Jika sebelumnya cuma Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso yang memerintahkan anggota Polri untuk menindak tegas para bandar narkoba, kini genderang perang terhadap banÂdar narkoba makin kencang ditÂabuh. Jenderal Tito pun memerÂintahkan seluruh anak buahnya untuk menembak para bandar narkoba jika melawan. "Ketika terjadi keadaan memaksa, tindaÂkan (tembak ditempat) tersebut memang diperlukan," ujar Tito saat jumpa wartawan di Mabes Polri, kemarin.
Pertanyaannya, sikap Jeneral Tito ini apakah sinyal awal Indonesia bakal mengikuti gaya Filipina dalam memberantas narkoba? Seperti diketahui, hingga saat ini hampir 2.000 orang tewas dalam perang narkoba di negara yang dipimpin Rodrigo Duterte itu. Akibat kebijakan itu, tercatat hampir 700 ribu pengÂguna dan pengedar narkoba di Filipina telah menyerahkan diri. Berikut ini pernyataan lengkap Jenderal Tito;
Narkoba kini sudah jadi musuh bersama. Untuk memÂberantas para bandar narkoba apakah Indonesia perlu menÂerapkan kebijakan tembak di tempat bagi para bandar sepÂerti yang diterapkan Filipina saat ini?Masalah tembak di tempat seperti di Filipina, saya kira kita harus betul-betul pahami bahwa human right di era demokrasi kita menganut tersangka diperÂlakukan sebagai tidak bersalah sampai setelah pengadilan meÂnyatakan bersalah.
Jadi Anda tidak berani unÂtuk menerbitkan kebijakan seperti itu? Tindakan upaya paksa, sebeÂlum peradilan dilaksanakan bisa dilakukan. Termasuk upaya-upaya paksa yang mematikan. Boleh dilakukan ketika terjadi ancaman seketika yang dapat membahayakan petugas atau anggota masyarakat.
Dasarnya apa?Dalam Undang-Undang KUHP membolehkan. Dengan prinsip asas proporsional. Ketika terjadi keadaan memaksa. Tindakan tersebut memang diperlukan, jika dia menggunakan senjata mematikan, untuk menyelamatÂkan petugas atau orang lain.
Jadi kalau yang bersangkutan melawan, dan merampas senjata petugas atau pada waktu ditangÂkap dia menyerang dengan senjata tajam maupun senjata api, atau senjata lain yang meÂmatikan, maka dapat dilakukan tindakan itu dalam rangka pemÂbelaan diri.
Tapi tidak melakukan tinÂdakan dengan disengaja untuk mematikan tersangka. Jelas itu melanggar prinsip-prinsip
huÂman right.Jadi strategi perang terhÂadap narkoba di Indonesia akan sangat berbeda dengan di Filipina?Situasi di Filiphina dan indoÂnesia, mungkin situasi sosial dan politiknya berbeda. Kita melihat bahwa satu kasus saja, Freddy Budiman yang jelas-jelas sudah inkracht dan eksekusi matinya sah secara hukum itu sudah cuÂkup banyak mengundang kritik, resistensi dan lain-lain.
Jadi kasus Freddy sangat mempengaruhi mental aparat penegak hukum untuk berÂtindak tegas terhadap para bandar? Kita tidak terpengaruh denÂgan permasalahan Freddy, masalahnya adalah tindakan tegas termasuk penggunaan kekuatan yang mematikan itu diperbolehkan dalam rangka pembelaan diri dan melindungi orang lain.
Saya pada kesempatan yang baik ini menyampaikan kepada anggota bahwa jangan ragu-ragu untuk melakukan penindakan teÂgas ketika terjadi permasalahan yang membahayakan keselamaÂtan anggota.
Kenapa demikian?Saya tidak ingin peristiwa yang terjadi seperti tahun lalu di daerah Matraman Dalam, anggota kita melakukan pengÂgerebakan dan kemudian terÂjadi perlawanan. Anggota kita terlambat untuk melakukan pmbelaan diri. Akibatnya dua meninggal dunia. Dibacok, jatuh ke sungai dan meninggal dunia. Jangan ragu, undang-undang melindungi kita untuk melakuÂkan penindakan tegas.
Setelah itu seminggu kemudian, penggerebakan narkoba di Jakarta Utara, anggota ditembak dengan senjata api. Bahkan pelakunya setelah ditemukan, memiliki granat. Mereka berani, mereka pemakai dan daya rasionalitas mereka jadi rendah. Sehingga dengan petugas pun tidak takut.
Terkait perlakuan apakah ada perbedaan antara pengeÂdar dan pemakai narkoba nantinya?Kalau posisinya sebagai pengedar jelas pelaku, tapi kalau pemakai dan tidak ada barang bukti di posisinya, dia jelas korban dan mereka perlu direhaÂbilitasi. Yang perlu diwaspadai, itu sebetulnya pengedar tapi kongkalikong atau pura-pura sebagai pemakai dengan harapan nanti direhabilitasi.
Cara mengantisipasinya?Ada batasan-batasannya. Misalnya pada waktu penangkapan tidak ada barang bukti. Tapi urinnya positif, berarti pemakai. Bukan pengedar. Pengedar harus ada barang bukti pada dirinya. ***
BERITA TERKAIT: