Yang paling nyata di Tanah Suci ialah keraÂpian jemaah di dalam dan di luar pemondokan. Jemaah haji yang terikat di dalam KBIH lebih rapi dan jarang di antara mereka yang tersesat atau hilang karena diawasi secara ketat oleh KBIH mereka. Para jemaah haji diberikan identitas Khusus yang mudah dikenali selain identitas umum yang diberikan atau ditetapÂkan pemerintah seperti gelang dan baju batik. Kerapian dan kedisiplinan jemaah haji di TaÂnah Suci, khususnya saat dan di tempat krodit, seperti di tempat pelemparan (jamarat), thawaf, dan sa’yi, kehadiran KBIH sangat membantu. Rasanya sulit jika hanya petugas resmi yang dibentuk Kementerian Agama mampu menertibkan ratusan ribu jemaah haji Indonesia.
Berkat kerapian dan ketertiban jemaah haji Indonesia sehingga setiap musim haji IndoneÂsia mendapatkan apresiasi positif dari berbagai pihak di Tanah Suci, khususnya dari pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. Meskipun jemaah haji Indonesia terbesar jumlahnya di seluruh dunia tetapi paling mudah ditertibkan. Jarang sekali jemaah haji Indonesia membuat keonaran atau hal-hal yang merepotkan pihak keamanan dan petugas pemerintah Saudi Arabia. Itu semua berkat efektifitas sentuhan langsung pengurus KBIH. Jika ada jemaah yang hilang atau sakit maka yang paling pertama mengetahuinya ialah pengurus KBIH. Demikian pula jika ada masalah khusus yang menimpa jemaah, seperÂti kehilangan atau kecopetan, maka yang sering memberikan solusi praktis ialah dari KBIH. BahÂkan para petugas jemaah haji resmi seringkali menyerahkan pengurus KBIH jika ada masalah yang menimpa jemaah.
Namun demikian, banyak masalah haji yang terjadi di lapangan juga berhubungan dengan KBIH. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kehadiran KBIH adalah untuk mencari keunÂtungan (profit oriented) melalui ibadah haji dan umrah. Di antara masalah itu ialah terkadang ditemukan KBIH terlalu aktif mempengaruhi calon jemaah haji untuk segera menunaikan ibadah haji atau umrah. Meskipun sesungguhÂnya orang itu belum memenuhi kriteria mampu (istitha’ah) tetapi godaan pengurus KBIH maka seolah-olah calon jemaah haji memaksakan diri dengan menjual atau menggadaikan atau mengambil kredit untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH). Ada yang dari segi umur atau kesÂehatan sesungguhnya sudah tidak cukup kuat, namun karena KBIH mengejar target maka dipengaruhilah calon jemaah itu untuk mendafÂtar. Jika ada jemaah yang secara materi cukup mampu ia salurkan kepada penyelenggara haji plus (non pemerintah). Bagi KBIH bisa meraih keuntungan melalui prosentase biaya jemaah haji yang dikoleksi di samping biaya tambahan yang dipungut dari jemaah yang menjadi peserÂtanya dengan berbagai dalih. KBIH juga memiÂliki kelincahan memberangkatkan calon jemaah dengan berbagai cara, termasuk melalui negaÂra-negara lain seperti yang terjadi belum lama ini di Filipina.
Dengan mempertimbangkan plus-minus KBIH di atas, maka sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian khusus kepada KBIH, yang selama ini berada di dalam struktur. PerÂlu dipikirkan pemerintah, lebih baik mana KBIH berada di dalam struktur atau di luar struktur panitia PPIH? ***