WAWANCARA

Nurdin Halid: Tak Boleh Berseberangan Dengan Pemerintah Lagi…Tak Boleh…

Selasa, 14 Juni 2016, 08:48 WIB
Nurdin Halid: Tak Boleh Berseberangan Dengan Pemerintah Lagi…Tak Boleh…
Nurdin Halid:net
rmol news logo Golkar saat ini begitu adem. Memanasnya konflik dan pertengkaran maha dahsyat selama 1,5 tahun itu, mere­da. Kini, Golkar rukun, kompak dan bersatu di bawah komando Setya Novanto. Ibarat menghadapi perang, partai berlambang beringin sekarang fokus menyiapkan pasukan, mematangkan strategi menghadapi perang besar yang sudah ada di depan mata: Pilkada 2017 dan Pemilu 2019.

Ingin tahu apa yang sedang disiapkan Golkar saat ini, dan apa strategi "perang-nya", Rakyat Merdeka mewawanca­rai Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid. Nurdin ini bukan politisi sembarangan, tapi politisi kawakan, lincah, tak ada matinya, disebut-sebut juga "otak" dari kabinet Golkar saat ini. Berikut petikannya.

Kabinet Golkar di bawah Novanto hanya 3 tahun, apa yang sedang dikebut?
Kita sedang merancang pro­gram 100 hari yang berisi pro­gram aksi penjabaran dari Panca Sukses, yakni akselerasi kader, keanggotaan, demokrasi, visi negara kesejahteraan, dan sukses Pemilu.

Konsolidasi seperti apa yang sekarang dilakukan?
Konsolidasi menyeluruh dari pusat sampai daerah. Kita dor­ong musda dari pusat sampai desa. Musda tingkat provinsi harus selesi akhir Juli, Musda kabupaten/kota harus beres Oktober, Muscam dan Musdes harus beres Desember. Sehingga, Januari 2017 kita sudah bergerak secara simultan.

Anda bicara soal akselerasi kader, gimana konkritnya?

Kita melakukan pengkaderan di tingkat desa minimal 100 kader per desa, sehingga dalam 2,5 tahun sasaran kita akan ter­cipta 8,1 juta kader. Kaderisasi itu kita beri nama one day training”. Kita bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang sumber daya manusia.

Materinya apa?

Materi kaderisasi berkaitan dengan ideology. Sebagai partai yang lahir salah satunya untuk menyelamatkan Pancasila se­bagai pandangan hidup, falsa­fah Negara dan dasar Negara, Golkar sangat sadar bahwa penerapan ideology Pancasila mulai luntur khususnya di kalan­gan pemuda-pemuda kita. Selain soal ideology, kita isi juga den­gan materi bela Negara, flatform dan doktrin Partai Golkar, juga ada terkait profesi.

Apa pentingnya ada materi profesi di situ?
Sasaran kita bukan hanya soal ideology, platform, tapi yang berkaitan dengan kebutuhan kader. Kita bukan hanya men­training mereka supaya menjadi kader Golkar, tapi bagaimana bisa berperan bagi kesejahter­aan dirinya dan kesejehateraan masyarakat sekitarnya. Golkar itu punya icon Karterdes (Kader Penggerak Teritorial Desa), ini Karterdes yang dimodernisasi­kan sesuai kondisi yang dihadapi.

Pilkada 2017 sudah di de­pan mata, Pemilu 2019 juga tidak terlalu lama. Golkar siap menghadapinya?
Dengan waktu 3,5 tahun ini kita akan bergerak cepat, den­gan perencanaan matang dan pengelolaan yang modern, in­sya Allah pada 2019 Golkar tidak seperti yang diperkirakan banyak orang: Golkar terpuruk, tidak akan seperti itu.

Di bulan Ramadhan ini, Ketua Umum Setya Novanto langsung tancap gas melaku­kan safari ke pelosok-pelosok daerah. Apa ini juga sebagai strategi mengangkat Golkar?
Memang, di bulan Ramadan ini, ketua umum melakukan safari untuk sosialisasi. Bukan hanya mensosialisasikan be­liau sebagai ketua umum, tapi mensosialisasikan program-program partai hasil munaslub kepada seluruh kader Golkar dan masyarakat.

Salah satu yang disosialisasiakn itu terkait posisi Golkar yang sekarng dukung pemerintah?
Iya salah satunya itu. Kita so­sialisasikan kenapa Golkar men­dukung pemerintah. Jawaban singkatnya ada dua. Pertama, doktrin Golkar itu karya keka­ryaan yang selalu mendukung pemerintah. Kedua, Golkar punya visi Negara kesejahteraan 2045. Nah, dalam implementas­inya, pemerintah Jokowi searah seirama dengan visi Negara kesejahteraan yang dimiliki Partai Golkar.

Pesan penting apa yang disampaikan ke kader Golkar terkait posisi sebagai pendu­kung pemerintah ini?
Tidak boleh lagi ada fung­sionaris Golkar di pusat sampai daerah berseberangan dengan pemerintah dalam proses pem­bangunan. Meskipun bupatinya atau gubernurnya orang PDIP, orang Gerindra, orang PPP, dan lain-lain, tidak boleh fungsion­aris Golkar berseberangan, tidak boleh…tidak boleh.

Tak boleh mengkritik sedikitpun?
Mengkritik tetap boleh. Check and balances tetap ber­jalan. Mendukung pemerintah bukan berarti menghilangkan hak kita untuk mengkritisi pemerintah ketika pemerintah tidak seusai dengan harapan rakyat. Tapi, caranya tidak seperti dulu, berteriak-teriak di luar system. Sekarang kita mengkritik di dalam sistem, tapi tidak mengurangi kualitas kritik itu sendiri.

Bagaimana kalau tetap muncul perbedaan?

Waktu kita tinggal 3,5 tahun, makanya fungsionaris dari semua tingkatan harus mengenyamp­ingkan perbedaan. Perbedaan yang ada harus dijadikan energy kekuatan, energy persatuan un­tuk mengejar ketertinggalan kita 2 tahun. Kita tertinggal 1,5 tahun konsolidasi, oleh karena itu diperlukan akselerasi selu­ruh sektor program yang telah dicanangkan di Munaslub dan ketum. Speed pengurus Golkar harus tinggi, tidak boleh lagi kita hanya sekadar berdebat tinggi soal perbedaan.

Oleh karena itu, kita tekankan tidak boleh lagi ada satu orang pun anggota dan pen­gurus Golkar yang berbeda di public. Tidak boleh. Perbedaan sudah kita siapkan tempatnya, yaitu dalam rapat-rapat yang mendiskusikan berbagai hal baik diskusi tentang politik, program kerja, kesejahteraan dan semuanya. Di situ ada wa­dahnya, ke public tidak boleh beda, karena itu mengganggu pelaksanaan program, kalau beda bukan akselerasi namanya, tapi menghambat.

Setelah Munaslub, Anda menemani ketum menghadap Jokowi. Apa yang disampai­kan?
Satu hal yang saya catat sangat penting, dalam pertemuan itu Pak Jokowi menyatakan, saya buan politisi, betul-betul-betul saya kerja saja. Urusan parpol urusan parpol saja. Tapi saya katakan, Pak Presiden, bapak bisa kerja dengan tenang kalau stabilitas politik tercapai. Jadi politik dan kerja harus saling mendukung. Presiden sangat respek soal itu.

Soal sikap Golkar akan mencapreskan Jokowi disam­paikan juga?

Kepada Bapak Presiden, kita menyampaikan hasil Munaslub, ya salah satunya soal ada as­pirasi dari daerah untuk men­calonkan bapak presiden pada pilpres 2019.

Bagaimana respons Jokowi?
Respondsnya sangat baik.

Jokowi kan kader PDIP, Golkar nggak lupa itu kan?

Secara pribadi, Pak Jokowi adalah kader PDIP, tidak ada yang bisa membantah itu. Tapi sebagai presiden, Pak Jokowi adalah anak bangsa. Sebagai anak bangsa, Golkar tak boleh dilarang, tak boleh diprotes ka­lau mencapreskan beliau. Kita kan anak bangsa yang punya hak juga.

Kenapa dari sekarang mau mencapreskan Jokowi?
Kita itu punya intuisi tinggi, kita lihat dengan mata kepala sendiri, ini bukan soal survey atau apa, tapi dimana pres­iden datang, rakyat senang. Kita belum pernah membaca, mendengar ada program yang dicanangkan presiden ada ham­batan karena rakyat melawan. Kita belum pernah mendengar ada pembangunan tol, atau in­frastruktur lain yang terhambat pembebasan tanah.

Karena sebelum dilakukan, Presiden datang ke situ dulu se­hingga ada komunikasi politik, ada komunikasi program yang dilakukan presiden langsung, sehingga rakyat menerima. Tidak biasa ini pemimpin be­gini.

Ada lagi yang membuat Anda tercengang dengan so­sok Jokowi?

Ada satu hal lagi yang mem­buat saya sendiri tercengang. Program tol laut yang dicanang­kan Presiden ternyata buka han­ya sekadar untuk memperlancar komunikasi dan perhubungan, dalam rangka memperlancar roda perekonomian. Sebenarnya bukan itu. Ada yang lebih tinggi dari itu, sangat filosofis yaitu un­tuk lebih memperkuat NKRI.

Reshuffle memanas, bagi Golkar itu penting?
Itu urusan presiden. Penting nggak penting itu urusan presi­den. Yang penting bagi Golkar adalah mensupport Bapak Presiden. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA