Abd Razzaq al-Kasyani, dalam kitab al- Ta'wilat-nya berpendapat bahwa drama kosmik itu lebih bermakna metaforis. Para aktor dan pemeran utama yang terlibat di dalam drama tersebut bukan figur personal tetapi lebih berÂmakna simbolis-metaforis. Kasani tidak meÂnafikan makna eksoterik namun ia sendiri lebih menekankan makna esoterik ayat-ayat drama kosmik, tetapi tersebut. Kasyani mengonotaÂsikan Adam dengan hati (qalb), Hawa dikonoÂtasikan dengan jiwa (nafs), dan Iblis dikonoÂtasikan dengan intuisi indrawi (wahm). Adam dikonotasikan dengan hati atau kalbu karena ia telah diajarkan nama-nama semuanya (wa 'alÂlam Adam al-asma’ kullaha). Dengan demikian Adam menjadi maklum akan ciri dan identitats benda-benda serta manfaat, risiko, dan baÂhayanya. Hawa dikonotasikan jiwa atau nafsu, sehingga sering menjadi kata majmuk hawa-nafsu.
Hawa sendiri secara harfiah berasal dari kata hawa berarti "kecenderungan merah pada warÂna hitam", karena itu nafs tidak terpisahkan denÂgan badan yang gelap dan hawa adalah warna yang didominasi oleh warna hitam. Bandingkan dengan Adam yang secara harfiah berati "terÂbubuhi warna hitam". Kata adam seakar kata dengan udma berarti coklat atau warna yang cenderung pada warna hitam. Iblis dikonotaÂsikan dengan wahm atau intuisi indrawi, yang memberikan kesadaran cepat namun sering mengecoh dan mengelirukan. Intuisi indrawi ini memperingatkan kita tentang kenyataan bahwa sifat-sifat kebencian, kebenaran, ketamakan, dan kebaikan mungkin ada dalam diri seorang manusia atau seekor hewan, seperti srigala harus dihindari dan anak harus disayangi. IntuiÂsi indrawi menurut Kasyani, sebagaimana yang disederhanakan oleh Murata dengan mengataÂkan indra perantara yang ditempatkan di suatu tempat antara akal dan persepsi indra. Dengan demikian, kesadaran yang disuguhkan oleh IbÂlis adalah kesadaran dangkal, semu, dan tidak bersifat universal.
Intuisi indrawi yang tidak dituntun oleh akal berpotensi menjerumuskan manusia ke dunia kesengsaraan. Peran akal untuk membimbÂing intuisi indrawi penting sekali jika seseorang menghendaki keselamatan. Namun akal pun juga memerlukan tuntunan yang bersumber dari Yang Maha Pemberi Petunjuk (al-Hadi). Siklus ibadah haji sesungguhnya merupakan sebuah exercise untuk menjadi manusia paripurna (inÂsan kamil). Wajar kalau Nabi melukiskannya dengan predikat: Bagaikan ia baru lahir dari raÂhim ibunya (ka yaum waladathu ummuh), yang suci dari dosa. Selamat meraih haji mabrur. AlÂlahu A’lam. ***