WAWANCARA

Abdullah Hehamahua: Pimpinan KPK Harus Menjaga Diri Dari Sikap Dan Ucapan Yang Tidak Produktif

Kamis, 26 Mei 2016, 09:23 WIB
Abdullah Hehamahua: Pimpinan KPK Harus Menjaga Diri Dari Sikap Dan Ucapan Yang Tidak Produktif
Abdullah Hehamahua:net
rmol news logo Pria ini tiba-tiba bertandang ke markas komisi anti rasuah di Jalan H Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (23/5) lalu. Dia dimintai keterangan terkait pernyataan salah satu pimpinan KPK Saut Situmorang yang diang­gap menyudutkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dalam salah satu acara televisi swasta.

Saut belum lama ini sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Namun belakan­gan, pernyataannya itu dinilai melanggar kode etik. Jika begitu, cukupkah dengan permintaan maaf? Simak wawancara Rakyat Merdeka dengan Abdullah Hehamahua berikut ini:

Ke KPK waktu itu dalam rangka apa?

Saya diundang sebagai ahli untuk memberikan keterangan, pertimbangan. Karena saya dua kali menjadi ketua komite etik, sekali menjadi anggota komite etik. Kemudian saya enam kali menjadi ketua majelis ketua komite etik, dan empat kali men­jadi anggota majelis kode etik. Sehingga dianggap perlu mem­inta keterangan saya. Di samping delapan tahun saya menjadi pe­nasehat KPK dalam mengontrol pegawai dan pimpinan KPK.

Ketika Anda ke KPK, re­spons internal bagaimana?
Pengawas internal kan melaku­kan tugasnya untuk klarifikasi. Mengundang semua pihak yang dianggap perlu dimintai ket­erangan, nanti dari situ mereka akan merumuskan, apakah ada pelanggaran kode etik atau tidak. Kalau ditemukan ada pelanggaran kode etik, maka disampaikan kepada pimpinan, kemudian eksekusinya di pimpi­nan bukan di pengawas internal. Pimpinan kemudian yang akan menentukan dibentuk komite etik atau tidak berdasarkan apa hasil pemeriksaan pengawas internal itu.

Dalam kasus Saut, apa yang akan dijadikan dasar pelang­garan kode etiknya?
Jadi kode etik di KPK itu ber­sifat menyeluruh, baik pimpinan maupun pegawai. Nah, kalau pegawai yang diduga melang­gar kode etik, maka dewan pertimbangan pegawai akan membentuk majelis kode etik untuk pemeriksanya.

Kalau pimpinan?
Kalau pimpinan yang di­duga melanggar kode etik, maka dibentuk komite etik untuk memeriksanya. Komite etik itu, terdiri dari unsur dalam dan unsur luar KPK. Dalam kode etik yang berkaitan dengan Saut, itu di sana disebutkan bahwa pejabat, pimpinan, harus men­jaga diri dari sikap dan ucapan yang bersifat menyepelekan, menghina atau membuat pihak lain merasa tidak nyaman.

HMI tampaknya jelas merasa tidak nyaman dengan pernyataan Saut?
Nah, atas permintaan HMI dan KAHMI maka kemudian KPK harus merespons itu. Dalam hal ini pengawas internal, melaku­kan klarifikasi kepada semua pihak yang terkait. Kalau dalam klarifikasi pengawas intenal itu ditemukan ada dua alat bukti bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik, maka pengawas in­ternal akan menyampaikan re­komendasinya kepada pimpinan KPK untuk membentuk komite etik. Kalau pimpinan KPK me­nyetujui pembentukan komite etik maka akan ditunjuk orang dari luar untuk menjadi anggota komite etik, dan dari dalam pimpinan yang tidak terlibat.

Secara pribadi, menurut Anda pernyataan Saut itu me­langgar kode etik atau tidak?

Eee... Karena saya sudah diperiksa sebagai ahli oleh pen­gawas internal jadi saya tidak bisa lagi memberikan opini saya, supaya tidak mempengaruhi pengawas internal yang punya otoritas untuk menyampaikan itu. Nanti kalau pengawas in­ternal sudah menyampaikan kepada pimpinan, baru kemu­dian saya bisa beri komentar. Kalau itu, saya sebetulnya tidak mau memberikan opini yang mempengaruhi independensi pengawas internal.

Sanksinya bisa dalam ben­tuk permintaan maaf saja?
Permintaan maaf itu kan salah satu bentuk sanksi kan. Misalnya mereka menemukan bahwa ini pelanggaran ringan maka sanksinya adalah permintaan maaf misalnya begitu. Atau bisa pelanggaran sedang atau berat. Jadi tergantung dari keputusan komite etik dan hasil pemerik­saan itu.

Harapan Anda?
Saya berharap agar pengawas internal mempercepat proses itu supaya tidak terganggu kin­erja KPK, karena pegawai KPK kan terbatas, semakian cepat penyelesaiannya semakin baik. Kedua, pengawas internal dan KPK secara keseluruhan harus mengedepankan azas penega­kan hukum. Supaya KPK tidak diduga atau dituduh tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ketiga, pimpinan, pejabat maupun pe­gawai KPK harus menjaga uca­pan dan tindakan supaya tidak menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak produktif untuk KPK itu sendiri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA