Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tiga Emas Indonesia Di Olimpiade Rio 2016

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/fritz-e-simandjuntak-5'>FRITZ E. SIMANDJUNTAK</a>
OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK
  • Sabtu, 06 Agustus 2016, 17:08 WIB
Tiga Emas Indonesia Di Olimpiade Rio 2016
Foto: Net
OLIMPADE Rio 2016 baru saja dibuka. Kali ini Indonesia mengirimkan 28 atlet terbaiknya. Prestasi Indonesia terbaik di Olimpiade diraih pada tahun 1992 di Barcelona. Saat itu 2 medali emas diraih oleh tunggal puteri dan putera atlet bulu tangkis Susy Susanti dan Alan Budikusuma. Di samping itu Ardy Wiranata dan pasangan ganda Eddy Hartono/Rudy Gunawan mempersembahkan medali perak. Sementara Hermawan Susanto meraih medali perunggu.

Sejak itu Indonesia hanya mampu mempertahankan tradisi medal emas saja. Masing masing di Olimpiade tahun 1996, 2000. 2004, 2008. Tradisi emas gagal dipersembahkan atlet Indonesia pada Olimpiade London tahun 2012. Sehingga dapat dimengerti kalau pemerintah melalui Kemenpora mengharapkan agar tradisi emas dapat dipersembahkan kembali oleh atlet Indonesia yang sekarang berjuang di Olimpiade Rio 2016.

Pertanyaannya apakah ini berarti cukup satu emas saja? Kali ini mestinya atlet Indonesia bisa meraih tiga medali emas. Peluangnya ada di empat nomor cabang olahraga yaitu tiga dari cabang bulutangkis ganda putera melalui Hendra Setiawan/Muhammad Ahsan, ganda puteri Gresya Polii/Nitya Krishinda Maheswari, ganda campuran Tontowi Yahya/Lilyana Natsir, Praveen Jordan/Debby Susanto dan satu cabang angkat besi Triyatno, Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni berpeluang meraih medali.  Bagi Triyatno maupun Eko Yuli Irawan saat ini adalah peluang terbesar menyumbangkan emas Olimpiade bagi Indonesia.

Secara teknis dan ketrampilan cabang bulutangkis dan angkat besi sudah mencapai kualitas atlet dunia.  Yang harus menjadi perhatian mereka adalah faktor non teknis. Karena 80 persen kemenangan pada tingkat dunia dan Olimpiade dipengaruhi oleh faktor non teknis. Seperti fokus, ketahanan mental, strategi, keterpaduan permainan dengan teman satu tim.

Beberapa waktu lalu kita melihat pentingnya ketahanan mental dan fokus pada pertandingan krusial.  Seperti kekalahan Novak Djokovic dari Sam Querrey di Wimbledon 2016. Atau Roger Federer yang kalah atas Milos Raonic. Padahal Federer sempat unggul 2 set lawan 1 set. Dan di set ke empat Federer memiliki kesempatan 3 kali mematahkan servis lawan. Tapi, seperti diakui saat konperensi pers, dia kehilangan fokus dan permainan terbaiknya.

Kita juga bisa melihat saat tim basket Cleveland Cavaliers berhasil menjuarai kompetisi basket NBA 2015-2016 padahal sempat tertinggal 1-3 dari Golden State Warriors. Atau kekalahan Serena Williams pada final Perancis Terbuka 2016 dari Garbine Muguruza. Pada Wimbledon 2016 Serena Williams terlihat lebih siap dan berhasil meraih gelar juara Wimbledon ke tujuh kalinya sekaligus gelar Grand Slam ke 22.  Berhasilnya Cleveland Cavaliers mengatasi ketinggalan di final NBA dan Serena Williams menemukan kembali permainan terbaiknya di Wimbledon 2016 memperlihatkan keunggulan mereka dalam mengatasi faktor non teknis.

