Berdasarkan pengalamannya di beberapa cabang olahraga tersebut, dan mengamati kepemimpinan yang dibutuhkan oleh organisasi PSSI saat ini Wiranto menyimpulkan beberapa hal.
Pertama, PSSI harus dipimpin oleh orang yang bisa bekerja penuh waktu. Komitmen waktu itu menjadi sangat penting karena tantangan dan permasalahan PSSI sangat kompleks. Beberapa masalah yang dicatat beliau antara lain: Kompetisi berjenjang, baik dari usia muda sampai profesional. Peningkatan mutu pelatih dan wasit.
Hubungan yang harmonis dengan pemerintah dan stakehokders lainnya. Juga yang tidak kalah penting adalah prestasi. Masyarakat sangat merindukan prestasi terbaik di cabang sepakbola. Karena sangat erat hubungannya dengan nasionalisme.
Kedua, hendaknya ketua umum PSSI sudah teruji dalam memimpin organisasi kredibel. Hal ini akan sangat memudahkan pemilih dalam menentukan calon ketua umumnya. Organisasi yang kredibel misalnya TNI atau perusahaan swasta terkenal. Di mana orang tersebut pernah menjadi orang nomor satu di sana.
Ketiga, gaya kepemimpinannya harus lebih horizontal. Dia harus mau mendengar, merangkul, mengawal agar bisa mengantar organisasi PSSI ke arah yang lebih baik.
Dengan gaya kepemimpinan horizontal tersebut akan terjalin hubungan yang indah antara pemimpin dengan semua stakeholdersnya termasuk pemerintah.
Apa yang diutarakan Wiranto cukup mengejutkan karena secara tidak langsung mengarah kepada adik angkatannya di TNI Moeldoko.
Dan ketika ditanyakan bukankah Presiden Jokowi mendukung Pangkostrad Letnan Jenderal Edy Rachmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. Dengan tegas Wiranto menegaskan sejauh ini tidak. Dinyatakan beliau bahwa pengalamannya sebagai pembantu Presiden sejak era Soeharto, tidak pernah ada Presiden yang langsung ikut kutak katik menempatkan seseorang memimpin cabang olahraga. Apalagi di era demokrasi dan keterbukaan sekarang ini. Presiden Jokowi juga netral.
Terlepas dari pandangan Wiranto tentang kebutuhan dan kriteria pemimpin di PSSI, harus diakui tugas sangat berat memang dihadapi Ketua Umum PSSI periode 2016-2021. Apalagi setelah mengalami sanksi pembekuan dari FIFA akibat intervensi pemerintah lalu.
PSSI dan pemerintah harus berjalan seiring dalam membangun kembali persepakbolaan di tanah air. Seperti yang dilakukan Australia, dihasilkan "Cooperative Agreement" antara pemerintah Australia dan induk organisasi sepakbolanya. Kontribusi masing-masing diurai dan dijabarkan sejara jelas dengan target waktu pencapaian. Hal yang sama hendaknya terjadi pada kepengurusan PSSI mendatang.
Semoga Kongres PSSI kali ini berjalan lancar dan ketua umum terpilih bisa menjalankan tugas yang sangat berat dalam memenuhi harapan stakeholdersnya.
[***]
Sosiolog, pengamat olahraga dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: