Filosofi & Tasawuf Haji & Umrah (4)

Haji Sebagai Drama Kosmik

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 16 Agustus 2016, 09:18 WIB
Haji Sebagai Drama Kosmik
Nasaruddin Umar/Net
MESKIPUN haji rukun Is­lam terakhir (kelima) tetapi merupakan ibadah tertua bagi umat manusia. Iba­dah haji sarat dengan ber­bagai makna simbolis. Haji tidak bisa dimaknai hanya sebagai ibadah ritual seba­gai pelengkap rukun Islam, tetapi harus dipamahi sebagai ibadah holistik-universal, yang sesungguhnya juga dilakukan oleh makhluk lain selain manusia. Haji dapat di­lukiskan sebagai drama kosmos yang menceri­takan hubungan interaktif antara alam semesta sebagai makrokosmos dan manusia sebagai makhluk mikrokosmos. Pertunjukan drama ko­smik diperankan oleh malaikat, jin, syetan, ma­nusia, dan binatang dengan mengambil loka­si 'Arasy, Baitul Ma'mur, bumi, alam barzakh, syurga, dan neraka. Sedangkan yang bertindak sebagai pemeran utama ialah Adam, Hawa, Ibrahim, Ismail, dan iblis. Yang bertindak seba­gai Sutradara tidak lain ialah Allah Swt.

Berawal ketika Allah Swt mengumumkan ren­cananya untuk menciptakan makhulk penda­tang baru dalam jagat makrokosmos bernama manusia, lalu para malaikat mempertanyakan kebijakan itu dengan mengatakan: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Eng­kau dan mensucikan-Mu?" Tuhan berfirman "Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. al-Baqarah/2:30).

Menanggapi bahasa Allah Swt seperti itu, maka para malaikat, termasuk ‘Azazil (nama Iblis sebelum dikutuk), menyesali kelancan­gannya mempertanyakan kebijakan Allah Swt, ditandai dengan thawaf mengelilingi Arasy, ista­na Tuhan, selama berhari-hari sambil menan­gis menyadari kelancangannya. Akhirnya pada suatu hari Allah Swt menyapa mereka dan mer­eka diminta untuk pindah di Baitul Makmur, miniatur 'Arasy, dibangun di bawah Arasy. Di situlah nenek moyang kita Adam dan Hawa ikut berthawaf bersama malaikat dan jin.

Ketika Adam diciptakan seorang diri, ia ge­lisah dan memohon diciptakan pasangan lalu diciptakanlah Hawa dari tulang rusuknya send­iri. Selama di syurga keduanya diminta un­tuk tidak mendekati buah khuldi. Di sinilah Ib­lis mulai berperan, membujuk keduanya untuk memakan buah khuldi (secara bahasa berarti kekal”) jika ingin kekal di dalam syurga. Akh­irnya keduanya tergoda oleh bujuk rayu Iblis. Akibatnya, Adam dan Hawa dijatuhkan dari syurga kenikmatan ke bumi penderitaan. Ked­uanya berjumpa di bukit 'Arafah (perjumpaan), yang sekarang menjadi arena haji. Permintaan pertama yang mereka minta ialah rumah per­tobatan sebagaimana halnya di Baitul Makmur. Allah Swt kemudian memerintahkan malaikat mebangunkan Ka'bah di Makkah tepat garis lurus di bawah Baitul Makmur, sebagaimana disebutkan di dalam Q.S. Ali Imran/3:96: "Se­sungguhnya rumah mula-mula dibangun untuk (untuk tempat beribadah) manusia, ialah Baitul­lah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi penunjuk bagi semua manusia"). Di halaman Ka’bah itu Adam dan Hawa melak­sanakan thawaf.

Drama kosmik yang melibatkan pemeran utamanya lintas makhul, yaktu makhluk biolo­gis, semi biologis, makhluk spiritual, dan semi spiritual, dengan lokasi antar planet, yakni dun­ia metafisik (untuk menghindari konotasi negatif 'dunia gaib') dan dunia nyata di alam raya, yakni di bumi ini. Dengan demikian, ibadah haji ada­lah ibadah makhluk makrokosmos dan makhluk mikrokosmos. Ibadah haji mempertemukan antara berbagai jenis alam dan makhluk Allah Swt. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA