Sebelumnya Jaksa Pras menÂgaku sempat kesal mendengarpernyataan Effendi Ghazali yang menebar tuduhan tanpa bukti. Jaksa Pras mengungkapkan, Effendy sebelumnya menuduh ada oknum jaksa yang berkolaborasi dengan gembong narkoba almarhum Freddy Budiman.
Selain itu, juga oknum disebut-sebut memeras seorang anggota jaringan narkoba bernama Tedja. Selain memeras Tedja, sang jaksa juga memaksa istri Tedja untuk ikut karaoke. Berikut ini pernyataan Jaksa Pras kepada
Rakyat Merdeka terkait tuduhan Effendi tersebut;
Rencana Kejagung ingin membentuk Tim Pencari Fakta, bagaimana perkemÂbangannya?Itu inisiatif dari Persatuan Jaksa Indonesia. Saya belum dapat laporan. Tapi yang pasti saya ingin klarifikasi ya, perjelas permasalahannya seperti apa.
Hal apa yang ingin Anda klarifikasi?Effendi Ghazali sudah sempat datang ke Kejaksaan Agung. Dan dia sempat menyatakan peÂnyesalan, minta maaflah. Sudah membuat pernyataan, yang tenÂtunya tanpa dilengkapi dengan data-data yang akurat, gitu.
Tapi Kejagung apa sudah memeriksa oknum jaksa pemeras yang disebut-sebut TPFG bentukan Polri?Kejaksaan sendiri sudah memanggil jaksa-jaksa yang dulu menangani kasus itu. Dan ternyata nggak ada. Makanya seperti yang saya katakan, janÂgan justru mereka itu memperÂlakukan sumber informasi dari orang yang berada di lingkungan bandar dan sindikat pengedar narkoba saja dong. Dia kan bisa cerita macam-macam kan.
Apa yang membuat Anda percaya pada oknum jaksa yang disebut pemeras itu?Sementara kan tahu sendiri jaksanya, lihat saja tuntutan dan putusannya. Ya ketika jaksanya tidak mau diajak main-main ya dia cerita macam-macam.
Cuma itu saja?Yang terjadi bahkan informasÂinya Freddy Budiman yang meÂnyuruh Tedja itu untuk mengaku bahwa ekstasi 1,4 juta butir itu bukan punya Freddy. Tapi punya si Rudi katanya. He-he-he... Ini yang terjadi mereka akan tahu ya. Justru, kepada jaksanya itu memberikan petunjuk untuk penyidik untuk ya seharusnya si Freddy dan adiknya jadi tersangka juga. Ternyata nggak datang-datang juga berkasnya. Itu yang terjadi. Kok tiba-tiba muncul istilah jaksa "tukar kepala". "Tukar Kepala"-nya di mana...
Oknum jaksa pemeras itu disebut-sebut bisa mengubah pasal?Kalau katakanlah jaksa menghendaki diubahnya pasal dengan pasal lain yang lebih teÂpat, nggak mungkin serta merta dia mengubah sendiri kan.
Kenapa nggak mungkin?Itu (harus) melalui mekanÂisme pra-penuntutan, memberiÂkan petunjuk kepada penyidik. Jadi tidak mungkin dikerjakan sendiri, tanpa melalui proses petunjuk dan tanpa koordinasi dengan penyidik. Ini yang tidak dipahami oleh Effendi Ghazali. Dia terus langsung ngomong saÂja. Mestinya tidak boleh seperti itu, apalagi dia menyandang kapasitas sebagai anggota Tim Pencari Fakta. Tapi, bagaimana pun Pak Efendi Ghazali sudah sempat datang minta maaf, bahwa dia membuat pernyataan tentunya tanpa didasari oleh data-data yang akurat dan salah itu.
Apa ada rencana menuntut TPFG bentukan Polri, karena sudah menuduh tanpa bukti?He-he-he... Ndak lah... Yang penting asal mereka memahami bahwa itu keliru. Tapi kita tetap akan mengklarifikasi kebenaranÂnya. Saya ini kan dinyatakan dalam forum terbuka pada saat mereka menyampaikan hasil temuan TPF itu kan. Ya tiba-tiba aja kan. Kenapa kok tiba-tiba justru yang dicari lain, yang disÂampaikan lain... He-he-he.
Kok bisa begitu ya, ada apa sebenarnya?Ini suatu yang tentunya menÂimbulkan tanda tanya juga, kok bisa begitu. Ya kan... He-he-he. Makanya seperti yang dikatakan Pak JAMPidum (Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum) itu, gatal kepala yang digaruk kaki... He-he-he. Akhirnya ya tidak menghilangkan rasa gatal itu. Yang timbul bahkan bagian tubuh lain yang luka. Kan gitu.
Jika ada jaksa yang terbukti melakukan pemerasan terhadap terdakwa, apa sanksinya?Sanksi kita keras dan tegas. Kan sudah ada bukti...
Contohnya?Katakanlah misalnya ada indikasi rekayasa perkara saja sudah pernah saya buktikan itu. Bagaimana jaksa kita berikan hukuman, sanksi, hukuman disiÂplin. Kita copot jabatannya, kita mutasikan, nggak ada kompromi dengan kita. Makanya justru kemarin itu menjadi hal yang sangat serius ketika Effendi Ghazali mengatakan Jaksa yang "tukar kepala", meras. Padahal ternyata bukan seperti itu setelah ditelusuri, didalami. ***