Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jokowi Dituding Hendak Langgengkan Impunitas

Terduga Pelaku Pelanggaran HAM Masuk Kabinet

Senin, 01 Agustus 2016, 08:59 WIB
Jokowi Dituding Hendak Langgengkan Impunitas
Menko Polhukam Wiranto:net
rmol news logo Kalangan aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM bereaksi keras terhadap hasil reshuffle kabinet Jokowi yang menempatkan Jenderal (Purn) Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Pengangkatan yang ber­sangkutan dinilai bakal menyu­litkan upaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Apalagi Wiranto juga diduga terlibat dalam sejumlah kasus HAM di awal reformasi.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar memprotes keras atas terpilihnya Wiranto, mantan Panglima ABRI dimasa Orde Baru sebagai Menko Polhukam.

"Dalam semangat dan ar­gumentasi HAM, kami ingin menyatakan opini atas terpil­ihnya Wiranto yang diketahui luas berada di deret depan dari nama-nama yang harus ber­tanggungjawab atas sejumlah praktik pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang telah disebutkan dalam sejumlah laporan Komnas HAM," ujarnya di Jakarta.

Dalam laporan Komnas HAM, Wiranto diduga terlibat peristiwa penyerangan 27 Juli, Tragedi Trisakti, Tragedi Mei 1998, Tragedi Semanggi I & II, pen­culikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi 1997/1998, dam Kasus Biak Berdarah.

Bahkan nama yang bersang­kutan disebut-sebut di dalam sebuah laporan khusus setebal 92 halaman yang dikeluarkan oleh Badan Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bawah mandat Serious Crimes Unit.

Laporan itu menyebutkan Wiranto gagal untuk mem­pertanggungjawabkan posisi sebagai komandan tertinggi dari semua kekuatan tentara dan polisi di Timor Leste untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan dan ga­galnya Wiranto dalam menghu­kum para pelaku.

"Pernyataan ini pula yang akhirnya menyulitkan Wiranto bergerak masuk ke dalam yuris­diksi internasional, salah satunya adalah Amerika Serikat (US Visa Watch List) di tahun 2003," terang Haris.

Pelantikan menteri hasil re­shuffle juga bertepatan dengan 20 tahun peringatan kasus 27 Juli, dimana diketahui Wiranto mendapatkan posisi strategis pasca penyerbuan kantor PDI. Haris melihat, keuntungan-ke­untungan dari situasi keamanan dan politik rezim selalu member­ikan ruang gerak kepada Wiranto untuk mengambil keputusan-keputusan yang berujung pada skema impunitas.

Dengan catatan-catatan resmi di atas, maka KontraS bertanya secara langsung kepada Presiden Jokowi dan Menteri Sekretaris Negara, di mana letak profesion­alitas, teruji, dan berpengalaman saat presiden memilih nama Wiranto sebagai pucuk menteri strategis Kabinet Kerja.

KontraS, lanjut Haris, juga ingin meminta dukungan publik untuk bersolidaritas kepada kor­ban dan keluarga korban pelang­garan HAM untuk semangat, membangun strategi dan siasat bahwa keadilan.

"Negara harus dan tetap ber­tanggung jawab membawa dan berpihak kepada keadilan, me­mulihkan mereka yang dicabut haknya, terkena stigma dan memastikan individu-individu pelanggar HAM akan dihu­kum sesuai dengan norma hu­kum yang berlaku di Republik Indonesia," tandasnya.

Ketua Setara Institute, Hendardi menyebutkan, penunjukan Wiranto sebagai Menkopolhukam merupakan indikasi bahwa dalam merombak kabinet Presiden Jokowi sama sekali tidak mempertimbangkan isu penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.

Apalagi posisi Wiranto se­bagai Menkopolhukam akan menentukan kinerja kemente­rian, Kejaksaan, dan Kepolisian terkait politik hukum dan keamanan.

"Kehadiran Wiranto dalam kabinet hanya akan mempertebal impuntas pelanggaran HAM kar­ena sulit bagi Wiranto mempra­karsai penuntasan pelanggaran HAM berat," katanya, Bahkan dugaan keterlibatan yang ber­sangkutan cukup jelas dalam laporan-laporan yang disusun Komnas HAM. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA