus proaktif mencari dokuÂmen tersebut. Para mantan angÂgota TPF pun masih menyimpan salinannya dan bisa memberikan jika diminta Presiden. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.