"Kenapa Meksiko setelah 10 tahun ternyata bisa ekspor padahal awalnya dia impor 1 juta ekor sapi dari Nikaragua, dan Managua. Setelah saya cek ternyata dia punya 9 UPT (Unit Pelaksana Teknis) bibit. Sembilan UPT ini yang dijadiÂkan etalase sumber bibit nasional bagi rakyat mereka. Kalau mereÂka (Meksiko) bagus, kenapa kita tidak tiru," kata Ketut kepada
Rakyat Merdeka.
Berikut penuturan Ketut terkait program dan tugas utaÂmanya sebagai Dirjen; Memang sejatinya problem UPT bibit kita selama ini apa saja sih? Saya sekarang sebenarnya ingin UPT Bibit jelas hasilnya. Misalnya UPT Padang Mangatas, berapa sih sesungguhnya mereka punya sapi? Berapa jantan dan betinanya? Jadi recordingnya harus jelas. Kemudian berapa sesungguhnya dia bisa hasilkan bibit per tahun dengan kapasitas lahan tersebut. Jadi itu yang dipakai sebagai tolak ukur kiÂnerja. Begitu juga dengan UPT bibit lainnya supaya dia tidak mutar-mutar horisontal, tapi naik populasinya. Masa sih tahun lalu pelihara dua ratus, cuma bisa hasilin 50 ekor per tahun. Kapan majunya negara kita. Jadi saya ingin misal tiga tahun lalu saya pelihara 300 ekor, sekarang 700 ekor. Saya ingin kedengaran begitu di telinga saya.
Sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan nasional berapa banyak populasi sapi yang mesti kita miliki?Dalam road map kita dalam tahun 2022 itu estimasi popuÂlasi 23.230.605 ekor. Kemudian 2026 jadi 33.933.999 ekor. Artinya ketika pada posisi 30 juta ekor populasi, kita sudah beÂrani ekspor. Itu perhitungan kita. Sekarang ini populasi sapi kita di 2015 itu 12,6 juta ekor. Untuk cari 33 juta ekor kita kan harus naikkan populasinya sampai 200 persen, baru bisa kita aman. Caranya bisa melalui program sapi wajib bunting (siwab), tamÂbahan indukan (melalui impor), jadi kita hantamnya dari bawah ke atas. Dari lokal dan tambah populasi indukan.
Sebenarnya berapa sih keÂbutuhan konsusmsi daging sapi kita?Kalau jumlah pemotongannya 2,7 juta ejor. Konversi dagingÂnya 462 .436 ton. Sementara kebutuhan nasional kita masih 675 ribu ton, jadi impor masih diperlukan. Tapi nanti akan terus menurun. Cuma kan sebenarnya kebutuhan daging tertinggi itu di Jabodetabek. Kalau di luar Jabodetabek kan kebutuhannya normal-normal saja. Nah yang baru akan impor ini sebenarnya hanya untuk memenuhi kebutuhan Jabodetabek aja, jadi kita tidak ingin karena impor ini kemudian petani kita merugi. Seperti yang saya katakan bahwa tujuan kita sebenarnya inginÂnya ekspor. Satu-satunya jalan ya memang tingkatkan popuÂlasi kita. Selama ini kebutuhan nasional kita baru 67 persen yang dipenuhi dari lokal. Dari 33 persen impor itu, kita kan berpikir supaya tidak impor meÂlulu. Makanya dalam impor ini disertakan impor indukan untuk tambah jumlah populasi kita.
Jadi sebenarnya berapa banyak kita impor sapi tahun ini?Anggap kebutuhan nasional kita 100 persen. Dari 10 persen ini, 67 persennya kita lokal. Bapak tahan saja impor, pasti betina dipotong karena sapi tidak ada. Dan dia ingin makan dagÂing sapi gimana. Kita harapkan nanti populasi kita benar-benar memenuhi standar yang kita inginkan pada populasi berapa kita aman dari impor. Cukup ini saya tidak usah impor lagi dan malah kita ada sisa. Sisa inilah yang akan kita impor. Hitungnya ini di mana, ya 2022 ini kita akan berani apa leading apa tidak. Baru 2026 kita kita harapkan ada ekspor disitu.
Impor sapinya dari negara masa saja?Australia kan sudah siap. Tapi dari luar kita buka juga. Sekarang kita bidik Meksiko unÂtuk daging dan sapi, juga India. Meksiko saya dengar sudah ada 4 rekanan yang sudah siap.
Kenapa tidak Australia saja kan jaraknya lebih dekat denÂgan Indonesia...Terus terang kami hanya fasilÂitasi boleh apa tidak. Untung rugi bukan persoalan kita. Jadi kita rekomendasi teknis saja. Saya harap sih bisa berjalan imÂpor dari meksiko ini. Tapi nanti kita jajaki juga Brasil dan negara lain. ***
BERITA TERKAIT: