Kondisi batin yang paling perlu diwaspadai ialah ketika kita sedang dalam keadaan norÂmal, yaitu ketika semua kebutuhan tercukupi dan mungkin berlebihan. Musibah, hajat, dosa besar, dan berbagai kesulitan dan kekecewaan hidup lainnya lebih sering mendorong seseÂorang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt ketimbang kondisi batin yang sedang berkecuÂkupan, baik dari segi kauantitatif maupun segi kualitatif.
Tingkat kebutuhan hidup setiap orang berÂbeda-beda satau sama lain. Namun wacana di dalam Islam dibedakan atas beberapa tingÂkatan kebutuhan, yaitu: 1) Kebutuhan dharury, yakni kebutuhan pokok atau basic needs seperti kebutuhan akan makan, minum, dan berhubungan suami-isteri. 2) Kebutuhan hajjiyat, yakni kebutuhan yang penting tetapi belum menjadi kebutuhan pokok, seperti kebutuhan akan sebuah tempat tinggal, kedaraan, dan alat komunikasi. 3) Kebutuhan tahsiniyyat, yaÂkni kebutuhan yang bersifat pelengkap (
luxury), seperti perabotan yang bermerek, aksessoris kendaraan, dan handphon yang lebih canggi.
Seseorang yang berada dalam tingkat kedua dan ketiga perlu berhati-hati karena perjalanan spiritual dalam kondisi seperti ini seringkali jaÂlan di tempat. Bahkan berpeluang untuk diajak turun oleh berbagai daya tarik dan godaan duÂnia. Berbeda jika seseorang sedang dirundung duka, sedang diuji dengan kebutuhan menÂdesak, atau sedang dilanda penyesalan dosa yang mungkin agak resisten terhadap godaan-godaan yang bersifat materi.
Kesenangan hidup, apalagi kalau samÂpai berlebihan, bawaannya sulit mendaki (taÂraqqi) ke langit. Sebagai contoh, orang yang berkecukupan sulit sekali berlama-lama khuÂsyuk dalam shalatnya, bukan hanya karena banyaknya godaan dunia yang ada dalam piÂkirannya, tetapi juga tidak punya tekanan batin atau trigger, semacam roket pendorong yang akan mengangkatnya ke langit. Trigger itu biaÂsanya suasana batin yang betul-betul merasa sangat butuh pertolongan Tuhan. Seperti orang yang merasakan kesulitan yang sesegera munÂgkin harus mengeluarkan diri dari kesulitan itu. Itulah sebabnya Rasulullah pernah mengingatÂkan untuk waspada terhadap doa orang yang teraniaya (
madhlum) karena doanya lebih ceÂpat sampai kepada Tuhan.
Memang dalam Islam dikenal ada dua sayap efektif yang bisa menerbangkan seseorang menuju Tuhan, yaitu sayap sabar dan sayap syukur. Sayap sabar terbentuk dari ketabahan seseorang menerima cobaan berat dari Tuhan seperti muÂsibah, penyakit kronis, penderitaan panjang, dan kekecewaan hidup. Jika sabar menjalani cobaan itu maka dengan tersendirinya terbentuk sayap-sayap yang akan mengangkat martabat dirinya di mata Tuhan. Sayap kedua ialah syukur. Sayap syukur terbentuk dari kemampuan seseorang unÂtuk secara telaten mensyukuri berbagai karunia dan nikmat Tuhan, seperti seseorang mendapatÂkan rezki melimpah, jabatan penting, dan keseÂhatan prima. ***