Menurut pelatih hockey dunia Ann ketahanan mental seorang atlet itu menyangkut juga daya tahan mental, intelegensia, kemampuan mengatasi tekanan lawan atau kesalahan sendiri, serta fokus.  Sementara Daniel F. Gucciardi & Sandy Gordon dalam bukunya "Mental Toughness in Sport" menyimpulkan ada 4 pilar utama ketahanan mental atlet, yaitu: Fokus, motivasi, percaya diri dan kemampuan mengatasi tekanan lawan.  Sedikit saja atlet dunia lengah pada keempat pilar tersebut, kekalahan yang tidak disangka-sangka bisa saja terjadi. Hal tersebut pasti dialami oleh hampir seluruh atlet dunia.

Karena itu para ofisial dan atlet kontingen Indonesia di Olimpiade 2016 harus bahu membahu agar keempat pilar yang berkaitan dengan faktor non teknis atau ketahanan mental tersebut tetap dalam performa terbaik.  Saya mengusulkan agar ada tim pendukung juga di Jakarta untuk mengatasi hal-hal yang sifatnya "emergency" dan bisa mempengaruhi konsentrasi atlet. Misalnya apabila ada anggota keluarga terdekat sakit, maka tim ini segera memberikan bantuan terbaik kepada mereka.

Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan hadiah Rp 5 miliar bagi peraih medali emas Olipiade 2016 dan biaya hidup seumur hidup. Sementara PBSI sendiri akan memberi tambahan hadiah Rp 1 miliar. Model pemberian hadiah semacam ini pernah diberikan oleh KONI Pusat era Wismoyo Arismunandar pada Olimpiade Sydney 2000. Saat itu peraih medali emas dan hadiah Rp 1 miliar adalah pasangan ganda bulutangkis putera Tony Gunawan dan Chandra Wijaya. Saat itu Indonesia baru saja mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun perusahaan swasta Xtra Joss bersedia memberikan hadiah yang tergolong sangat besar tersebut dan pertama kali dalam sejarah olahraga di Indonesia.

Saat ini Indonesia sudah masuk pada kelompok negara G-20 atau Kelompok 20 ekonomi utama dengan perekonomian besar di dunia. Kelompok ini menghimpun hampir 90 persen GNP dunia, 80 persen total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia.  Selayaknya hadiah lebih besar layak diberikan kepada atlet peraih emas Olimpiade 2016. Apalagi kalau mereka mampu meraih tiga emas Olimpiade 2016 yang dengan sendirinya memperbaiki prestasi Indonesia pada Olimpiade Barcelona 1992.  Sekaligus memungkinkan bagi Indonesia untuk berada pada peringkat 20 besar di Olimpiade 2016 seperti yang dicapai oleh kebanyakan negara kelompok G-20.

Para atlet Indonesia selalu berupaya memberikan yang terbaik bagi Indonesia di saat mereka bertanding. Pada saat krisis ekonomi dan kerusuhan Mei 1998, para atlet bulutangkis Indonesia tetap meraih Piala Thomas dan Uber di Hongkong.  Saat keberangkatan tim bukutangkis Indonesia dilepas resmi oleh Presiden Soeharto.  Saat ketibaan mereka diterima oleh Presiden Habibie. Meskipun kerusuhan melanda Jakarta dan membuat khawatir hampir sebagian besar atlet bulutangkis yang keturunan Tionghoa, tetapi dengan sigap dan saling bahu membahu PBSI terus memberikan bantuan kepada keluarga atlet agar tetap fokus pada pertandingan.

Dengan atlet yang lebih berpengalaman dan potensi lebih besar untuk mempersembahkan medali emas di Olimpiade 2016, saya yakin tiga medali emas bisa diraih atlet elite Indonesia. Mereka tidak akan terganggu dengan belum mengucurnya 30 persen sisa dana pemerintah untuk kontingen Olimpiade Indonesia 2016.  "Seeing, Believing and Getting". Atau "What You See is What You Get". Kalimat itulah yang dikatakan oleh Gary Lewis dalam bukunya "The Making of Champions" tentang karakteristik utama sang juara.  Selamat bertanding !!![***]


*Penulis adalah Sosiolog dan tinggal di Jakarta





Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA