Perempuan Yang Diungkap Al-Quran (70)

Menggugat Hak Politik Perempuan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Jumat, 13 Mei 2016, 09:48 WIB
Menggugat Hak Politik Perempuan
nasaruddin umar:net
rmol news logo Hak politik perempuan sering­kali direduksi dengan meng­gunakan dalil-dalil agama. Dalam Islam, ada ayat dan hadis sering digunakan untuk mereduksi hak-hak politik perempuan. Di antara dalil-dalil agama tersebut ialah: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan seba­hagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (Q.S. Al-Nisa'/4:34). Sedangkan dalam hadis ialah: (Tidak akan beruntung suatu yang menyerahkan urusan­nya kepada perempuan).

Secara tekstual ayat dan hadis tersebut di atas membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi jika didalami sabab nuzul dan sa­bab wurud-nya sesungguhnya tidak bermaksud mereduksi hak-hak perempuan untuk menjadi pemimpin. Ayat ini turun dalam konteks keru­mahtanggaan (domestic sphare), bukan dalam lingkup ruang publik, yaitu turun untuk melerai pertengkaran seorang laki-laki Anshar dengan isterinya. Ayat ini juga menggunakan kata al-rijal (gender term), yang menunjuk kepada kapasitas tertentu yang dibebankan budaya terhadap laki-laki tertentu, bukannya menggunakan kata al-dzakar (sex term), yang menunjuk kepada setiap orang yang berjenis kelamin laki-laki. Kata qawwamun diartikan sebagai "pemimpin", yakni laki-laki menjadi pemimpin terhadap perempuan, yang juga bisa berarti pelindung. Terjemahan bahasa Inggerisnya: "Man are the protectors and maintainers of women" berarti pelindung atau pemelihara.

Muhammad Abduh dalam Al-Manar-nya tidak memutlakkan kepemimpinan laki-laki terhadap perempuan. Alasannya karena ayat ini tidak menggunakan kata: Bi tafdhilihim 'alaihinna atau bima fadhdhalahum 'alaihinna (sebagaimana Allah memberikan kelebihan laki-laki terhadap perem­puan), tetapi menggunakan kata: Bima fadhdhala Allah ba'dhahum 'ala ba'dh (oleh karena Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas sebagian yang lain). Redaksi ini lebih tepat karena dalam kenyataan sosial tidak selamanya laki-laki lebih mampu daripada perempuan.

Sedangkan hadis tersebut di atas dipopulerkan oleh Abu Bakrah, salahseorang mantan budak yang dihadapkan oleh suatu kondisi sulit. Ia harus memilih antara mendukung sayyidina Ali, suaminya Fatimah anak kesayangan Nabi, atau mendukung 'Aisyah, istri Nabi dan putrinya sayyidina Abu Bakar. Dalam posisi seperti ini Abu Bakrah memopulerkan hadis di atas. Hadis ini sesungguhnya respon Nabi setelah mendengarkan raja Persi bernama Kisra wafat, dan kekuasaannya digantikan oleh putrinya. Nabi memahami betul kondisi kerajaan Persi yang tengah menghadapi musuh bebuyutannya, kerajaan Romawi. Dan ternyata kemudian Heraklius mengin­vasi Persia dan menduduki Ktesiphon. Munculnya hadis ini ternyata juga dilatarbelakangi oleh suatu sebab khusus yang sifatnya kondisional.

Al-Qur'an justru menampilkan sosok pemimpin perempuan ideal dalam al-Qur’an. Balqis adalah representasi kepemimpinan ratu yang sukses dalam Al-Qur'an. Balqis dilukiskan sebagai pemilik tahta kerajaan "superpower" (lahu 'arsyun 'adhim/27:23), dan tidak pernah ada kata lah'arsyun 'adhim. Kisah tentang kebesaran Ratu Balqis diuraikan tidak kurang dari dua surah (al-Naml dan al-Anbiya'). Kisah pan­jang tentang penguasa Saba' yang makmur tentu bukan sekedar "cerita pengantar tidur", tetapi sarat dengan makna dalam kehidupan umat manusia. Setidaknya, Al-Qur'an mengisyaratkan dan seka­ligus mengakui keberadaan perempuan sebagai pemimpin. Kita diingatkan bahwa di dalam Al-Qur'an pernah ada tokoh perempuan yang mengendalikan kekuasaan besar dan di sekelilingnya banyak tokoh laki-laki. Kisah Balqis dan Sulaiman ini mendukung pernyataan ayat lain yang mendukung kebolehan perempuan untuk menjadi pemimpin, yani: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (menger­jakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya (Q.S. Al- Taubah/9:21). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA