Para ‘arifin sesungguhnya juga ‘alimin tetapi tidak semua orang ‘alimin itu ‘arifin. Ada seorang ilmuan, bahkan profesor tetapi penampilan dan akhlaknya seperti ‘kurang ajar’. Sedangkan ‘ariÂfin, mungkin pendidikan formalnya tidak terlalu tinggi tetapi penampilan dan akhlaknya santun. Bahkan orang yang ‘arifin jalan pikirannya pun lurus, hatinya tulus dan bersih, tidak riya’ dan tidak kasar. Betul-betul memperhitungkan seÂcara matang seluruh tindakannya.
Bagi banyak orang, menjadi ‘alimin tidak terlalu susah. Yang penting ada kesungguhan, punya biaya untuk studi, dan rajin belajar, inÂsya Allah pasti dapat menjadi ‘alimin. Orang yang mengenyam pendidikan di bangku sekoÂlah atau bangku kuliah pasti dapat memperoleh ilmu (‘alimin) yang dibuktikan dengan ijazah. Namun untuk meraih kearifan tidak cukup hanÂya dengan rajin belajar dan biaya yang cukup, dan memperoleh ijazah, tetapi lebih dari itu, harus senantiasa mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Swt, menjauhi larangan dan menaati perintahnya. Itupun belum tentu dapat, makanya diperlukan kesabaran, kepasÂrahan diri dan tawakkal yang kuat serta senanÂtiasa berdoa agar mendapatkan berkah itu. Para ‘arifin mengerjakan apa yang mereka tahu dan mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Kealiman dapat diperoleh melalui ijtihad denÂgan mengerahkan energi akal pikiran, sedangÂkan kearifan diperoleh melalui mujahadah denÂgan mengerahkan energi batin. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode yang pertama disebut ilmu (‘ilmun), sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui metodologi yang kedua disebut makrifat (ma’rifah). Idealnya seorang muslim atau muslimah, ilmu dan ma’rifah meÂnyatu secara utuh di dalam dirinya, seperti diiÂsyaratkan dalam ayat yang pertama kali turun di dalam Al-Qur’an: Iqra’ bi ismi Rabbik (BeÂcalah dengan membaca nama Tuhanmu). Iqra’ simbol ilmu dan bismi Rabbik menjadi simbol ma’rifah.
Dalam Al-Qur’an, kemampuan yang dapat diÂcakup oleh ilmu amat terbatas, seperti kata Al- Qur’an:
Wama utitum minal ‘ilmi illa qalila (Kami tidak memberikan ilmu kepada kalian melainkÂan hanya sedikit). Sedangkan yang biasa disepadankan dengan
ma’rifah ialah hikmah yaitu sesuatu yang unlimited, tanpa batas, sebagai mana dikatakan dalam Al-Qur’an:
Yu’til hikmah man yasya’, wa man yutal hikmah faqad utiya khairan katsir (Hikmah itu diberikan kepada siaÂpa yang dikehendaki (oleh Allah), barang siaÂpa yang mendapatkan hikmah itu, maka akan diberikan kebaikan yang lebih banyak).
Idealnya untuk seorang muslim, harus memiÂliki kedua-duanya, ilmu dan
ma’rifah. Keilmuan akan banyak membantu kita untuk memberiÂkan kemudahan-kemudahan duniawi, sedangÂkan
ma’rifah akan banyak membantu kita untuk memberikan kemudahan ukhrawi. Ilmu banyak menolong kita untuk sukses menjadi khalifah di bumi, sedangkan ma’rifah banyak menolong kita untuk sukses menjadi hamba/
’abid. ManuÂsia paripurna atau insan kamil, ialah manusia yang menyandingkan keberhasilannya sebagai khalifah dan sebagai hamba.