Bisa diceritakan proses pembuatan Undang-Undang Pilkada yang baru, mengenai syarat pasangan calon untuk maju?Keputusan undang-undang yang existing pada waktu itu ya, bahwa calon perseorangan itu didukung oleh 6,5 sampai 10 persen dari jumlah penduduk. Syaratnya begitu. Nah lalu, keluar keputusan Mahkamah Konstitusi 6,5 sampai 10 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). Nah DPT dengan jumlah penÂduduk kan beda ya, lebih sedikit DPT. Nah dari situ kemudian muncul pemikirian, untuk calon dari partai, dari 20-25 persen duÂkungan, menjadi 15-20 persen.
Lalu?Akhirnya diputuskan, untuk pasangan calon yang diusung parpol harus 20 persen dari jumlah kursi di DPRD. Atau 25 persen dari jumlah pemilih. Pembahasan di kita untuk calon dari perseorangan itu bukan diÂnaikkan, tetapi disetarakanlah.
Apa yang disetarakan?Dari putusan MK yang tadinya dari jumlah penduduk, menÂjadi DPT. Tapi berkembanglah pikiran, dan di media berkembang ini minta dinaikÂkan untuk mengganjal calon perseorangan.
Memang bagaimana sebeÂnarnya?Ya sebenarnya tidak ada keÂinginan untuk mengganjal calon perseorangan. Nah setelah itu, akhirnya pemerintah, ini kan idenya pemerintah, dan DPR sepakat bahwa verifikasi dukunÂgan itu harus diperketat.
Seperti apa diperketatnya?Jadi kalau kita perlu 6,5-10 persen, verifikasi pendukung di calon perseorangan harus diperÂketat. Artinya apa, jangan hanya sekedar mengumpulkan KTP.
Lantas apa maksudnya?Ya dibuatlah seperti bentuk sensus.
Sensus seperti apa?Sensus ini dibuatlah seperti kepada per orang pendukung. Tapi nanti mekanismenya dibuat oleh KPU lewat Peraturan KPU (PKPU).
Maksud Anda seperti PPS?Ya, seperti PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang di deÂsa-desa. Nanti memang mereka terlibat. Nanti, kalau sumbernya adalah DPT, maka di PPS itu suÂdah ada DPT. Nah DPT itu harus berdasarkan e-KTP. Nah, e-KTP itu berlandaskan pada Nomor Induk Kependudukan (NIK). Oleh karenanya, mengeceknya tidak sulit. Maka dari itu, dilakukanlah verifikasi. Jangan hanya dari KTP, nanti kita tidak paham apakah yang memiliki KTP itu sudah meninggal apa belum. Bukannya suudzon, siapa tahu KTP itu diÂkumpulkan dari kepolisian, atau tempat pengurusan STNK dan lain-lain. Jadi soal mengumpulkan KTP itu tidak terlalu sulit, tapi soal membuktikan dukungan itu.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempersoalkan veriÂfikasi yang dilakukan di hari kerja itu dinilai merepotkan?Sebenarnya sistemnya itu ada, kalau memang benar dia tinggal di situ, kan tidak ada soal. Tapi kalau ada yang tidak konkret datanya, pasti dipanggil kan pendukung pasangan calonnya. Benar nggak dia mendukung? Kan begitu.
Bagaimana dengan yang meninggal dunia, apakah diÂanggap batal?Ya itu nggak berlaku dong. Kalau ada orangnya di DPT sudah meninggal dunia, nggak bisa. Kalau masih berlaku, itu artinya DPT yang sudah menÂinggal. Jadi misalkan di DPT orangnya meninggal atau dia pindah ke daerah lain, ya nggak bisa dong itu berlaku. Makanya harus diverifikasi.
Dari sisi yang lain adalah, kalau bersumber dari NIK ini, NIK itu ada yang dobel. Kan peÂmerintah sudah mengumumkan, setelah diteliti ini ada tiga juta yang punya NIK dobel.
Ada rencana dari relawan Teman Ahok untuk mengajuÂkan uji materi?Saya kira argumentasi peÂmerintah dan DPR sudah cukup kuat. Pemerintah (Mendagri) mengatakan, siap untuk mengÂhadapinya. Saya kira nggak apa-apalah, membentuk unÂdang-undang dan menetapkan seperti itu. Dan yang perlu diingat adalah kita tidak punya pretensi untuk menggagalkan seseorang. ***
BERITA TERKAIT: