WAWANCARA

Agus Santoso: Sebagian Besar Pendanaan Untuk Para Teroris Di Indonesia Berasal Dari Australia

Kamis, 15 September 2016, 10:30 WIB
Agus Santoso: Sebagian Besar Pendanaan Untuk Para Teroris Di Indonesia Berasal Dari Australia
Agus Santoso/Net
rmol news logo Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi adanya aliran dana dari jaringan teroris yang masuk ke beberapa organisasi nirlaba. Saat ini, dijelaskan Agus, banyak organisasi nirlaba diman­faatkan oleh jaringan teroris.
 
Agus membeberkan, saat ini organisasi nirlaba yang diduga terlibat dengan kegiatan teror­isme belum sampai sepuluh jum­lahnya. Namun, temuan tersebut disinyalir hanya merupakan pun­cak gunung es. Diduga, masih banyak organisasi nirlaba lain­nya yang terlibat, hanya saja belum terdeteksi PPATK.

"Baru bisa tahu jaringan ter­oris atau bukan ketika kami melihat transaksi keuangan­nya yang bocor, dan ternyata mendukung kegiatan teroris," ucapnya. Berikut wawancara selengkapnya.

Sepuluh NPO (Nonprofit Organization) yang diduga terlibat teroris, bisa disebut­kan namanya?
Saya tidak sebut nama yayasan. Yang bisa saya ungkapkan ada­lah beberapa yayasan tersebut diketahui juga membiayai para teroris yang berangkat ke daerah teroris di luar negeri, seperti Suriah. Mereka menjadi foreign terrorism fighter (FTF).

Mereka mendapat dana dari mana saja untuk mendanai kegiatannya?
Sebagian besar pendanaan untuk para teroris buat melaku­kan aksinya di Indonesia berasal dari Australia. Frekuensi dana yang masuk dari Australia itu sebanyak 97 kali. Total terdapat sekitar Rp 88,5 miliar, dana yang dikirimkan dari sana kepada para foreign terrorism fighter yang ada di Indonesia.

Kalau dari negara lain tidak ada?
Ada. Pihak lain yang juga ban­yak mengirimkan dugaan pen­danaan terorisme ada di Brunei dengan kisaran Rp 2,6 miliar. Disusul Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, dan Thailand. Kemudian juga ada beberapa negara Timur Tengah, seperti Irak, Libanon, dan Turki.

Lalu Indonesia ternyata juga menjadi bagian dari pemasok dana kepada terduga teroris ke negara lain. Berdasarkan temuan PPATK, Indonesia juta mengirim dana itu ke Hong Kong sebesar Rp 31,2 miliar, ke Filipina Rp 229 miliar, dan ke Australia Rp 5,3 miliar.

Bagaimana cara mereka me­nyalurkan dana tersebut?
Caranya macam-macam, mu­lai dari menyewa orang, bah­kan ada yang sampai menikahi dulu pasangan warga negara Indonesia.

Setelah itu, sang istri diminta membuka rekening khusus guna menerima alokasi dana dugaan terorisme. Adapun penggunaan instrumen pem­bayaran paling baru saat ini ada dua cara yang ditemukan PPATK.

Cara apa sajakah itu?

Metode pembayaran ter­baru itu adalah mengguna­kan instrumen global payment gateway, seperti paypal, dan penggunaan instrumen virtual currency, seperti bitcoin.

Dari penelusuran PPATK, dana tersebut digunakan un­tuk apa?

Beberapa kegunaan dana ter­orisme tersebut antara lain, untuk rekrutmen, pelatihan, menafkahi janda-janda teroris, membeli sen­jata dan alat peledak, propaganda, serta membiayai tiket perjalanan ke negara tempat pelatihan tero­ris, seperti Suriah.

Apa yang dilakukan PPATK untuk mengatasi masalah ini?

PPATK berupaya untuk men­gawasi pergerakan NPO ter­masuk melalui kerja sama antar kementerian dan lembaga. Lima kementerian berkaitan dengan NPO akan diajak bekerja sama, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan Kementerian Hukum dan HAM sebagai pemberi izin operasi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA